Beberapa bulan kemudian. Lusi dan Santi semakin akrab. Rere juga sering mengajak keduanya belanja bersama, makan bersama dan melakukan hal lain bersama, sepertinya sekarang mereka semakin dekat satu sama lain.
"Lo nggak kuliah?" tanya Santi. Dia menatap Lusi yang sedang mengetik sesuatu di laptopnya.
"Ha?" Lusi menyahuti sekenanya, perhatiannya masih tertuju pada layar laptopnya.
Santi mendesah pelan, ia kembali mengulang ucapannya lalu dijawab Lusi sekenanya lagi.
"Iya, nanti siang."
Santi kembali mendesah, "Terus Zen lo lupain?"
"Apa? Apanya?" Lusi masih sibuk mengetik.
"Ish, nih anak! Lo lupa apa gimana sih?" Santi mulai kesal.
"Hm? Lupa?" Lusi mengulang. "Lupa apa?"
"Ulang tahunnya Zen," Santi memutar bola mata jengah.
Seketika Lusi menghentikan kegiatannya, matanya melotot menatap Santi yang sedang meneguk teh hangat.
Santi hampir tersedak melihat mata Lusi yang membulat sempurna, "Kaget, ih!" jemarinya mengelap sudut bibirnya.
"Ulang tahun? Sekarang tanggal 16?" Lusi memekik.
"Dasar pikun!" suara Rere menggema di rumah Lusi, membuat keduanya menoleh. Rere mendekat sambil menampilkan raut meledek. Dia baru tiba di rumah Lusi.
"Selalu aja telat," celetuk Santi.
"Macet, lo pikir gue nggak jadi ninja tadi demi cepet nyampe sini?" timpal Rere. Dia meletakkan tasnya di meja lalu mengambil posisi duduk di sebelah Santi.
"Jadi ninja maksudnya?" Lusi menautkan alis.
"Halah, nggak usah dibahas. Yang perlu dibahas di sini itu lo, Lusi."
"Iya, lo harus cari sesuatu buat Zen. Sumpah deh, gimana lo bisa lupa sih sama ultahnya Zen?" Santi menaikkan alis.
Lusi menggigit bibir, "Gue kebanyakan ngurusin rumah sama belajar sih, belum lagi gue buka les di rumah, makanya sibuk terus. Sampai kelupaan," Lusi terkekeh.
"Ish! Sok sibuk. Abisnya lo nggak mau tinggal di rumahnya Kak Siska," ujar Rere.
"Hei! Ntar kalau dia tinggal di sana malah ketemu Fero tiap hari dong, Lusi kan canggung sama dia. Gimana, sih!"
Dan keduanya pun mulai berdebat, membuat Lusi semakin pusing dan mulai kesal.
"Oke guys cukup, cukup!" Lusi memijat kening, "sekarang gini deh, daripada kalian berdebat gimana kalau kalian bantu gue cari kado buat dia, atau seenggaknya bikin kejutan apa gitu biar gue nggak puyeng mikir sendirian."
"Makan malam romantis gimana?" Rere berpendapat.
"Bikin kue ultah sendiri?" Santi memberi saran.
Lusi berpikir sejenak, "Gimana kalau dua-duanya?"
"Thats good!" Jawab keduanya serempak.
"Well, kita belanja dulu." Lusi tersenyum senang.
***
"Hei, ini gimana caranya? udah cakep belum?" Rere mengenakan celemek warna merah tua, ia kesulitan mengikat tali di punggungnya.
"Ish! Gitu aja nggak bisa," Lusi mendekati lalu mengikatkannya.
"Lets start!" Santi mengusap-usap kedua tangan seolah tak sabar untuk membuat kue.
"Tunggu, bahannya kan ada yang kurang, tadi kan lupa beli mentega. Udah di jalan nggak sih yang nganter menteganya?" Lusi bertanya.
"Masih otw," Santi menjawab. "Sekarang gue timbang tepungnya dulu," Santi menggunting ujung pembungkus tepung lalu menuangkannya ke timbangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Choose You![COMPLETED]
Teen FictionSemuanya berawal dari sikap menyebalkan seorang Zen. Bagi Lusi, dia tak lebih dari seorang cowok yang sangat menyebalkan. Lusi memang tak mengenalnya, tapi Lusi tetap merasa terganggu dengan keberadaannya. Tapi setelah tahu sesuatu dari lelaki itu...