Lusi tertunduk lesu di kamarnya. Ia belum mengatakan pada Siska jika usahanya untuk mengetahui Si peneror berhasil sempurna, padahal ia sudah berjanji untuk segera mengatakan padanya jika sudah mengetahui siapa si peneror itu.
Tenyata selama ini peneror itu Santi, bukan orang lain. Gimana bisa dia lakuin itu ke gue? Padahal selama ini dia selalu baik sama gue, Lusi membatin.
Lusi mengingat kembali saat mengalami banyak kesulitan, saat itulah Lusi baru menyadari jika saat itu Santi selalu berada di dekatnya. Bodohnya ia sampai tak menyadarinya sejak awal, begitu pikirnya.
"Lu?" Siska memanggil.
Lusi menoleh, "Ya, Kak?" ia melihat Siska sedang berdiri di ambang pintu.
"Waktunya makan malam," ia tersenyum, "gue masak banyak loh," imbuhnya.
Lusi beranjak dari kasur, "Tumben?" ia berjalan mendekat.
"Ada temen-temen gue yang mau dateng."
Lusi terkejut, "Maksud Kakak, aku ikutan makan sama temen-temen Kakak?"
"Iyalah," Siska berbalik hendak menuju dapur, "nggak usah dandan atau ganti baju, udah cantik tahu," Siska meninggalkan Lusi yang masih mematung.
"Tapi aku-"
"Sepuluh menit!" Siska berseru.
Buru-buru Lusi berlari menuju cermin besar yang menempel di lemarinya, ia memutar badan seolah mencari sesuatu yang terlihat buruk di dirinya.
Lusi berkacak pinggang, dahinya berkerut karena berpikir, sesaat kemudian matanya membulat, "Rambut gue! Belum keramas lagi!" Lusi panik.
Dengan sigap Lusi menyahut sisir dan merapikan rambut panjangnya namun, sepertinya ia merasa masih ada yang kurang.
"Diiket aja deh, biar nggak ketahuan kusutnya," Lusi mengikat rambutnya lalu tersenyum bangga.
"Lusi!" Siska berseru dari bawah.
Kontan Lusi berlari menghampiri. Dengan cepat ia menuruni tangga sampai badannya terhuyung dan,
Buk!
Lusi jatuh di atas badan seseorang. Alhasil keduanya merintih kesakitan."Lo nggakpapa?" terdengar suara Fero di telinga Lusi.
Lusi mendongak, "Fero?!" ia terlihat kaget.
Fero mengulurkan tangan, "Gue bantu berdiri."
Lusi menggenggam tangan Fero, "Makasih," ia berucap setelah berhasil berdiri.
"Gue nggak dibantuin, nih?" celetuk Rei yang masih tersungkur di lantai.
"Kakak berdiri aja sendiri," Fero terkekeh.
Lusi baru mengingat keberadaannya, ia benar-benar lupa jika baru saja menabrak Rei. Lusi segera meminta maaf.
"Nggakpapa. Gue mau kok ditabrak lagi," Rei berucap seraya berdiri.
"Mau gue colok pakai ini?" tiba-tiba Siska sudah berdiri di depannya.
Refleks Rei mundur satu langkah, "Santai, bercanda gue."
"Ya udah, sini ikutin gue. Waktunya makan malam," Siska berjalan menuju meja makan.
Lusi, Fero, dan Rei mengekor di belakang Siska.
Beberapa menit kemudian mereka selesai makan malam bersama.
"Kenyang banget perut gue. Ternyata lo jago masak juga, ya?" Rei mengelus perutnya.
"Baru tahu lo," Siska menanggapi, "oke, karena sekarang Zoey nggak bisa ke sini, kita rundingannya berempat aja tentang liburan tahun baru. Nggak sabar nih, gue!" Siska antusias.
Tunggu, apa?! Liburan tahun baru?! batin Lusi. Sungguh ia tak tahu hal ini sama sekali, bahkan sebelumnya Siska tak mengatakan apapun padanya.
"Ntar Zoey nggak tahu apa-apa dong!" Rei berpendapat.
"Bawel lo. Entar gue chat dia bisa kali, dia mah terserah apa kata gue," kata Siska.
"Oke kalau gitu. Terserah aja," Rei berujar.
"Tunggu," Lusi menyela, "liburan tahun baru, maksudnya kita berempat mau liburan bareng gitu?" Lusi menatap Siska.
"Tentu aja, itu bakalan seru. Kita bakal seneng-seneng di vila," Siska berbinar, "nggak cuma kita aja, nanti ada juga Zoey sama adiknya."
Lusi tercekat, tanpa sadar ia memainkan jemarinya.
Duh, nanti kalau gue salting mulu gimana? batin Lusi risau.
"Besok lo udah libur sekolah, kan?" Siska menanyakan.
Lusi mengangguk pelan.
***
Beberapa hari kemudian, hari yang direncanakan telah tiba, mereka berkumpul di rumah Zoey.
"Jadi rumah temen Kakak di sini?" Lusi bertanya setelah turun dari mobil.
"Iya, deket sama rumah Fero. Rumahnya gede tahu, keren lagi," kata Siska.
Lusi mengangguk, "Dia temen Kakak kerja?" tanya Lusi sembari mengeluarkan koper.
"Temen sekolah gue dulu. Dia cantik, dia juga punya adik cowok seumuran lo. Tapi gue belum pernah ketemu sih sebelumnya, cuma tahu dari Zoey aja," Siska menggeret koper miliknya.
Lusi mengekor di belakang Siska. Ia mengedarkan pandangan ke sekitar, langkahnya terhenti begitu melihat seseorang.
"Itu Santi bukan, sih?" Lusi memiringkan kepala, matanya memicing.
Dari kejauhan Lusi melihat Fero berjalan beriringan bersama Santi. Di belakang mereka ada Rei yang menggeret koper sambil memainkan ponsel.
"Iya, itu Santi. Dia juga ikut?" Lusi mengalihkan pandangan ke koper yang digeret Santi. Lusi tampak kecewa, padahal ia tak ingin melihatnya karena masih kecewa sekaligus kesal.
"Lusi?!" Siska berseru dari belakang.
Refleks ia menoleh dan berbalik, "Ya?" Lusi berjalan mendekat.
"Lusi cantik, ya?" Zoey menatap Lusi, ia sedang duduk di teras bersama Siska.
"Makasih, Kak," Lusi berucap.
"Iyalah, sama kayak gue," Siska terkikik.
"Ih, over banget PD-nya," Zoey menyenggol siku Siska.
"Biarin," Siska tersipu.
"Lusi duduk aja dulu, masih nungguin yang lain soalnya," Zoey menyuruh.
Lusi mengangguk lalu duduk di samping Siska.
"Eh, adek lo mana?" tanya Siska.
Zoey tiba-tiba tampak muram, ia ragu untuk menjawab, "Dia ... mungkin di jalan."
"Oh, iya. Gue lupa kalau kalian nggak serumah," Siska menepuk dahi.
"Bentar lagi dia datang, Kak," Fero menyela.
Lusi menoleh dan mendapati Fero sudah berdiri di dekatnya. Rei berdiri di belakang Fero sambil melambai. Sementara Santi menatap Lusi dengan seulas senyum di samping Fero namun, Lusi tak membalas senyumannya sebab tahu itu palsu.
"Hai, Kak?" Santi mengulurkan tangan pada Siska, "aku Santi, salam kenal."
Siska tersenyum, "Gue Siska, kakaknya Lusi. Lo temennya Fero, kan?"
"Iya, temen sekelas Lusi juga," Santi berucap.
Siska menyenggol siku Lusi, "Ciyee, yang ada temennya."
Lusi hanya tersenyum masam, sangat masam, tak ada kebahagiaan di wajahnya.
Bruuuum!
Suara motor terdengar.Semua mata menoleh ke sumber suara, mereka melihat seseorang mengemudikan motor Ninja berwarna hitam memasuki halaman rumah Zoey. Seseorang itu memakai helm, ia menghentikan motor itu, lalu membuka helm yang dipakainya.
Begitu melihat wajah orang itu mata Lusi membelalak, ia tak percaya dengan yang dilihatnya.
"Itu adek gue, dia beneran dateng!" Zoey tampak gembira.
Adik?! Lusi membatin, tanpa sadar ia menganga.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
I Choose You![COMPLETED]
Teen FictionSemuanya berawal dari sikap menyebalkan seorang Zen. Bagi Lusi, dia tak lebih dari seorang cowok yang sangat menyebalkan. Lusi memang tak mengenalnya, tapi Lusi tetap merasa terganggu dengan keberadaannya. Tapi setelah tahu sesuatu dari lelaki itu...