Halaman Dua Puluh Sembilan.

1.5K 403 43
                                    

9 Desember 2014,
Musim Dingin; Seoul

Jihoon bukan orang yang jujur. Aku tahu bahwa sejak awal ia sangat pandai berbohong. Ia berbohong padaku, ia berbohong pada dirinya.

Jihoon tidak akan datang ketika ia jatuh. Jihoon sebaliknya. Dia terlalu pandai menyembunyikan dirinya.

Aku tak bisa lupa bagaimana mata miliknya berubah menjadi semuram temaram. Mata ketika ia menatap tanah di taman bermain bersamaku. Mata yang memerah karena menahan tangisnya. Mata yang terpaku ke atas tanah lalu membuat seluruh tubuhnya jatuh berlutut di atas putih salju.

Mata itu tak pernah bisa berbohong. Mata yang sesekali memandangiku lekat, diam, kosong, tanpa bercerita.

Di hari itu, aku tak terluka sendirian. Jihoon sama hancurnya sepertiku. Ia kehilangan, ia ditinggalkan. Ia membunuh seseorang.

Jihoon tak baik-baik saja. Dan aku tahu benar adanya.

"This is my destiny
Don't smile on me
Light on me
Because I can't go to you
There's no name to call

You know that I can't
Show you me
Give you me
I can't show you my weakness
So I'm putting on a mask to go see you
But I still want you."

Jihoon menyematkan satu pasangan earphone-nya di telinga kiriku, ia menggumam seraya menyanyikan lirik lagu itu tepat di sebelahku. Presensinya menyedihkan.

"Kau tahu Woojin? Aku sedang bercerita padamu. Aku sedang menyampaikan ceritaku. Kau baru saja mendengarnya."

29; ia ada, tetapi juga tiada.

[Bosen ya aku update JW mulu?
Wkwk maaf ya, buku ini udah
ada alurnya sampe ending,
gampang nge-upnya heu.]

Jurnal Woojin; Tentang Jihoon✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang