Halaman Empat Puluh Dua.

1.2K 336 10
                                    

10 Agustus 2015, 03:28 AM.
Musim Gugur; Seoul.

Ada tiga tempat yang seharusnya kusambangi hari ini. Lomba tari, rumah sakit Jihoon, dan rumah sakit ibuku.

Aku justru stagnan menunggu detak jam dinding menuju pukul empat pagi. Ada satu sisi dariku yang memaksa untuk datang menunggu operasi itu, sebagian lain untuk janji yang harus kutunaikan, dan sebagian lain untuk janji lainnya.

Aku terlalu banyak berjanji, sekalipun aku tahu, satu atau justru ketiganya tidak akan bisa kupenuhi.

Jihoon menjadi pusat untuk semuanyaㅡyang tanpa kusadari juga menjadi pusat dari apa yang harus kulakukan terhitung sejak aku tidak memiliki tujuan lagi.

Pukul satu siang turun hujan.

Hujan di musim gugur selalu menjadi pertanda buruk. Aku tahu, keputusan paling bodoh yang kubuat adalah datang untuk lomba tari bodoh itu dan memenangkan piala nomor dua. Aku bukanlah yang pertama. Mungkin upayaku menari tanpa tidur seharian tidaklah terlalu buruk.

Aku berlari menuju rumah sakit dengan perasaan kacau yang sangat menjengkelkan. Aku gugup, ketakutan, ada golakan besar yang memaksaku untuk datang dan memastikannya sendiri.

Rasa sesalku menjadi semakin besar ketika aku tahu bahwa aku belum bisa mengunjungi Jihoon di saat paling mengerikan itu.

Operasi itu berhasil, kata ibunya.

Kuharap aku bisa percaya. Ada terlalu banyak hal yang belum sempat kutanyakan padanya. Terutama alasannya memberikanku buku catatan bersampul putih yang dititipkan pada ibunya.

42; ketika ia tertawa, matanya membentuk bulan sabit.

Jurnal Woojin; Tentang Jihoon✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang