Halaman Tiga Puluh Tujuh.

1.3K 369 51
                                    

25 Juli 2015,
Hujan; Seoul.

Suara hujan di luar jendela menciptakan suasana khidmat yang menyedihkan. Di sini, aku menatap kaca dengan guci sewarna abu gelap yang berada di dalamnya, di balik kaca itu tertata dua buah foto yang berbeda. Satu foto dengan potret ayah dan ibu bersama dua orang anak laki-lakinya. Sementara pada foto yang lain, dua orang anak laki-laki yang sama terlihat saling berhadapan dan tertawa sumringah.

Aku hanya mengenali satu di antara keduanya. Aku hanya mengenali satu senyuman di balik potret kaca itu. Tetapi rasanya, aku seperti mengenali keduanya. Rasanya ... aku sedang mengunjungi kawan lama yang tak pernah lagi kutemui bertahun-tahun.

Wajah-wajah itu terasa familiar. Pakaian yang mereka kenakan, dua buah topi boneka yang bertengger di kepala bocah kecil itu agaknya pernah kutemui di satu waktu. Merasa kukenali.

Aku mencoba mengingatnya, hingga suara Jihoon menginterupsiku dari arah belakang selepas ia memanjatkan doa.

Jihoon tersenyum sarkas, lantas membuang pandangannya pada obyek yang sama.

"Tentang adikku, aku yakin kau pasti sudah mengenalinya. Aku tak perlu memerkenalkannya lagi, kan? Salam kenal, Woojin. Atas nama adikku."

37; aku tak terluka sendirian.

Jurnal Woojin; Tentang Jihoon✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang