Halaman Tiga Puluh Enam.

1.4K 381 56
                                    

18 Juli 2015,
Musim Panas; Seoul.

"Hei, aku tahu kau pasti akan bersembunyi di sini dan menangis sendirian."

Suara itu datang dari arah belakang pundakku yang memanas, yang kuingat, cahaya matahari menerpa rambutnya dari tembok tinggi tempatnya duduk bersila. Jihoon, aku tidak perlu berbalik untuk tahu siapa pemilik suara itu.

"Kau tahu apa yang dikatakan ibumu padaku kemarin? Dia takut, Woojin. Ibumu takut, ketakutan terbesarnya ada padamu. Dia takut kehilangan lagi, dia takut hancur berantakan lagi. Dia takut ditinggalkan. Percaya padaku, tidak ada seorang ibu yang membenci anak-anaknya, Woojin. Tiap kali ibumu melihatmu, dia harus menghadapi ketakutannya. Dia harus bertemu masa kelamnya. Karena ibumu tahu, ada satu yang tinggal di sini, dan ada satu yang harus menghilang."

"Woojin, aku mengajakmu bertemu ibumu untuk menghadapi ketakutanmu. Kau takut, sama seperti ibumu. Kau hanya tidak ingin menghadapi itu."

"Setelah melihatmu kemarin, aku sadar bahwa aku benar-benar hebat untuk bisa sampai di sini. Aku bisa menemuimu hari ini. Aku bisa menghadapi rasa takutku, aku bisa meninggalkan diriku di masa lalu. Aku juga bisa menemui ibuku. Seharusnya tidak ada takaran untuk rasa takut, baik aku, atau kau. Tapi yang kutahu, jika aku bisa menemui kematianku sebelum aku menjemputnya sendiri, aku sudah benar-benar bekerja keras. Kau tahu, Woojin? Kau tidak bisa mengenali aku. Ibuku pun begitu."

"Kau bisa, Woojin. Aku percaya padamu."

Aku menuliskan ucapannya hanya agar aku tak lupa bahwa Jihoon senang bermain teka-teki. Tubuhku memanas, mencerna satu-satu potongan cerita tentang masa lalunya.

Sama sekali tidak membantu, Jihoon hanya membuatku semakin kacau hari ini.

36; ia adalah pemilik ceritanya sendiri.

[A/N: Aloha! Kajins mau
hiatus 2-3 minggu.
Jadi sampai ketemu
di bulan Juli.🌚🌚]

Jurnal Woojin; Tentang Jihoon✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang