i wanna kiss your smile until the pain (JunHao)

2.1K 151 23
                                    

Disclaimer: seluruh tokoh milik agensi dan keluarga masing-masing. Tidak mengambil keuntungan apa pun dalam membuat fanfiksi ini. Dibuat untuk senang-senang

Pair: Junhui/Minghao

Selamat membaca...

.

i wanna kiss your smile until the pain

.

Rembulan tengah tampil cantik di atas langit, maka jangkrik menjadi pengiring musik di malam hari yang dingin.

Laki-laki berupa manis itu masih diam tergugu di dalam kamar. Ia duduk, menghadap jendela—wajahnya bersinar akibat pantulan sinar bulan di luar sana. Wajahnya seakan mengisyaratkan sesuatu; tidak dapat didefinikasikan. Jari lentiknya mengetuk kursi kayu yang sedang ia duduki. Bibir tipis merah muda yang selalu menjadi dambaan para wanita kini tak lagi tersenyum. Afeksi dalam dirinya menghilang seketika—ekspresinya mencoba untuk beradaptasi dengan suasana hati, namun nyatanya tidak bisa. Ia malah merasakan alienasi dalam dirinya. Tidak dapat terealisasi, kini sorot matanya hanya ingin mencari kebebasan di pijaran langit biru.

Ia hanya sedang menunggu seseorang.

Suara kenop pintu terdengar, seperti ada yang membukanya. Decitan langkah kaki yang bergesek dengan lantai kayu kini semakin menggema dalam kamar yang sunyi. Lampu kamar yang sengaja dipadamkan membuat suasana sepi semakin membara. Laki-laki itu hanya tersenyum tipis—hatinya terasa lega. Kini afeksinya mulai terlihat; ia senang. Jarinya berhenti mengetuk kursi. Tubuh ringkihnya dipaksa untuk bangkit, siap memberi sapa sayang.

"Selamat datang, Wen Junhui gege. Aku merindukanmu." Xu Minghao tersenyum. Wajahnya manis dengan kulit seputih salju.

Yang disapa hanya berlalu lalang, tidak memasang ekspresi apa pun. Menganggap Minghao hanya butiran debu yang bisa terhempas kapan saja. Jaket tebal dikaitkan pada penggantung kamar, lalu masuk ke dalam kamar mandi. Minghao masih setia berdiri dalam diam. Sudah lama ia menunggu, namun yang ia tunggu tak menghiraukan. Ia hanya tersenyum dan berpikir positif; mungkin saja Junhui kelelahan. Pekerjaan kantor memang sering membuat penat kepala. Minghao sadar—Junhui tidak membawa handuk. Segera ia berjalan menuju lemari—mengambil apa yang dibutuhkan sang suami.

Minghao mengetuk pintu kamar mandi dengan lembut, "Gege, kamu lupa membawa handuk."

Pintu terbuka; menampakkan separuh tubuh Junhui yang sudah terciprat air hangat. Mengambil handuk di tangan Minghao dengan asal, lalu menutup pintu dengan kasar. Lagi-lagi, Minghao hanya mampu tersenyum. Afeksi dalam wajah terlihat begitu senang—namun dalam hati sebenarnya ia menangis. Apa ada yang salah dengannya saat ini? Sudah beberapa minggu Junhui bersikap acuh tak acuh. Kini dirinya hampa; merasakan alienasi begitu teramat dalam.

Tidak apa.

Ia berusaha tegar. Tersenyum lembut—dengan setetes air mata yang mulai berjatuhan di pipi mulusnya.

.

"Apa gege akan pulang larut lagi?" Minghao bertanya sembari membuka celemek. Ia memasak sarapan untuk sang suami. Baunya begitu harum dalam indra penciuman.

Junhui terlihat begitu terburu-buru. Memasangkan dasi dengan begitu asal. Ia terlihat frustasi. Minghao segera berjalan—berinisiatif untuk membantu suaminya. Dengan begitu lembut, jari-jemarinya melingkar pada leher Junhui. Memasangkan dasi merah marun sembari tersenyum; yang mana dapat membuat hati menjadi tentram dan damai. Junhui hanya diam, ia tidak berkomentar apa pun. Pandangannya beralih ke arah lain (yang pasti untuk saat ini, ia tidak ingin menatap wajah Minghao).

SEVENTEEN COUPLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang