PETRUS (CheolSoo)

1.2K 90 10
                                    

Disclaimer: seluruh tokoh milik keluarga dan agensi. Tidak mengambil keuntungan apa pun dalam fanfiksi ini. Dibuat hanya untuk senang-senang

Main pair: Seungcheol/Jisoo 

Selamat membaca...

.

PETRUS

.

Kunang-kunang mulai menampakkan wujud, di sepijar langit jelata.

Gelap, hitam, dan sunyi. Hanya bunyi jangkrik yang setia menggema menemani keheningan malam. Kunang-kunang berpencar mencari celah—menyinari rumput hijau yang tak terlihat ketika malam tiba (atau mungkin saja, barangkali para kunang-kunang pun merasa butuh objek untuk disinari). Sinar bulan kini mendominasi dunia; hanya satu, semua tertuju padanya ketika kegelapan datang menghampiri. Kini, sang rembulan sedang menjadi raja—sinarnya memantul ke berbagai arah. Salah satunya masuk ke dalam sebuah rumah di pedesaan. Masih nampak masih apik untuk beberapa tahun lamanya. Temperatur suhu begitu dingin ketika menerpa pori-pori kulit yang telanjang. Memaksa masuk hingga membuat menggigil. Jisoo semakin mengeratkan mantel yang ia kenakan. Hari ini ia akan menginap di Busan untuk beberapa hari ke depan. Di sini adalah kampung halaman sang ayah.

Rumah kayu pun tidak banyak berubah—ya, ada beberapa yang dibongkar oleh ayahnya; dikarenakan kayu yang dulu sudah reyot dimakan rayap. Rumah ini adalah peninggalan kakek dan neneknya. Jisoo menaruh koper di dalam kamar. Nyaman, bau kayu jati begitu terasa hingga menusuk hidung. Menyenangkan, tidak adanya hiruk-piruk kota yang menyesakkan (yang biasa ia lihat di Seoul). Di tempat ini, Jisoo akan memanjakan otaknya; membuang masalah skripsinya yang ada di kota, lalu mulai bersenang-senang. Bibirnya melengkung ke atas, otaknya sudah merangkai beberapa kegiatan yang akan ia lakukan untuk seminggu ke depan.

Kakinya kembali melangkah turun ke bawah, ibunya memanggil untuk makan malam.

"Dulu, ayah sering bermain lumpur dengan teman-teman di dekat sungai."

Sang ayah terus-menerus bercerita tentang masa kanak-kanak yang menyenangkan. Sesekali Jisoo mengomentari kelakuan di masa lalu ayahnya. Tawa mereka melebur menjadi satu—membuat rumah kayu terdengar sedikit berisik.

"Oh iya, ayah ingin menceritakan kepada kalian tentang Petrus."

Jisoo menatap ke arah sang ayah sembari mengunyah makanan yang sedang dicerna di dalam mulut, "Petrus?"

"Ya, Petrus. Dulu, ketika ayah masih remaja—ya, mungkin sekitar umur delapan belas tahun. Di kawasan ini terkenal dengan Petrus."

"Petrus itu apa?"

Ayah menghentikan kegiatan makannya, Menaruh sendok dan garpu di sisi piring. Wajahnya mendadak serius, "Petrus itu... seorang pembunuh."

"Apa dia teman ayah?"

"Tidak. Tidak ada yang tahu siapa itu Petrus. Entah orang asing atau bukan, yang kami tahu—dia pembunuh."

Suasana mendadak menjadi hening. Jisoo serta sang adik sibuk memperhatikan cerita sang ayah. Di luar, mungkin para jangkrik juga sedang mendengarkan kisah yang—bisa dikatakan sangat melegenda di daerah kampung halaman mereka.

"Tapi... Petrus itu tidak bisa dikatakan orang jahat juga. Ya, karena dia hanya membunuh orang-orang jahat; macam rampok, preman-preman pemeras uang orang lain, pemerkosa, dan lain-lain. Bisa dibilang, ketika zaman ayah remaja, Petrus bisa dikatakan sebagai pahlawan."

"Tapi tetap saja, dia membunuh seseorang. Dia bukan orang baik." Jisoo menyahut. Memberi komentar pada cerita sang ayah.

"Ya, tidak ada yang tahu dia orang baik atau bukan. Tidak ada yang tahu."

SEVENTEEN COUPLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang