the first time that you kissed me (VerKwan)

1.3K 85 18
                                    

Disclaimer: seluruh tokoh milik keluarga dan agensi. Tidak mengambil keuntungan apa pun dalam membuat fanfiksi. Dibuat hanya untuk senang-senang

Pair: Vernon x Seungkwan

Selamat membaca...

.

[the first time that you kissed me]

Seungkwan akan selalu mengingatnya

.

Di belakang rumah, Seungkwan termenung sesaat.

Tumpukan berkas penelitian membuat matanya lelah. Sudah berjam-jam ia berkutat pada pekerjaan. Beruntung ia memiliki halaman belakang rumah yang begitu asri; terdapat pohon, rumput hijau, bunga-bunga yang menghiasi pemandangan. Coba saja jika halaman belakang rumahnya kotor dengan sampah—bisa-bisa pria itu menjadi gila. Cukup, cukup pekerjaannya saja yang membuat jiwa dan raga jadi gila—halaman rumahnya jangan.

Jam tangan di tangan melingkar dengan indah. Seungkwan berulang kali menatap—waktu berlalu begitu cepat. Pria itu bertambah gelisah karena pekerjaannya belum selesai hingga hampir senja. Bahkan ia ingat belum memasak untuk makan malam. Sial—Seungkwan terus mengumpat dalam hati; ini semua karena Seokmin yang mengambil cuti untuk beberapa minggu ke depan. Dan, jadilah pekerjaan yang seharusnya dikerjakan oleh Seokmin kini dipegang oleh Seungkwan.

Tapi, bukan Boo Seungkwan namanya jika tidak bisa menyelesaikan masalah. Ia bahkan bisa menyelesaikan masalah rumah tangga antara Soonyoung dan Jihoon—masa hal seperti ini saja dia tidak bisa? Seungkwan menyemangati diri sendiri. Tangannya bekerja tiga kali lebih cepat dari sebelumnya.

Tanpa sadar, Seungkwan merasa tengkuknya basah.

"Santai saja. Jangan terburu-buru."

Ah, suara ini. Seungkwan tidak asing. Bibirnya melengkung ke atas, "Kamu sudah pulang?"

Hansol Vernon Chwe berdiri di belakang Seungkwan. Ia tersenyum—masih senang mengecup tengkuk Seungkwan yang membuat candu, "Sudah."

Seungkwan tersenyum. Pria di belakangnya—oh, atau sebut saja suaminya? Suaminya yang begitu tampan, gagah, dan romantis. Hansol duduk di kursi sebelah Seungkwan—mata cokelatnya menatap tumpukan pekerjaan sang suami, "Masih banyak?"

Hansol bertanya. Seungkwan hanya menganggukkan kepala, "Ya. Sebenarnya ini bukan pekerjaanku—ini pekerjaan Seokmin."

Ah. Hansol paham. Ia ingat jika Seokmin mengambil cuti untuk bulan madu bersama sang suami cantiknya—Hong Jisoo. Hansol merasa kasihan dengan sang suami yang harus bekerja lebih keras, sedangkan Seokmin jauh di sana tengah menikmati indahnya malam pertama dengan Jisoo. Hansol jadi ingat malam pertamanya dulu dengan Seungkwan—ekhm, saat itu adalah hari bersejarah dalam hidupnya.

"Aku masih ingat." Seungkwan tiba-tiba berucap, membuyarkan lamunan Hansol tentang bagaimana panasnya kegiatan malam pertama mereka dulu.

Teh (yang awalnya hangat) disesap perlahan—airnya masuk membasahi faring. Seungkwan menatap matahari yang mulai terbenam, "Aku ingat pertama kali kamu menyatakan perasaan padaku."

Hansol menatap Seungkwan. Satu kata yang bisa ia katakan; indah. Wajah Seungkwan adalah keindahan dunia. Ia ingat dulu saat masih zaman kuliah—menyatakan perasaan pada sosok Boo Seungkwan adalah hal yang gila; karena pada saat itu (sekarang pun sama) sifat Seungkwan yang begitu gila dan terlalu hiperaktif—yang membuat pria dan wanita mana pun yang melihatnya akan mundur meski boleh dikata Seungkwan memiliki wajah yang cantik. Seungkwan gila, maka Hansol lebih gila lagi karena menyatakan perasaan pada sosok pria gila maniak makanan.

Jika mengingat itu, Hansol dan Seungkwan ingin tertawa.

"Ah, aku ingat." Hansol terkekeh sejenak. Matanya ikut memandang langit, "Aku bahkan masih ingat bagaimana aku menciummu."

Seungkwan tersenyum. Masih terbayang di benaknya ketika mereka menjalin kasih—Seungkwan yang begitu kolot akan hal-hal romantis terkejut bukan kepalang ketika Hansol mengecup lembut bibirnya di bawah matahari terbenam. Seungkwan hanya bisa melebarkan mata saat itu—dan Hansol begitu senang karena bisa membuat kekasih gilanya terdiam sesaat.

"Lembut dan manis. Kelembutan bibirmu yang menyapu bibirku, dan juga manis karena kamu melakukannya ketika matahari terbenam." Seungkwan terkekeh. Matanya kini mulai menatap ke arah sang suami.

Hansol menatap mata Seungkwan—masih sama; masih cantik, indah, dan membuatnya terlena. Wajah mereka semakin dekat—lalu bertepatan dengan tenggelamnya mentari, bibir mereka saling bertautan. Tangan Seungkwan yang memegang lembut leher Hansol—dan tangan besar Hansol yang memeluk pinggang sang suami. Hansol merasa takjub dengan Seungkwan—di umur mereka yang sudah kepala tiga, pria itu masih saja terlihat awet muda. Dan juga, tubuh suaminya semakin hari semakin bagus—padahal Seungkwan sudah melahirkan dua anak.

"Dad. Mom."

Panggilan itu, membuat keduanya melepas tautan. Hansol dan Seungkwan melihat ke samping; di sana ada dua anak laki-laki mereka—Seonho Chwe dan Samuel Chwe. Buah hati mereka berdua. Seonho begitu mirip dengan Seungkwan; warna rambut, tingkahnya yang begitu berambisi dan berapi-api. Sedangkan Samuel mirip sekali dengan Hansol; warna mata, warna rambut, sifat yang kalem, cerdas.

Seungkwan memanggil kedua anaknya untuk bergabung. Ia terkekeh sejenak ketika menyadari si bungsu Seonho menutup mata karena melihatnya berciuman dengan Hansol, "Hei, sudah bangun?"

Samuel mengangguk, "Ya, mom. Seonho kelaparan."

Hansol tersenyum. Lalu diusap lembut pucuk kepala Samuel dan Seonho secara bergantian, "Kalau begitu lebih baik kita masuk—lalu makan."

Seungkwan mengangguk. Pekerjaan bisa dibereskan besok. Kini saatnya menghabiskan waktu bersama dua jagoan kecilnya dan juga sang suami tercinta. Keluarga bahagia itu masuk ke dalam rumah. Seungkwan sedikit menengok ke belakang—menatap matahari yang sudah tenggelam. Sedikit mengulas senyum ketika bayangan Hansol dulu mengecupnya untuk yang pertama kali.

Bagaimana pun juga, Seungkwan akan selalu mengingatnya.

.

the end

Cirebon, 11 Juni 2019 - 21:50 PM

edited

Cirebon, 20 Juni 2019 - 16:35 PM

SEVENTEEN COUPLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang