Jangan ragu aku. Ragu saja dirimu.
***
Ragu. Satu kata yang menunjukkan ketidak-tetapan hati dalam mengambil keputusan, menentukan pilihan, dan lain sebagainya. Atau dengan kata lain, ragu itu bimbang.
Sayang, ragu bukan hanya berarti demikian. Ragu juga merupakan istilah yang sama dengan sangsi.
Sayangnya pula, meski berasal dari satu kata yang sama, namun bimbang dan sangsi memiliki tingkatan ragu yang sangat berbeda.
Dibandingkan bimbang, sangsi atau yang sederhananya dikatakan kurang percaya itu nyatanya lebih menyakitkan.
Katakan saja ragumu itu berarti bimbang untuk menetapkan pilihan, aku baik-baik saja. Namun, jika ragumu itu kurang percaya untuk menetapkan pilihan, aku tidak baik-baik saja. Aku bersungguh perihal itu.
Tetapi, setidaknya itu lebih baik dibandingkan jika kamu mengatakan bahwa akulah yang meragu. Aku? Meragu? Meragu yang seperti apa maksudmu? Sebatas bimbang? Ataukah sudah mencapai sangsi?
Apapun itu, jelas sudah kukatakan sejak awal. Jangan ragukan diri ini. Ragukan saja dirimu. Cukupkanlah dengan itu. Karena raguku bukanlah urusanmu. Tetapi ragumu, itu jelas urusanmu.
- Fetch -
09.01
Qiandra nekat masuk melalui pintu depan. Ia terkejut saat melihat penataan lukisan-lukisan yang dipajang di ruangan itu. Terlebih lagi, sebuah lukisan yang baru dilihatnya hari ini, yang terletak di tengah-tengah ruangan itu.
Entah siapa yang membuat lukisan itu. Tetapi sungguh, lukisan itu terlihat sangat familiar untuk Qiandra. Ia mencari-cari siapa yang kira-kira bisa ditanyainya tentang lukisan itu.
Saat ia mengingat siapa yang bertanggung jawab untuk penataan lukisan-lukisan ini, ia mengetahui jawaban atas pertanyaannya.
Ia kembali melihat lukisan dihadapannya itu. Bukan sekedar melihat. Ia memerhatikannya dengan seksama. Melihat sudut pandang lainnya dari lukisan itu. Melihat bagian tersembunyi, yang tak terlihat secara lintas lalu oleh indera penglihatan ini. Bagian yang ingin pelukis tunjukkan seharusnya.
Napas Qiandra tercekat. Matanya membulat dengan sempurna. Tangannya mengepal kuat. Titik-titik keringat bermunculan di dahinya. Sakit itu menyeruak keluar bersama dengan segala ingatan pahit yang bertahun-tahun lamanya ia kubur.
Lukisan itu, kenangannya lima tahun lalu.
"Patra," gumam Qiandra pelan. Ia mengedarkan pandangannya ke segala sisi ruangan. Di saat yang sama itu juga barulah Qiandra menyadari bahwa tidak ada orang lain selain dirinya di dalam ruangan itu.
Ia melihat waktu yang ditunjukkan di jam tangannya. Sudah berlalu lima belas menit dari waktu seharusnya pameran lukis ini dibuka.
Dimana semua orang?
Kalimat itulah yang terngiang-ngiang dipikiran Qiandra hingga suara pintu terbuka berhasil mengalihkan pandangannya.
Lelaki itu. Dia datang. Hati dan otak Qiandra benar-benar beradu saat ini. Ia pernah melangkah kepada laki-laki itu, lalu sadar dan melepasnya. Ia ragu. Benar, ia bimbang. Haruskah ia melangkah sekali lagi? Ia meragu. Bukan. Bukan hatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
FETCH [Completed]
RomanceMenghilang adalah keahlianmu. Keahlianmu tentu bukan keahlianku. Aku tak ahli menghilang. Aku juga tak ahli mencarimu. Alih-alih mencari, melihatmu saja sudah hampir di ujung garis nihil. Kamu adalah sosok yang terlalu misterius namun tak juga musta...