Karena sehabis terluka oleh banyak hal kita membutuhkan tenaga lebih banyak lagi untuk berusaha. Usaha mengobatinya.
***
Seperti layaknya anak kecil, saat mereka sakit karna jatuh setelah mecoba mengendarai sepeda kecilnya, saat mereka menangis hanya karena mainan mereka rusak, atau saat mereka terus merengek untuk dibelikan sekedar permen yang harganya sangat murah. Seperti itu pula aku terhadapmu.
Sekalipun kamu terus mencoba untuk membuatku kesakitan, menangis, dan rapuh, aku akan tetap bangkit, mengusap setiap tetes air mata, dan menghapus kesedihan itu. Tak peduli berapa kalipun kamu hendak memberikan luka pada perasaanku hingga seluruh hidupku, aku akan tetap berusaha.
Usaha untuk mengobati luka itu.
- Fetch -
Qian memiliki mood yang sangat baik pagi ini. Ia baru saja keluar dari kantor dosen usai bertemu dengan ibu Ratna. Ibu Ratna menyarankan agar galeri milik Qian itu kembali beraktivitas, dengan janji untuk membantu Qian dalam mempromosikan galerinya.
Memang sudah hampir empat bulan galeri milik Qian tidak dibuka untuk umum. Walaupun kecil-kecilan, tetapi galeri yang berisi lukisan-lukisan milik Qian tersebut cukup kaya pengunjung dan pembeli.
Namun, kesibukan untuk menyelenggarakan pameran di kampusnya baru-baru ini membuatnya jarang untuk mengontrol galerinya hingga ia menutup sementara, yang justru berlanjut sampai saat ini. Penghasilan dari galerinya itu jugalah yang membantu biaya perkuliahannya selama ini.
Tetapi senyum kebahagiaan di wajah Qian menipis saat kedua matanya bertubukan dengan bola mata Dheo yang tengah berada di dalam kelasnya.
Qian memutuskan tatapan itu terlebih dahulu dan ia justru mendapati Meirlin juga tengah menatap keduanya dengan tatapan yang membuat Qian hendak berjalan melewati Dheo. Namun tangan Dheo cukup kuat untuk mencegat langkahnya.
Qian menatap Dheo dan tangan yang melingkar di lengannya bergantian hingga Dheo melepaskan kaitan tangannya.
“Maaf gue cuma mau balikin kunci rumah lo,” ucapnya seraya memberikan kunci dengan gantungan menara Eiffel pada Qian.
Sontak semua orang disekitar mereka yang dipimpin oleh Tio meyoraki keduanya. “Cie, ada apaan nih, kok sampe kunci rumahnya Qian ada di Dheo?"
"Eeaaa"
"Kiwkiwkiw"
"Uhuy"
"Ehem..."
Dan segala bentuk sorakan dan siulan lainnya sungguh berhasil membuat Meirlin di sudut sana tersenyum getir, menghapus setitik air mata di pipinya.
Sayang, kali ini justru tidak ada yang memperhatikan Meirlin sedetikpun.
Dheo tampak santai menanggapi sorakan teman-temannya itu, berbanding terbalik dengan Qian yang tampak tegang yang rasanya ketegangannya itu sudah mencapai voltase maksimum dan siap untuk meledak.
“Gue udah biasa main di rumah Qian sampe tuh anak ketiduran dan lupa ngusir pulang gue plus kunci pintu rumahnya sendiri. Jadinya ya gini,” ungkap Dheo sambil menunjukkan smirknya pada Qian.
“Nasib lo emang gitu banget ya, De,” balas Tio sambil terus mengganggu Qian.
”Apaan emang?” Tanya Dheo balik.
“Calon satpam rumahnya Qian. Eeaaa!” sahut Tio sambil berjingkrakan tidak jelas.
“Calon satpam hatinya juga boleh kan ya,” ujar Dheo asal, namun berhasil menimbulkan semburat merah di pipi Qian.
KAMU SEDANG MEMBACA
FETCH [Completed]
RomanceMenghilang adalah keahlianmu. Keahlianmu tentu bukan keahlianku. Aku tak ahli menghilang. Aku juga tak ahli mencarimu. Alih-alih mencari, melihatmu saja sudah hampir di ujung garis nihil. Kamu adalah sosok yang terlalu misterius namun tak juga musta...