14. Gangguan

886 69 19
                                    

Jangan melakukan apapun padaku. Kamu tahu sendiri, semua itu menggangguku.

***

Banyak gangguan-gangguan yang akan kita alami selama kita hidup di dunia ini. Tak terkecuali pada hidupku. Gangguan pada diri akibat kesalahan diri sendiri, atau pun gangguan dari orang lain.

Jujur saja, salah satu dari jutaan gangguan-gangguan yang aku dapati adalah kamu dan kehadiranmu.

Kamu datang entah dari mana, entah kapan itu, entah pula untuk apa. Aku tak tahu, bahkan tak mau tahu. Terlalu naif. Ya, aku sadari bahwa aku terlalu naif untuk bisa mengatakannya.

Aku bertindak seolah tak menginginkan semua yang sudah kamu lakukan padaku. Sayangnya, aku tak sepenuhnya seperti itu. Aku hanya merasa semua yang kamu lakukan dan berikan padaku itu benar-benar menggangguku.

Senyummu, perhatianmu, dan dirimu. Semua itu sangat mengganggu.

Jangan bertanya mengapa. Karena aku tak ingin mengatakan jawabannya. Kamu hanya cukup tahu bahwa kamu benar-benar adalah gangguan untukku dan hatiku.

- Fetch -

"Makasi banget buat hari ini, Pat," ucap Qian sambil mengantar Patra ke mobilnya.

"Kamu yakin nggak pulang sama aku aja?" Tanya Patra.

Qian tertawa kecil. "Terus motor aku gimana dong? Lagian kamu juga harus ketemu temen kamu katanya tadi,"

Patra menganggukkan kepalanya paham. "Ya udah kalo gitu gue balik duluan. Jangan pulang malem-malem, Qiandra," tutur Patra sambil masuk dan melajukan mobilnya.

Qiandra menarik napas legah. Entah mengapa hatinya sudah dapat berbaikan dengan otaknya. Ya, khusus untuk Patra tentunya.

Waktu baru menunjukkan pukul tujuh malam. Qian masuk kembali ke dalam galerinya. Ia melakukan hal yang sudah lama sekali tidak ia lakukan di dalam galerinya itu. Ya, melukis.

Mulai dari menggambar sketsa sederhana. Ia lalu menyapukan kuas di kertas lukisnya. Senyumnya tak pernah luntur selama ia melukis. Sangat jarang bagi seorang Qiandra Putri. Tetapi yang selalu saja terjadi jika ia sudah mulai melukis adalah lupa waktu.

Ia melirik jam tangannya dan terkejut. "Udah jam setengah sebelas. Gila, malem banget. Kebiasaan deh Qian," ucapnya pada diri sendiri.

Segera ia meringkas peralatan-peralatan lukisnya dan masih sempat melihat lukisannya yang belum selesai. Ia tersenyum puas melihatnya.

Sebenarnya itu bukan lukisan yang luar biasa. Hanya lukisan sederhana. Dua gelas kopi dan tiga Muffin cake. Namun, Qian membuatnya terlihat indah sekali.

Qiandra meninggalkan galerinya. Ia melajukan motornya dengan kecepatan rata-rata hingga tiba di rumahnya. Ia memarkirkan motornya di garasi rumah. Saat ia masuk ke dalam rumahnya, ia bahkan tidak sempat mengucapkan salam atau sebagainya. Ia dikejutkan dengan pemandangan di depannya.

"Papa !" Teriaknya lalu tubuhnya meluruh ke lantai. Tubuhnya bergetar, bahunya terguncang. Air matanya sudah menggantung di pelupuk matanya. Keringat dingin mulai memenuhi tubuhnya. Matanya bahkan tak berkedip.

Ayahnya yang sudah sekian lama tak pernah pulang ke rumah, kini ia dapati di rumah dengan keadaan tak berdaya di lantai. Itulah pemandangan yang membuat Qian ketakutan. Ditambah lagi hari yang sudah di tengah malam ini.

Ia menggeser tubuhnya mendekati ayahnya yang sudah terkujur itu. Ia memegang pergelangan tangan ayahnya, berusaha mencari denyut nadi di sana. Denyut itu masih ada. Ia membuang napas kasar. "Masih ada. Hp di mana?" ucapnya sambil mencari ponsel di tasnya masih dengan tangan yang bergetar.

FETCH [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang