31. Pahit yang Terkuak

806 51 20
                                    

Ada baiknya kamu tidak perlu mencari tahu apa, mengapa, dan siapa atas masalahmu. Karena akan selalu lebih baik bila kamu mencari cara mengatasi masalahmu.

***

Hari ini, di hari yang baru. Bukannya menuju ke kampus, Qian justru membelokkan motornya ke jalan lain yang menuju galeri kecilnya berada. Jika kalian mengira Qian malu atau takut dipergunjingkan di kampusnya, kalian salah besar. Seperti yang kita tahu bersama, Qian bukan perempuan selemah itu.

Menghindar juga bukan kata yang tepat untuk mendefinisikannya. Qian hanya tidak ingin bertemu siapapun saat ini. Ia ingin menyendiri, tanpa satu orang pun yang akan memengaruhi pemikirannya.

Ia yakin Meirlin, Tio, dan teman-teman di kelasnya akan mempeributkan perihal pihak yang menyebarkan berita tentang mamanya. Atau tentang motif pelaku dan sebagainya.

Jujur saja, Qian juga sangat ingin tahu tentang itu. Namun, membayangkan akan banyak nama yang akan disebutkan dan dimungkinkan menjadi tersangka saja Qian sudah pusing duluan.

Maka dari itu, hari ini ia memilih menghabiskan waktu sendirian di galerinya. Sekaligus juga memulai untuk memikirkan konsep lukisan-lukisan selanjutnya.

Perihal daftar hadir, tidak usah kalian pikirkan. Karena Qian saja tidak memusingkannya sama sekali. Ya, tenang saja. Dunia perkuliahan jelas berbeda dengan dunia sekolah. Daftar hadir setiap mata kuliah itu berbeda-beda. Jadi tenang saja, Qian juga hitung-hitung kok kalau mau bolos. Intinya, tidak boleh lewat tiga kali absen untuk setiap mata kuliah.

Terlebih hari ini, hanya satu mata kuliah. Dan baru satu kali Qian absen dimata kuliah ini. Jadi, masih selamatlah. Kata orang hidup itu harus santai dan dinikmati. Maka beginilah jadinya. Maklumi saja si Qian ini.

Akhirnya Qian sampai dengan selamat di galerinya. Rasanya sudah cukup lama juga Qian tidak mengunjungi gedung berukuran enam kali delapan itu. Ya, walau hanya gedung kecil, namun Qian menjadikan tempat itu markas rahasianya sejak dulu. Ia merawatnya sendiri.

Debu-debu sudah mulai menghinggapi beberapa lukisan terbaiknya yang ia pajang, juga sofa dan meja yang ada di sana.

Sepertinya membersihkan ruangan kecil ini mampu menghilangkan stress yang ada di kepalanya. Segera Qian melepaskan dan menggantung jaket jeansnya ke salah satu paku yang tertancap di dekat pintu.

Ia lalu menghubungkan handphonenya ke speaker yang memang selalu ada disana menemaninya selama ini. Lagu Way Back Home milik Shaun itu langsung terdengar menggemakan ruangan tersebut.

Dengan telaten dan seperti sudah terbiasa, Qian membersihkan lukisan-lukisannya itu satu per satu. Hingga sampai dilukisan terakhirnya, ia terhenti sesaat. Lukisan itu adalah hasil dari imajinasi Dheo yang terpaksa Qian lukis karena paksaan Dheo.

Lukisan itu sudah lama sekali. Ia ingat lukisan itu berhasil ia selesaikan tepat sehari sebelum ujian nasional berlangsung.

Aneh kan? Bukannya belajar, Qian justru menghabiskan hari minggunya saat itu dengan melukis. Yah, mau dikata apa lagi Qian ini juga tidak bisa. Jadi mari kita pahami saja.

Qian menghela napas berat. Ia menurunkan lukisan absurd itu. Lukisan yang akhirnya menuntun dirinya berhasil masuk ke jurusan seni lukis saat ini.

Qian mengelap ujung sisi-sisi kanvas itu. Namun saat dibaliknya kanvas itu, Qian terkejut. Bukan debu atau jaring laba-laba yang ditemuinya. Namun sebuah tulisan yang sudah pasti Dheo yang menuliskannya.

Ia mematung. Kalimat itu adalah maksud dibalik lukisan yang Dheo minta. Lukisan sebuah rumah sederhana dengan pintu dan jendela yang terbuka.

Selamanya aku akan jadi tempat berpulangmu.

FETCH [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang