Kita adalah sepasang sepatu, dan cinta adalah kaki yang menggunakannya.
***
Kata Tulus, "Kita adalah sepasang sepatu. Selalu bersama, tak bisa bersatu".
Aku mengakuinya.
Bukan.
Bukan kalimat selalu bersama, namun kalimat tak bisa bersatu, aku mengakuinya.
Mengapa?
Karena definisi dari kata "kita" itu adalah aku dan kamu.
Aku dan kamu adalah sepasang sepatu mulanya. Namun, kamu selalu memiliki dan memilih jalan yang berbeda untuk ditempuh.
Kamu menyiksa kaki kita yang adalah perasaan ini.
Kamu terus berjalan sesuka dan semaumu. Padahal, kita punya arah. Kita punya tujuan.
Jika kamu ingin terus menyiksa aku dan perasaan ini, ikat saja tali kita berdua. Agar kamu bisa berjalan ke tujuanmu tanpa menyiksa aku dan perasaan ini. Agar aku tidak kehilangan perasaan ini.
Agar aku tidak kehilangan dirimu.
- Fetch -
Bunyi alarm berhasil membuat Qian benar-benar emosi pagi ini. Qian yang memang tidak biasa untuk dibangunkan oleh orang lain maupun alarm akhirnya menjadi kesal seperti sekarang ini.
Ia berteriak cukup kencang hingga membuat Tania, ibunya menggedor-gedor pintu kamar anaknya itu.
"Qiandra, ada apa?" Tanya Tania dengan cukup kencang juga.
Suara Tania menyadarkan Qian. Segera Qian mematikan alarm yang ia letakkan di atas kepalanya itu. "Nggak ada apa-apa, ma. Qian kaget bangun aja," sahut Qian sambil menggosok-gosok matanya.
Tania hanya bisa menggelengkan kepala karena kelakuan anaknya itu. "Ya udah, mandi sana. Katanya harus ketemu dosen kamu jam delapan," ucap ibunya.
Mendengar itu, Qian menepuk dahinya kencang. "Astaga! Hampir lupa," ucap Qian sambil segera beranjak dari tempat tidur yang ia sebut sebagai obat tidurnya itu.
Ya, setiap kali Qian baru saja meletakkan kepala dan tubuhnya, maka tanpa diperintah kedua kelopak matanya berhasil tertutup seketika. Tetapi, jika ia harus tidur di tempat lain, maka ia benar-benar tidak bisa memejamkan matanya walau sebentar saja.
Itulah mengapa tempat tidurnya, Qian sebut sebagai obat tidur.
Dalam waktu sekilat-kilatnya, Qian berhasil menyelesaikan ritual mandinya. Setelah itu ia langsung mengenakan kaos oblong berwarna biru muda dan celana jeans tiga per empat, sepatu Nike andalannya. Ia memoles sedikit bedak dan lipstick, lalu melepas ikatan rambutnya dan menyisirnya rapi.
Selesai dari semua yang harus dilakukan untuk penampilannya, ia langsung menyambar tas di rak tas di dekat pintu kamarnya.
Ia melajukan motornya dengan kecepatan di atas rata-rata. Ia tidak ingin terlambat lagi, seperti yang ibu Ratna katakan.
Qian pun tiba di depan ruangan bidang kemahasiswaan tepat pada pukul 07.50, sepuluh menit lebih cepat dari yang seharusnya.
Setelah mengetok pintu, Qian lalu masuk ke dalam ruangan tersebut. Seperti biasa ibu Ratna sudah ada di mejanya. Dosen itu bisa dikatakan sangat teladan dalam hal tidak terlambat. Luar biasa.

KAMU SEDANG MEMBACA
FETCH [Completed]
RomanceMenghilang adalah keahlianmu. Keahlianmu tentu bukan keahlianku. Aku tak ahli menghilang. Aku juga tak ahli mencarimu. Alih-alih mencari, melihatmu saja sudah hampir di ujung garis nihil. Kamu adalah sosok yang terlalu misterius namun tak juga musta...