20. Mencoba

677 59 20
                                        

Mencoba tak semudah yang dikatakan orang.

***

"Coba dulu !"

"Kenapa tidak mau mencoba?"

"Mencoba tidak ada salahnya kan?"

"Tak peduli apapun hasilnya, dicoba dulu !"

Kalimat-kalimat itu sering kudengar. Dari kecil hingga dewasa, seolah orang-orang di bumi ini sudah diatur untuk saling mengatakan hal-hal tersebut.

Tanpa mau tahu bagaimana rasanya saat kamu sudah ingin mencoba, namun semesta tak pernah mengijinkannya.

Meski begitu, untuk kali ini saja, aku meminta pada semesta: biarkan aku mencoba mengambil jatahku. Jatah gagal sekalipun, izinkan aku mencoba. Untuk sekali ini saja.

- Fetch -

Suasana kelas setelah pulangnya Meirlin menjadi sunyi senyap, senyap sunyi sekali. Kelas yang kini menyisakan Tio, si lelaki cengengesan bersama seorang wanita yang seharian ini nyaris tak bersuara. Bukan hanya tidak bersuara, wanita itu juga nyaris tak bergerak.

Setelah memastikan kepergian Meirlin dan Dheo benar-benar tak terlihat lagi, Tio menghembuskan napas kasar. Ia lalu menatap sahabatnya yang tingkahnya sudah seperti orang stres itu. Ya, Qiandra.

Bukan tanpa sebab tentunya. Tadi saat Tio melambaikan tangan pada Meirlin dan Dheo, tanpa sengaja ekor matanya menatap Qian yang juga melirik ke arah Meirlin dan Dheo yang tengah berjalan bersisian. Bukan itu saja, namun ekspresi Qian menjadi nanar setelahnya. Sepertinya, Tio mengerti apa yang sebenarnya sudah terjadi tanpa sepengetahuannya.

Ia lantas melangkah mendekat. Mengambil posisi duduk tepat di hadapan sahabatnya itu, sambil melipat kedua tangannya di dada. Tio tidak bersuara. Matanya lurus dan fokus menatap sahabatnya itu. Tentu saja hal itu mengganggu wanita di hadapannya.

Merasa jengah terlalu diperhatikan, Qiandra pun menghela napas panjang sambil balas menatap Tio dengan tatapan khasnya. Datar.

Senyum miring tercetak di wajah Tio. Dengan tatapan yang tidak bisa dimengerti Tio terus mengintimidasi sahabatnya itu. Tio mengambil tindakan. Ia mengambil sekotak susu yang sudah menganggur dari tadi di meja itu, membuka sedotannya dan hendak memasukkan sedotan tersebut. Namun saat sedotan yang dipegangnya berada satu inchi saja di atas kotak susu itu, sebuah tangan menahannya.

"Jangan !" Seru Qiandra menginterupsi pergerakan Tio.

Tio menatap wanita di hadapannya itu. Raut wajahnya tampak mengeras.

"Kenapa? Lo kan gak suka susu cokelat?" Sergah Tio sambil mengembalikan susu tersebut ke posisi semula.

Qian tampak menelan ludahnya kasar. Ia mencoba menetralisir raut wajahnya menjadi senormal mungkin. "Tapi kan itu punya gue," jawabnya enteng.

Tio pun mengembalikan ekspresinya seperti biasa serta memberikan seringaian jahilnya, "Tapi kan gak ada nama lo di situ," ucapnya sambil menirukan gaya bicara Qian.

Tio menatap bola mata Qian dalam, seolah mencari sesuatu di sana. Namun ditatap seperti itu membuat Qian kembali mengalihkan pandangannya ke luar, sekaligus tak membalas perkataan Tio.

"Tumben banget sih lo mau minum susu? Biasa juga kan kopi doang," pancing Tio. Pertanyaan itu sungguh bukan pertanyaan biasa. Seharusnya Qian yang cerdas itu mengerti ke arah mana pembicaraan Tio barusan.

FETCH [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang