11. Melupakan

1.2K 90 31
                                        

Karena aku tidak benar-benar melupakannya. Justru akulah yang terus menghidupinya dalam pikiranku.

***

Melupakan. Satu kata yang terbentuk dari sebuah kata dasar lupa. Kata 'lupa' itu sendiri pun sangat lumrah untuk kita dengar sehari-hari.

Sayangnya, melupakan itu sulit untuk kulakukan. Sangat teramat sulit. Hingga nyaris untuk kubenci. Ya, melupakan semua tentangmu.

Mengapa?

Karena aku masih merindukanmu. Perasaan rindu itulah yang membuatku semakin tak dapat melupakanmu. Semakin kupaksa diri ini untuk melupakanmu, semakin aku terus menghidupimu dalam kerinduan yang tak terbendung.

Tenang saja. Pada saatnya, aku akan melupakanmu, seperti kamu akan melupakanku. Ya, pada saatnya.

Namun, saat itu belum tiba.

- Fetch -

Suara dari detak detik jam dinding mendominasi kamar bernuansa abu-abu itu. Dheo sedang menatap langit dari jendela kamarnya yang terbuka. Bintang cukup banyak yang terlihat malam ini.

Sebenarnya, Dheo tidak biasa melihat langit seperti sekarang ini. Tetapi, ia tahu ada seseorang di sana yang selalu saja menatap langit. Ya, wanita pujaan hatinya selama lima tahun terakhir.

Sebuah pesan masuk di ponsel Dheo. Ia melirik jam terlebih dahulu. Lantas, dengan gusar ia membuka kotak masuknya. Tak ada ekspresi tergambar di wajahnya.

Meirlin : Makasi buat tadi, De. Good night.

Dua kalimat yang berhasil mengganggu pikiran Dheo di tengah malam ini. Akhirnya ia membalas pesan itu singkat.

Radheo : G. Night, too.

Sedang Meirlin yang sedang membaca pesan balasan dari Dheo itu hanya bisa tersenyum kecut. Pesan itu seolah tak ada rasa. Tak ada arti sama sekali. Hambar. Semua yang Dheo berikan pada Meirlin terasa hambar bagi Meirlin. Tapi setidaknya Meirlin tahu bagaimana rasanya tersenyum karena kesakitan.

Meirlin berusaha memejamkan matanya. Baru saja ia hampir terlelap, namun ponselnya bergetar. Ia langsung melonjak terkejut saat melihat id caller yang tertera di layar ponselnya.

Radheo is calling ...

Untuk pertama kalinya, tangan Meirlin bergetar hebat karena sebuah panggilan telepon. Matanya mengerjap berulang kali. Ia mencoba menetralisirkan degup jantungnya. Segera ia menggeser tombol accept dan menyapa si penelepon.

"Halo,"

"Halo, Meir."

Suara itu. Meirlin menarik napasnya berat. "Iya, ada apa, De?"

"Belum tidur?"

"Hm." Gumam Meirlin.

"Tidur,"

"Pertanyaan?"

"Perintah !"

Napas Meirlin tercekat. Hampir saja seulas senyum tercetak di wajahnya. Namun ia mencoba menahannya. Siapa tahu saja ini hanya mimpi. Mimpi? Bukankah itu lebih baik. Anggap saja ini mimpi, Meirlin. Do what you want to do.

"Dheo,"

"Ya?"

"Lo juga,"

"Apa?"

"Tidur,"

"Okay,"

"Night,"

"Iya, good night, Meir."

FETCH [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang