21.

235 49 4
                                    

Author: Idew Hwang
Instagram: idewsmile


.

.

.

"Pertanyaanku sekarang hanya satu, siapa dia sebenarnya?"

.

.

.


LOST STARS

LOST STARS

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rena Pov

"Wow lihat- siapa yang kembali masuk pagi sekarang? Hahaha welcome back, Rena,"

Suara bersemangat ala Juyeon membuatku tersentak, menghentikan fokusku sejenak dari layar komputer di hadapanku.

"Bagaimana hari harimu selama shift malam? Menyenangkan bukan?" ledek Juyeon seperti biasa, yeah dia tau kalau aku tidak suka berlama lama berada di shift malam.

"Tidak lebih menyenangkan daripada shift pagi, kurasa begitu." balasku terkekeh.

"Jadi?" Juyeon mengerutkan kening, menggantungkan kalimatnya.

Aku menoleh, "Hm, apa?"

"Kau akan tetap mengajukan resign?" tanya Juyeon penasaran.

"Tentu saja," jawabku cepat, menutup beberapa berkas di atas meja kerjaku. "Memangnya kenapa?"

"Aku kira kau tidak benar benar serius tentang hal itu," sahut Juyeon, menopang dagu. "Jadi kau akan melanjutkan kuliah di Chicago? Itu sungguhan?"

"Astaga Juyeonna, aku serius tentang kuliahku. Itu sungguhan," ucapku terkekeh.

"Ya ya ya, aku tau sekarang." Juyeon mengangguk angguk. "Rena, lalu bagaimana dengan Yeeun?"

Kedua alisku bertautan bingung. "Yeeun?"

Juyeon menggeser kursinya mendekat, "Hubungan kalian. Hey ayolah, ku lihat kalian sudah cukup dekat. Dia juga sempat meminjamkan mobilnya padamu. Apa tidak ada perkembangan dari pendekatan itu? Semacam-"

"Cinta maksudmu?" potongku cepat

"That's right," Senyuman di bibir Juyeon mengembang, "Sudah sejauh apa hubungan kalian? Apa kalian berdua sudah berkencan atau semacamnya? Ayo, ceritakan padaku-" kata Juyeon antusias.

Aku menggelengkan kepalaku, "Dari awal kau juga tahu kan? Aku sedang tidak dalam mood untuk menjalin hubungan dengan siapapun untuk saat ini." tuturku.

Aku beranjak berdiri dari kursiku, melangkah menuju sisi jendela. Menatap keramaian jalanan di luaran sana. "Yeeun orang yang sangat baik. Dia pintar, jenius, cantik. Aku mengakui hal itu. Tapi aku tidak bisa menganggapnya lebih dari itu."

Juyeon ikut berdiri, "Why? Apa salahnya membuka hatimu untuk seseorang? Bukankah sendirian itu membosankan? Ayolah teman, jangan menutup diri soal cinta." sisi tangan Juyeon menepuk pundakku.

"Aku tidak pernah menutup diri soal cinta," ucapku menggelengkan kepala pelan.

"Lalu apa?" tanya Juyeon.

Aku menarik napas perlahan, iris mataku masih memandangi jalanan di luar yang semakin ramai. "Aku hanya merasa ada sesuatu yang hilang, dari perasaanku. Aku tidak benar benar mengingatnya. Cinta itu- perasaan itu- entahlah seperti ada yang telah mengambil semua seutuhnya."

Juyeon menatapku bingung.

"Seperti ada seseorang yang telah mengambilnya, tapi aku tidak mengingat- siapa orang itu. Bayangannya samar samar dalam ingatanku, Juyeonna." lanjutku

"Mungkin mantanmu?" sela Juyeon menaik turunkan alisnya, "Memangnya kau tidak ingat?"

Aku menggelengkan kepala, "Aku bahkan tidak tau, memangnya aku pernah punya pacar? Lagipula ayahku bilang waktu aku kecelakaan, aku masih duduk di bangku SMA- Aku tidak yakin usia semuda itu, aku sudah berani cinta cintaan. Itu konyol dan mustahil-"

Juyeon menyipitkan matanya, "Mungkin ada sesuatu yang kau, lupa? Aku tau memang susah buatmu mengingat ulang kejadian yang sudah sudah. Tapi ya siapa tau, yang kau maksud tadi, bisa saja itu mantanmu? Atau orang yang pernah kau sukai?" terka Juyeon kembali duduk ke kursinya. Ia meraih tumpukan berkas diatas meja ke arahku, "Eh antar ini ke Julia Jung, ya? Tadi dia menelpon kemari, minta rekapan data jumlah desain yang sudah selesai minggu ini. Kau tidak keberatan, kan?"

Aku mengangguk, "It's Okay-"

"Thank you Rena,"




* * *




Dentingan suara lift yang terbuka membuatku buru buru masuk ke dalam, lalu menekan angka satu. Meja resepsionis Julia Jung berada di dasar, deretan lantai satu. Pagi ini suasana kantor terlihat ramai seperti biasa, karyawan yang lewat berlalu lalang- suara dering telfon, seperti pemandangan pagi yang sudah ku hafal.

Dua minggu berada di shift malam membuatku agak rindu suasana gaduh shift pagi seperti ini. Omong omong soal resign yang di katakan Juyeon tadi, aku sudah membereskan semuanya. Beberapa waktu lalu aku meminta bantuan Jang Yeeun untuk pengajuan surat pengunduran diriku di kantor, mengingat dia lumayan dekat dengan Direktur Lee, jadi ku pikir akan lebih mudah.

Dan sebentar lagi, aku akan meninggalkan New York lalu memulai kehidupan baruku sebagai mahasiswi semester baru di Chicago, tentunya.

TING

Pintu lift kembali terbuka, ah sudah sampai di lantai satu. Aku cepat cepat keluar dari dalam lift, menenteng beberapa berkas di tanganku. Letak meja resepsionis Julia Jung tidak terlalu jauh jadi cuma butuh waktu beberapa detik, aku sudah sampai di hadapan mejanya.

"Ehm, Selamat pagi Julia." sapaku mengawali.

Julia terlihat sedang mencatat sesuatu pada buku kecil diatas meja, ia mendongak menatapku. "Oh, Selamat pagi, uhm Rena-" balasnya.

"Ini berkas titipan dari Son Juyeon, rekanku di divisi desain." ujarku meletakkan berkas berkas itu di meja resepsionis.

"Ah berkas yang ku minta tadi," ia beranjak berdiri, membolak balik lembaran halaman berkas berkas di atas meja. ,"Terimakasih," kata Julia menatapku sekilas lalu membaca isi berkas berkas itu.

Aku masih berdiri di hadapan meja resepsionis, tidak terburu buru pergi. Mumpung bertemu dengannya, ku rasa ini waktu yang tepat mengajaknya bicara. "Ehm, Julia-"

"Hm, ya?" ia menjawab tanpa mengalihkan fokusnya dari deretan berkas berkas yang ia baca.

Aku menggigit bibir bawahku ragu ragu, ah tapi ini cukup membuatku penasaran. Jadi ku beranikan diri untuk bertanya sekarang. Kapan lagi?

"Ehm Julia- jam makan siang nanti- k-kau ada, ada waktu?" tanyaku tergagap.

Ah sial, kenapa aku gugup.

Julia mendongak menatapku, "Memangnya kenapa?"

"Emmh, begini. Ada beberapa hal yang inginkan ku tanyakan padamu, kalau kau tidak keberatan- mmh jam makan siang nanti, kita bicara sebentar di kafetaria. B-bagaimana?"

Julia tampak berpikir sebentar, sejurus kemudian ia mengangguk. "Okey-" jarinya membentuk OK sign. "Nanti jam makan siang, di kafetaria-"

"O-okey, kalau begitu sampai jumpa nanti?" kataku, buru buru membalikkan badan dan melangkah kembali menuju lift.

Ah, setidaknya bicara dengan Julia nanti akan menjawab beberapa hal yang masih jadi tanda tanya besar dalam otakku.

Tentang gadis itu, tentang Kim Minkyung.

Siapa, dia sebenarnya?

.

.

.

TO BE CONTINUED

LOST STARS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang