BAB 29 - Kenyataan Pahit

1.5K 78 9
                                    

SELAMAT MEMBACA KISAH SI CEWEK FROZEN

***

Dafa menggenggam erat telapak tangan Nafa yang suhunya malah semakin dingin, sudah sekitar tigapuluh menit Nafa belum menyadarkan diri.

Dafa tahu kalau semuanya akan terus terasa berat jika tidak segera diselesaikan. Mungkin ini masih awalan Nafa mengetahui semua. Belum lagi yang lain. Tapi mau tidak mau Nafa harus mampu menerimanya nanti. Apapun yang terjadi.

Dafa mendesah, dia bukannya tidak mau menyadarkan Nafa saat ini. Tetapi, dia ingin Nafa istirahat sejenak.

Melihat tidur Nafa sangat nyaman, Dafa berpikiran kalau selama dia tidak bersama Nafa, adiknya tidak pernah tenang. Tidak sia-sia juga dia kembali ke Indonesia. Saat kejadian tadi dia tidak disini kemungkinan buruk terjadi oleh Nafa akan lebih parah daripada dulu.

"Rel?"

Dafa memejamkan mata dan terus mempererat genggaman tangan Nafa.

Zenny mengusap lembut bahu Dafa dengan mata sembab dan tampilan tidak karuan. "Retta kenapa?"

Dafa menghela nafas kasar. Nafa kenapa masih dipertanyakan juga. Dafa tidak seluruhnya menyalahkan Zenny tapi tidak sepenuhnya juga membela. Dia hanya ada di titik tengah.

Titik dimana dia tidak pernah membela mama maupun papanya. Mereka sama-sama salah.

"Rel, ikut mama ya?" Dafa diam, "Nanti kalau Retta bangun ajak juga. Kita pulang ke Semarang."

Zenny kembali berpindah mengelus rambut Dafa. "Mama tunggu di apartemen dulu. Nanti kamu nyusul." Merasa diamnya Dafa adalah mengiyakan, Zenny bangkit dan melangkah keluar kamar.

Lagi-lagi suara menginterupsi, membuat langkah Zenny saat sudah diambang pintu terhenti.

"Pergi kalau ingin pergi."

"Jangan bawa Dafa, atau Nafa, mau pun kak Safa sekalipun."

"Kalian mau pergi silakan, tetapi jangan pernah ingin pisahkan kita."

"Kita tidak akan pernah pergi kemana-mana."

Zenny tertohok dengan segala ucapan Dafa. Dia tahu kalau dia juga salah. Tetapi semua ucapan dari anaknya membuat dia semakin merasa bersalah.

"Mama-"

"Jangan pernah datang jika hanya akan memberikan luka. Dafa menghormati mama sama papa karena kalian adalah orangtua kita."

"Tapi untuk kali ini biar Dafa yang menjaga Nafa maupun kak Safa. Kalian tidak perlu khawatir."

"Pergi saja, pergi."

Air mata Zenny langsung keluar begitu tahu kalau anaknya sendiri mengusirnya secara halus. Dia membekap mulutnya agar suara tangisan tidak terdengar.

Ingin melangkah kembali dan memeluk anak-anaknya sudah terhentikan lagi karena ucapan Dafa.

"Tolong jangan berbalik, kalau salah satu dari kita pengin ketemu. Kita bakalan temuin mama dimana pun. Termasuk kalau harus ke Semarang."

Zenny memegang knop pintu dengan bahu terguncang, dia merasa sudah tidak sanggup. Perlahan kakinya melangkah mundur menutup pintu dan bergegas meninggalkan rumah dalam keadaan mengenaskan.

Seisi rumah juga sudah tidak tertata dengan baik akibat perbuatannya dan suami.

Saat sudah di halaman depan dia memutuskan untuk memilih meninggalkan anaknya bersama bi Inah dan pekerja lain. Dia berjanji akan memberikan gaji kepada mereka walaupun dia sudah tidak bisa tinggal di rumah itu.

CUEKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang