SELAMAT MEMBACA KISAH SI CEWEK FROZEN
***
Berasa seakan tengah tersambar petir, seperti baru terjatuh dan tertimpa tangga pula. Begitu lah perasaan yang dia rasakan.
Belum ada satu kali dua puluh empat jam, suatu kebenaran kembali terungkap. Dan kebenaran itu membuat jiwa Nafa malah semakin retak.
Kebenaran karena sudah mengetahui penyebab kakak perempuannya sibuk, penyebab mengapa kakaknya hanya diam saja. Padahal dirinya sudah sering mengabaikan. Nafa mengepalkan tangan erat.
Hari ini dia benar-benar kecewa kepada semua orang. Termasuk dengan Dafa.
Nafa menatap Dafa dengan air mata terus mengucur deras. Bibirnya terkatup tak mampu bersuara, bahkan untuk membuka Nafa tidak sanggup. Dia sudah dijatuhkan dalam satu hentakan. Pemikirannya sudah tidak bisa jernih.
Dia kemudian menatap Dafa maupun Safa secara bergantian. Matanya sudah menyiratkan dia putus asa.
Tanpa menunggu ucapan kedua kakaknya, Nafa segera berlari berbalik menuju kamar dan langsung mengunci pintu.
Dafa maupun Safa ikut berlari mengejar, namun sayang Nafa sudah terlanjur sakit.
Di depan pintu kamar, Safa memejamkan mata dengan nafas terengah-engah. "Biar kakak yang bicara." Dafa menggeleng dengan tatapan lurus ke pintu. "Dafa ikut andil dalam masalah ini."
"Kamu hanya menuruti perintah kakak, jadi ini sudah jadi tanggung jawab kakak." Dafa menggeleng keras, "Kalo seandainya Dafa gak menyetujui, kejadian ini juga gak terjadi. Yang pasti di sini Dafa juga salah."
Safa mendesah pelan, Dafa memiliki sifat yang sama dengan dirinya, begitu pula dengan Nafa. Mereka sama-sama keras kepala.
"Tapi biar kakak dulu yang ngomong sama Nafa." Dafa terdiam lama, memikirkan segala macam kejadian nantinya. "Tenang, kakak bisa mengontrol diri."
Dafa menatap manik mata Safa, dia melihat keyakinan disana. Tidak ada rasa takut atau kebohongan. Langsung saja Dafa mengangguk patah-patah.
Tangan kanan Safa mengepal dan mulai terangkat untuk mengetuk pintu kamar Nafa dengan gerakan lambat. "Dek," Hening, sayup-sayup tak terdengar suara sedikit pun. "Dek, kakak mau ngomong bentar."
Dafa terus memperhatikan Safa sejak tadi. Dia mengerti bagaimana perasaan Safa kali ini. Dia tahu Safa sudah lelah dengan hidupnya, dengan penyakit yang dia derita sejak dibangku SMA.
Tapi di sisi lain Dafa bersyukur, kalau Safa bisa kuat, bertahan hingga sekarang umurnya menginjak dua puluh empat tahun dalam kondisi tidak sehat seperti orang kebanyakan.
Hanya saja jika dilihat secara detail, tubuh Safa semakin kurus. Wajahnya semakin mengkerut. Semua terlihat pucat pasi. Tubuhnya sering melemah.
"Kakak tau ini salah, tapi kakak mau minta maaf. Tolong dek, jangan sampai kamu membenci Dafa juga. Dia gak salah. Kakak disini yang salah sudah menutupi dari kamu."
Safa masih terus merancau, dia mengatakan semua dari awal. Kali ini dia jujur. Sama sekali tidak ada kalimat yang terkesan mengada-ada atau ditutupi.
Safa menunduk dalam, air matanya menetes. Tidak ada balasan dari Nafa. Dengan sigap lengan Dafa merangkul Safa kedalam pelukannya. Safa membalas pelukan itu dengan sangat erat. Dia takut kehilangan Nafa sebelum hidupnya berakhir.
Takut ketika diakhir hidupnya Nafa masih membenci. Takut jika Nafa nanti malah semakin menutup diri. Menjauh dari kata sosialisasi.
"Nafa butuh waktu kak," bisik Dafa tepat ditelinga Safa.
KAMU SEDANG MEMBACA
CUEK
Teen Fiction••• Jangan melihat orang baik selalu terlihat baik-baik saja. Karena apa yang kamu lihat tidak seperti apa yang terlihat. Hidupku rumit, aku seperti daun muda yang lambat laun warnanya akan memudar, warna itu berubah menjadi kuning kecoklatan. Merek...