Hari sudah hampir sore. Matahari bahkan sudah turun dari singgasana tertingginya. Berjalan menuju malam yang gelap. Bersembunyi di balik sinar rembulan. Meski begitu, lapangan SMA Merah Putih masih saja tampak ramai dengan murid-murid yang sedang menonton latihan basket tim sekolah mereka, termasuk Nayna dan Putri.
Ini adalah kebiasaan mereka yang baru, ‘menonton latihan basket sepulang sekolah’. Meskipun sebenarnya Nayna melakukannya dengan setengah hati karena ini sama sekali bukan gayanya. Kalau bukan karena Putri yang terus merayunya dengan wajah memelas super memuakkan itu, mungkin Nayna tidak akan mau melakukan hal semacam ini.
“Mereka keren ya?” puji Putri dengan semangat ’45.
“Keren apanya? Pada keringetan gitu.” Jawab Nayna, cuek.
Putri menatap Nayna dengan sebal. “Pantesan kamu nggak pernah punya pacar. Orang semua cowok keren kamu bilang kayak gitu. Aku jadi ngebayangin gimana rupa suami kamu nanti.” Cibir Putri dengan sinis.
“Bodoh amat. Weeekkk…” Nayna menjulurkan lidahnya, meledek Putri.
“Dasar abnormal.” Putri menggerutu.
“Hanya karena aku nggak punya pacar, bukan berarti aku abnormal, Put…” Nayna jengkel.
Putri tidak memedulikan Nayna. Ia kembali fokus pada para lelaki di depannya yang sedang berebut bola basket sampai...Bukkk!!
“Awww!!!” Putri mengaduh kesakitan sambil memegangi kepalanya yang baru saja terkena bola basket.
Nayna terbelalak kaget, “Putri!!! Kamu nggak apa-apa, ‘kan?” Nayna tampak khawatir. Ia mengambil bola basket yang jatuh tepat di depannya lalu menatap tajam ke arah lapangan, sedangkan para lelaki pemain basket itu hanya diam menanti apa yang akan dilakukan Nayna yang sudah terkenal dengan ‘Lidah Belati’nya itu.
Nayna berjalan memasuki area lapangan. Semua mata tertuju pada Nayna. Mereka menanti apa yang akan dilakukan Nayna. Lalu…
“Hey!! Kalian bisa main basket nggak, sih?! Yang bener dong kalau main… nggak lihat ya, kalau di sana ada orang? Nggak sadar banget ya, kalau bola jelek kalian ini berat banget? Kalau kalian nggak bisa main dengan bener, mendingan nggak usah main deh.” Bentak Nayna dengan tegas tapi pedas.
“Sorry Na, kita beneran nggak sengaja… suerrr deh…” ujar salah satu dari mereka.
“Siapa, heh? Siapa yang udah ngelempar bola jelek ini ke kepala Putri?!!!!” Nayna kembali membentak, kali ini dengan marah. Para pemain basket itu saling pandang.
“Gue yang ngelempar. Kenapa? Lo marah?” Seseorang muncul dari balik punggung Nayna.Nayna menoleh dan menatap tajam orang itu yang tidak lain adalah Reza. Begitu pun dengan Reza. Ia menatap tajam Nayna seakan hendak memakannya hidup-hidup.
“Za, udah deh Za. Nggak usah bikin ribut… mending lo minta maaf biar kita bisa latihan lagi, oke?” Ujar salah seorang dari para pemain basket.
Tatapan Reza beralih pada teman-teman satu timnya. “What? Bikin ribut? Siapa? Gue?” Ia menunjuk dirinya sendiri.
Teman-temannya mengangguk, membuat Reza naik pitam. “Kalian bilang gue yang bikin ribut? Bukannya monyet satu ini?” Tanyanya tak percaya sambil menunjuk Nayna.
Mendengar Reza memanggilnya monyet, Nayna pun tidak tinggal diam. Ia memelototi Reza, “apa tadi kamu bilang? Monyet? Kamu kali yang monyet!” Nayna tak terima.
“Gue? Lo kali… lo kan yang waktu itu manjat tembok buat ngehindarin pak satpam yang akhirnya berujung pada hukuman ngepel ruang olahraga seharian penuh. Dan itu gara-gara lo!” Reza tidak mau kalah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Disease (TAMAT)
RomanceReza, nama yang hampir tujuh tahun ini tidak pernah dilupakannya. Nama yang sudah terlalu dalam terpahat dalam hatinya. Sebuah nama yang selalu membuatnya terombang-ambing dalam pusaran laut yang dalam. Lalu menenggelamkannya tanpa bekas. Nayna meng...