Bumi selalu berputar pada porosnya. Menciptakan waktu yang terus bergulir. Malam menuju siang, dan siang menuju malam.
Nayna masih terus tertawa saat Raka mengantarkannya pulang. Tadi setelah jalan-jalan mereka masih mengobrol di rumah Raka cukup lama, hingga tanpa terasa waktu sudah menunjuk pukul 22.00.
“Udah dong, Na. Jangan ketawa lagi… emangnya kamu nggak capek ketawa mulu?”
“Nggak tuh. Hehehe…” lagi-lagi Nayna tertawa. Membuat Raka tanpa sadar ikut tertawa juga. Yah… meskipun dengan tawanya yang sangat hemat. Namun, tawanya berhenti begitu melihat Reza yang sedang berdiri di depan rumah Nayna. Begitu pula dengan Nayna.
“Kak Reza?” Nayna tersenyum manis. Namun, senyumnya lenyap begitu melihat tatapan mata Reza. Tatapan mata itu begitu berkilat-kilat. Seperti ada percikan api yang keluar. Tatapan mata itu – entah kenapa – membuatnya merinding. Dan itu jelas-jelas bukan tatapan mata milik Reza yang dikenalnya.
Reza tersenyum sinis. Matanya tidak henti-hentinya menatap Raka yang berdiri di samping Nayna sambil membalas tatapan menantang Reza. “Wow, it’s a good moment. Right?” ujarnya dengan dingin. “Sayang sekali harus ‘gue’ yang ngelihat moment ini.” Lanjutnya.
Nayna merasa tidak enak. Ia pun menghampiri Reza. “Kak Reza, aku…” Nayna memegang lengan Reza namun ditepis oleh Reza dengan kasar. Nayna sampai terkejut dibuatnya. “Kak…”
“Hei, lo jangan kasar dong sama cewek.” Ujar Raka yang tidak terima dengan perilaku Reza pada Nayna. Tapi bukannya memberi jawaban, Reza malah melayangkan pukulan pada Raka.
“Reza! Kamu kenapa, sih?!” Nayna berteriak. Ia memegangi Raka yang terjatuh karena pukulan Reza.
“Reza? Si cunguk itu sekarang lagi tidur. Gue Rio.” Ucap ‘Reza’. Membuat Nayna kembali terkejut. Dan seperti kesetanan, ‘Reza’ menarik Nayna dengan kasar dan mendorongnya menjauhi Raka sampai terjatuh.
“Nayna! Hei, lo udah gila ya?!” Raka yang tidak terima langsung menerjang Reza. Ia memukul Reza – yang kini sedang dikuasai pribadi Rio – dengan keras. Dan ‘Reza’ pun balik memukul Raka. Mereka saling pukul sampai tiba-tiba Nayna menarik Raka agar menyingkir dan tanpa sengaja pukulan ‘Reza’ mengenai pipi kirinya.
“Ah!” jerit Nayna yang hampir jatuh tersungkur jika saja Raka tidak menahan tubuhnya. “Kak Reza, kamu kenapa sih?” Nayna bertanya-tanya dengan lirih. Air mata sudah membanjiri wajahnya.
“Sudah gue bilang, gue Rio, bukan Reza!” bentak ‘Reza’. Membuat tangis Nayna semakin keras. “Gue kasian sama orang ini, bagaimana dia bisa suka sama cewek murahan kayak lo? Hah?!” lanjutnya sambil menunjuk dirinya sendiri. Ia menatap Nayna dan Raka bergantian dengan tatapan jijik, kemudian ia pergi dengan mobil merah Reza, entah menuju ke mana.
♫♥♫
Raka mengantarkan Nayna masuk ke dalam rumahnya. Nayna tampak masih shock dengan kejadian barusan. Bagaimana bisa Reza bersikap sekasar itu padanya? Reza bahkan berani memukulnya. Reza yang selama ini selalu bersikap lembut dan penuh kasih sayang, yang selalu sabar menghadapi tingkah kekanakannya, kenapa tiba-tiba menjadi seperti itu? Nayna merasa sakit. Bukan karena pukulan Reza tadi, tapi lebih karena hatinya yang terasa seperti ditusuk-tusuk paku berkarat. Sakit sekali.
“Minum dulu, Na.” Raka mengangsurkan minuman pada Nayna yang langsung diminum Nayna dengan tangan yang masih gemetaran. Ia benar-benar merasa ketakutan sekarang.
“Aku nggak percaya kamu bisa pacaran sama psikopat kayak dia, Na.” ujar Raka. Wajah tampannya tampak biru-biru. Bukan hanya wajahnya, seluruh badannya serasa remuk redam akibat perkelahian tadi. Jujur saja, ini adalah kekalahan pertamanya dalam berkelahi. Sejak dulu ia hampir tidak pernah kalah dalam perkelahian semacam ini. Tapi tadi? Ia benar-benar tidak mengerti. Bagaimana ia bisa kalah dari ‘Reza’ yang berwajah seperti anak kecil itu?
“Nggak, itu bukan Kak Reza. Kak Reza nggak mungkin kayak gitu.” Nayna menjawab dengan gemetaran.
“Bukan Reza? Nayna, dia itu Reza. Emangnya siapa lagi yang punya wajah kayak dia? Emangnya dia anak kembar? Nggak, ‘kan?”
“Tapi Kak Reza nggak mungkin melakukan hal kayak tadi, Ka!” tanpa sadar Nayna memekik. “Aku kenal siapa Kak Reza. Aku tahu dia. Dia adalah cowok paling sabar yang pernah aku temui. Meskipun dia marah pada seseorang, dia akan berpikir dua kali buat mukul orang itu. Dia cowok yang selalu pakai otak, Ka, bukan otot!”
“Tapi, Na… jelas-jelas tadi itu…”
“Ka, apa kamu bisa pulang sekarang?” Nayna memotong ucapan Raka.
“Kamu… ngusir aku?” Tanya Raka. Ia hampir tidak memercayai pendengarannya sendiri.
“Iya, aku ngusir kamu.”
Raka terkejut sekaligus kecewa, tapi ia berusaha menutupi itu semua. “Oke, aku pulang. Besok lebih baik kamu istirahat dulu, nggak usah masuk kerja, ngerti?" Nayna mengangguk. “Kalau gitu aku pulang dulu.” Pamitnya, lantas ia pun melangkahkan kakinya pergi.
“Makasih, Ka.” Ucapan Nayna sontak menghentikan langkah Raka. Tapi tanpa menoleh atau bahkan mengangguk, Raka meneruskan langkahnya.
♫♥♫
Sepeninggal Raka, Nayna kembali melamunkan semua yang telah terjadi padanya selama ini. Memang, kisah hidup Nayna tidak ada yang istimewa. Malah kebanyakan hanya berisi tentang kebodohan-kebodohan yang sering ia lakukan. Tentang segala keputusan yang seringkali membuatnya menyesal pada akhirnya.
Entah kenapa, saat ini ia benar-benar merasa sangat bodoh. Ia bahkan tidak tahu apapun mengenai Putri, yang merupakan sahabatnya sejak kecil. Yang ia lakukan hanya memikirkan dirinya sendiri. Lukanya sendiri. Luka yang seharusnya tidak pernah ada. Luka yang muncul hanya karena sebuah kesalahpahaman. Lalu Reza?
Dulu karena kebodohannya, ia begitu saja meninggalkan lelaki yang dengan tulus mencintainya itu. Menyakitinya. Dan sekarang, saat ia pikir semuanya telah baik-baik saja, Reza berubah.
Reza yang begitu baik, periang, dan selalu sabar, tiba-tiba saja berubah menjadi begitu kasar. Reza yang sebelumnya selalu berpikir dua kali untuk memukul orang, tiba-tiba saja menjadi begitu brutal. Reza bahkan berani memukul Nayna yang merupakan perempuan.
Nayna mengingat kembali apa yang baru saja terjadi. Saat Reza tiba-tiba marah dan memukuli Raka habis-habisan, saat Reza membentak-bentaknya dan menyebutnya murahan. Lalu tatapan mata yang berkilat-kilat itu…
Nayna menggeleng-gelengkan kepalanya. “Itu bukan Kak Reza...” lirihnya dangan penuh keyakinan. Tapi kemudian ia kembali bertanya-tanya. Kalau yang tadi itu bukan Reza, lalu siapa?
Nayna teringat dengan salah satu ucapan Reza tadi. Tadi ia menyebut bahwa dirinya bukan Reza, tetapi Rio. Sejak awal ia juga selalu menyebut dirinya sendiri dengan kata ganti orang ketiga, seolah-olah dirinya adalah orang lain bernama Rio, bukan Reza.
“Aku dulu bener-bener suka sama Reza, Na. Tapi… aku takut.”
Tiba-tiba saja ia teringat dengan pembicaraannya bersama Marissa dan Irwan sore tadi. Dan Nayna masih ingat dengan jelas bagaimana ekspresi wajah Marissa saat itu. Ekspresi yang sama sekali tidak bisa ia gambarkan.
“Reza sedikit… aneh.”
“… ada sesuatu dalam diri Reza. Sesuatu yang bukan dia.”
Reza aneh? Ada sesuatu dalam diri Reza yang bukan Reza? Nayna menghela napas frustasi. Ah, sebenarnya apa yang telah terjadi pada kekasih yang sudah ia kenal sejak SMA itu?
Lalu Nayna kembali mengingat kenangan tujuh tahun lalu. Masa-masa awal ketika ia baru mengenal Reza. Semuanya terasa baik-baik saja. Semua terasa wajar-wajar saja. Reza begitu periang, jika tidak bisa dikatakan hiperaktif. Ia adalah salah satu murid populer yang bukan hanya terkenal karena tampang baby face-nya saja, atau gayanya yang amburadul. Tetapi juga karena prestasinya di bidang akademik maupun non-akademik, terutama basket.
Bagi Nayna sendiri, reza adalah lelaki yang begitu sabar dan penuh kasih sayang meski tidak bisa dikatakan sebagai orang yang romantis. Bahkan di tengah sikap Nayna yang terkadang masih sangat kekanakan, Reza selalu menghadapinya dengan sabar.
Tapi apa yang baru saja terjadi? Reza bagitu kasar. Reza – yang Nayna kenal sebagai orang yang anti kekerasan – berani memukulnya yang seorang perempuan.
Nayna menghela napas. Di saat seperti ini, kenapa ia malah harus bertengkar dengan Putri? Kenapa waktu itu Nayna harus begitu iseng menanyai Putri tentang masa lalunya yang kelam? Sebenarnya apa yang sedang Nayna cari dengan menanyai Putri seperti itu? Apakah kebenaran? Kalau mengetahui kebenaran hanya membuat persahabatannya dengan Putri seperti ini, untuk apa ia mengetahuinya? Sungguh, sekarang Nayna merasa menjadi orang paling naif di dunia ini.
Malam itu, Nayna kembali menangis. Hingga akhirnya jatuh terlelap di sofa ruang tamunya.
♫♥♫It's hurt. Neomu apa... Dudududu... Intinya mah ini sakit. Sakit banget. Apalagi saat liat readerku yg cuma segitu. 😞
Hihihi... Tapi gpp sih... Makasih ya buat readers yg masih bertahan membaca novel pertamaku ini dan sampai menjadikan cerita ini sebagai Reading List...😍😘Love you all...
Idzanami19PS: nantikan fanfic yg nggak lama lagi akan ku update 🙈
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Disease (TAMAT)
RomanceReza, nama yang hampir tujuh tahun ini tidak pernah dilupakannya. Nama yang sudah terlalu dalam terpahat dalam hatinya. Sebuah nama yang selalu membuatnya terombang-ambing dalam pusaran laut yang dalam. Lalu menenggelamkannya tanpa bekas. Nayna meng...