Malam itu hujan kembali turun membasahi bumi. Nayna berjalan pulang menuju rumahnya setelah sejak tadi melamun di taman kompleks rumahnya. Tempat yang seringkali mempertemukannya dengan Raka. Sekaligus tempat yang dulu sering ia kunjungi bersama Reza dan juga Putri. Tempat yang menurutnya penuh dengan kenangan.
Semilir angin berhembus meniup-niup wajah pucat Nayna. Payung yang ia bawa tidak banyak membantunya terlindung dari air hujan. Jadilah ia sekarang menggigil karena dingin yang seakan menusuk-nusuk tulang-belulangnya. Meski begitu, Nayna tidak juga mempercepat langkahnya. Ia berjalan seakan-akan hujan adalah hiasan jalan yang sedang ia nikmati keindahannya.
Nayna menghentikan langkahnya saat ia melihat seorang perempuan sedang jongkok di depan gerbang rumahnya. Ia sangat terkejut begitu menyadari bahwa perempuan itu adalah Putri. Tanpa sadar ia berlari menuju Putri. Ia bahkan tidak menghiraukan payung yang terlepas dari genggamannya. Membuat tubuhnya basah seketika.
Nayna memperlambat langkahnya saat ia sudah berjarak dua meter dari Putri. Perlahan ia mendekati Putri yang masih berjongkok sambil memeluk lutut. Tampak kedinginan.
“Putri…” Nayna memanggil dengan lirih. Putri mendongak, menatap Nayna. Ia tersenyum.
“Nayna…” Ucap Putri, lantas berdiri.
“Kamu ngapain jongkok di sini? Ayo masuk! Nanti kamu sakit.” Nayna menarik pergelangan tangan Putri, mengajaknya masuk.
Putri bergeming. Menolak masuk. Nayna hanya bisa menatap sahabatnya itu dengan bingung.
“Apa kamu ingat? Dulu kita sering banget hujan-hujanan kayak gini. Aku masih ingat dengan jelas, mama kamu sering marahin kamu karena selalu ngajakin aku hujan-hujanan, karena ujung-ujungnya, aku selalu sakit.” Nayna masih diam. Ia hanya memandang Putri dengan perasaan campur aduk. “Na… aku selalu berpikir, kenapa kamu suka banget sama hujan? Dan sekarang aku tahu alasannya. Karena dengan hujan-hujanan, kita bisa menyembunyikan air mata kita. Sehingga, orang lain nggak bakalan tahu kalau kita sedang nangis. Iya,’kan?”
Nayna menatap Putri dengan khawatir, “Put, kamu nggak apa-apa,’kan? Apa kamu sedang sakit?”
Putri menggeleng. “Aku baik-baik aja. Aku hanya… merasa sangat jahat, Na. Maafin aku…” Putri terisak. Bahkan meskipun hujan telah menyamarkan tangisannya, Nayna tahu, Putri sedang menangis.
Nayna memeluk Putri, “nggak ada yang perlu dimaafin, Put. Kamu nggak pernah salah sama aku. Kamu nggak pernah jahat sama aku. Sebaliknya, akulah yang udah salah sama kamu. Karena aku nggak bisa selalu berada di samping kamu saat kamu sedang butuh aku. Karena aku nggak bisa jadi sahabat yang baik buat kamu.”
Putri melepaskan pelukannya, lantas menatap Nayna dengan sayu. “Kenapa kamu masih mau maafin aku, Na? Kenapa kamu masih mau menganggapku sebagai sahabat? Aku udah nyakitin kamu, Na. Tapi, kenapa kamu masih seperti ini?”
“Karena aku nggak mau persahabatan kita seperti bunga sakura, Put.” Ujar Nayna. Membuat dahi Putri mengernyit seketika. “Kamu tahu kalau aku suka banget sama bunga sakura,’kan? Bahkan namaku juga ada kata ‘Sakura’nya. Tapi, aku nggak mau kita seperti bunga sakura, Put.”
“Kenapa? Bukannya bunga sakura itu indah? Kamu juga suka banget sama sakura. Tapi, kenapa kamu nggak mau kalau persahabatan kita indah seperti bunga sakura?” Putri bertanya dengan bingung.
“Bunga sakura memang indah dan cantik, Put. Tapi sayang, bunga sakura nggak bertahan lama. Bunga sakura cuma tumbuh saat musim semi. Tapi, bahkan sebelum musim semi berakhir, bunga sakura udah gugur. Aku nggak mau persahabatan yang seperti itu, Put. Aku mau persahabatan kita indah selamanya, bukan hanya sekejap waktu.”
Putri tersenyum, “kamu emang sahabat yang baik, Na. aku bersyukur punya sahabat kayak kamu. Yah… meskipun agak bawel sih…”
“What?!” Nayna mendelikkan matanya. Sedang Putri nyengir sambil membentuk huruf V dengan jari telunjuk dan tengahnya.
Sekali lagi, hujan menjadi saksi betapa indahnya persahabatan mereka.
♫♥♫
Malam itu Putri kembali menginap di rumah Nayna. Mengembalikan suasana kedamaian dalam persahabatan mereka yang sempat tertutupi oleh keegoisan masing-masing. Mereka saling mengenang, saling bercerita, dan saling tertawa. Terkadang menangis saat yang diceritakan adalah sebuah kesedihan.
Nayna tersenyum dalam tidurnya. Setidaknya, sahabatnya, Putri, telah kembali sekarang. Ia masih belum menceritakan tentang Reza pada Putri. Ia tidak mau kebahagiaannya malam ini terlukai oleh cerita memilukan yang ia alami beberapa waktu yang lalu.
Biarlah kesedihan dan kegalauan itu ia simpan dulu. Sampai ia yakin dengan apa yang terjadi. Sampai ia memahami apa yang membuat Reza menjadi seperti itu.Sampai ia memahami isi hatinya sendiri.
♫♥♫Maaf telatttt... ☹ aku akhir2 ini lagi bener2 nggak bisa buka WP... Jangankan WP, WA aja jarang buka 😕 mungkin ini akan berlangsung sampai beberapa minggu ke depan. Tapi sebisanya aku pasti akan update kok... 🙂
So, tetep baca dan vote yaaa... Comment juga gpp kok 😌
Salam rocker,
Idzanami19
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Disease (TAMAT)
RomanceReza, nama yang hampir tujuh tahun ini tidak pernah dilupakannya. Nama yang sudah terlalu dalam terpahat dalam hatinya. Sebuah nama yang selalu membuatnya terombang-ambing dalam pusaran laut yang dalam. Lalu menenggelamkannya tanpa bekas. Nayna meng...