Berkas-berkas Nayna masih menggunung di mejanya meski sudah hampir jam pulang kerja. Rambutnya bahkan sudah mulai berantakan. Ia mengerjakan pekerjaannya sambil sesekali melihat jam tangannya, bertanya-tanya kapan jarum jam bergerak ke arah yang tepat. Ia menghela napas. Sepertinya hari ini ia akan terlambat lagi.
Lagu Super Clap milik Super Junior mengalun tergesa. Nayna mengecek ponselnya. Alarm pulang. Ia pun bersorak bahagia. Sambil buru-buru, ia merapikan mejanya, memasukkan ponselnya dalam tas, lalu berlari keluar ruangannya. Namun, tiba-tiba ia merasa ada yang menariknya. Ia berusaha berjalan, tapi tarikan itu semakin kuat. Ia pun menoleh dan saat itu juga ia menghela napas kesal.
"Rakaaaa...!"
Raka menaikkan satu alisnya. Tanda bahwa ia mempertanyakan yang baru saja Nayna katakan.
"Ehm." Nayna memperhatikan sekitarnya, "maksud saya... Pak Raka, ada apa?" Nayna tersenyum penuh paksa.
Raka tersenyum penuh kemenangan, "Bisa mengantarkan adikku ke mall hari ini?"
"Apa??!" Nayna tidak bisa lagi menahan teriakannya, "nggak mauuu... aku 'kan udah bilang, hari ini nggak bisa. Aku ada perlu..."
Raka menghela napas, "Oke... mungkin aku harus batalin pertemuanku dengan arsitek itu." ujarnya dengan nada menyesal.
"Raka... please... just this time. Aku beneran nggak bisa... hmm..." Nayna menampilkan muka kucingnya, membuat Raka akhirnya harus memutar bola matanya.
"Iya, iya. Nanti aku bilangin ke Arika biar belanjanya ditunda. Udah jangan kayak gitu. Aneh tahu."
Nayna meringis, "thanks a lot, my cuty big boss."
Raka membelalakkan matanya, "Apa??"
Nayna tertawa, "Bye!" ucapnya. Lalu lari begitu saja meninggalkan Raka yang harus menahan kesal untuk sementara waktu. Tapi tidak lama, karena setelah itu, Raka justru tersenyum melihat tingkah aneh pegawai tersayangnya itu.
♫♥♫
Nayna merias dirinya di cermin sambil telepon dengan Putri yang saat ini sedang melanjutkan sekolahnya di Inggris. Putri terdengar sangat bahagia. Ia bercerita tentang Yudhis yang tiba-tiba berkata akan mengunjunginya bulan depan. Nayna tersenyum, sepertinya hubungan kakak-beradik ini semakin baik. Ia jadi ingat saat ia harus bertengkar dengan Putri hanya karena Yudhis yang tiba-tiba kembali dengan sikapnya yang dingin. Tiba-tiba Nayna bergidik saat membayangkan kejadian itu.
Ponselnya kembali berbunyi. Kali ini alarm. Nayna menjerit. Ia benar-benar akan terlambat. Ia memasukkan ponsel dan dompetnya ke dalam tas kecil yang ia pakai. Setelah memeriksa riasannya lagi, ia pun pergi. Tidak lama, ia kembali lagi hanya untuk membuka laci mejanya, mengambil sebuah kotak. Ia membuka kotak itu dan mengeluarkan isinya sambil tersenyum, lalu memakainya. Sebuah kalung dengan bandul berbentuk bola basket menghiasi leher jenjangnya.
Nayna menghentikan taksi, lalu dengan buru-buru ia masuk ke dalamnya. Dalam perjalanan, ia terus melihat jam tangannya dan memperingatkan supir taksi agar melajukan mobilnya lebih cepat. Begitu sampai, ia buru-buru berlari menuju tempat pertemuannya. Untung saja tidak ada batu yang menghalangi larinya. Ia berhenti sambil menenangkan napasnya yang tidak beraturan. Nayna memperhatikan sekeliling, lalu melihat jam tangannya. Ia terlambat setengah jam. Mengapa kebiasaan buruknya ini tidak pernah hilang? Nayna kesal dengan dirinya sendiri. Sekarang, ia yakin orang yang ingin ia temui sudah pergi karena ia terlalu lama. Nayna menghela napas, ia berbalik akan pergi ketika tiba-tiba terdengar suara kembang api di atas langit. Nayna mendongak, menatap kembang api itu dengan takjub.
"Bagus, nggak?"
Nayna menoleh saking terkejutnya. Ia tersenyum ketika menyadari siapa yang berdiri di sampingnya.
"Aku kira kamu udah pergi."
Reza tertawa, "Aku ini ahli dalam hal menunggu. Sebelumnya aku udah nunggu selama 7 tahun, jadi kenapa aku nggak bisa nunggu selama setengah jam?"
Nayna merengut, "Kamu nyindir aku?"
"Bagus, deh, kalo nyadar."
"Kak Reza!"
Reza menjepit bibir Nayna dengan jarinya. Nayna terkejut, merasa de javu.
"Mau berhenti merengut atau aku cium?"
Nayna membelalakkan matanya, "Uwus uju kulu kumu burunu."
Reza melepaskan jepitan tangannya sambil tertawa, "Kamu itu ngomong apa, sih?"
Nayna sebal. Ia hampir memukul Reza saat tiba-tiba Reza mencium pipi sebelah bibirnya. Nayna terdiam dan hanya mengedip-ngedipkan kelopak matanya.
Reza tersenyum jail, "Kalau di situ nggak apa-apa, 'kan?"
"Kak Rezaaaa!!!" Nayna memukuli Reza – yang akhirnya dengan terpaksa harus berlari dari Nayna, berusaha menghindari pukulan maut kekasihnya.
♫♥THE END♥♫
Yeeeeeyyyy akhirnya selesaaiiiii~~~ 🥳🥳🥳
Sumpah bahagia banget akhirnya kisah ini selesai setelah 5 tahun! 🤩
bayangin aja aku buat cerita ini sejak kelas 2 SMA sampe sekarang udah mau lulus kuliah (Aamiin) kan seneng.... 🥺
Makasih banget buat pembaca setia Love Disease yang udah mau baca, vote, dan juga komen... Sumpah kalian bener-bener jadi penyemangat buat aku selesaiin cerita ini. I love you so much, gaeess... 🥰😘
Maafkan aku jika ending ceritanya (mungkin) nggak sesuai sama ekspektasi kalian... but, nikmatin aja, yaa... bikin cerita kayak gini ternyata paling susah tuh di ending cuy! 🤣
Pokoknya terima kasih banget buat kalian semua yang udah dukung aku. Next, aku bakal selesaiin cerita yang lain dan buat cerita lain lagi. Semoga kesampean! 🤓
Udah deh, ya, bacotku cukup sampe sini ajaa... 🤣🤣🤣
Salam rocker,
Idzanami19
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Disease (TAMAT)
RomanceReza, nama yang hampir tujuh tahun ini tidak pernah dilupakannya. Nama yang sudah terlalu dalam terpahat dalam hatinya. Sebuah nama yang selalu membuatnya terombang-ambing dalam pusaran laut yang dalam. Lalu menenggelamkannya tanpa bekas. Nayna meng...