Selesai

718 27 2
                                    

Mungkin perempuan itu memang terlihat gila, tapi Nayna tahu, Arika memiliki hati yang baik. Arika merupakan seseorang yang cukup pengertian untuk ukuran seorang yang sangat usil. Terbukti, sore itu setelah apa yang terjadi pada Nayna kemarin, Arika tiba-tiba merengek minta jalan-jalan. Bahkan Nayna sama sekali tidak bisa menolak rengekan Arika begitu ia memakai kata "ngidam".

Atas dasar keterpaksaan, tentu saja, Nayna dan Arika pun jalan-jalan. Mereka mengitari beberapa pertokoan lalu berhenti di salah satu kedai es krim. Sepanjang waktu itu, Nayna selalu tersenyum melihat Arika. Meskipun Arika menyebalkan, tapi Arika selalu bisa membuat moodnya naik lagi.

"Hey, Sister. Apa gue boleh tanya?" Pertanyaan Arika otomatis membuat Nayna memerhatikannya dengan heran.

Nayna tertawa kecil, "sejak kapan kamu minta izin cuma buat tanya?"

Arika nyengir.

"Memangnya... kamu mau tanya apa?"

"Apa Raka udah sama sekali nggak ada kesempatan buat gantiin peran pacar lu?"

Nayna terdiam. Ia tersenyum canggung.

Arika menghela napas. Raut mukanya tampak kecewa. "Kayaknya udah nggak bisa, ya?"

"Bukan gitu... Cuman... Menurutku mereka punya perannya masing-masing. Nggak ada sesuatu yang bisa gantiin sesuatu yang lain. Aku ngerasa... itu juga berlaku untuk mereka berdua." Nayna tersenyum.

"Tapi..."

"Kalian sedang ngomongin apa?" Arika dan Nayna pun langsung terdiam begitu Raka datang. "Hei... ada apa?" Raka menatap mereka berdua dengan bingung.

"Nggak ada apa-apa. Gue sama sister tadi cuma bahas tentang kebodohan lu aja kok." Arika menjawab asal, membuat Raka kesal.

"Apa tadi lu bilang?" Raka memelototi Arika, sedang yang dipelototi hanya tertawa sambil mengerlingkan matanya. "Dasar lu tuh yaa..." Raka menjewer telinga Arika dengan gemas.

"A-ah!!! Stop it, you stupid brother!" Arika berteriak.

"What?!" Raka semakin menjadi-jadi.

Nayna tertawa melihat pemandangan di depannya. Pemandangan kakak-beradik yang cukup indah untuk disyukuri.

Tanpa mereka sadari, tak jauh dari sana, ada sepasang mata yang menatap mereka dengan sendu. Reza. Melihat pemandangan di depannya membuat ia tersadar akan beberapa hal yang selama ini sudah ia lewatkan. Reza pun tersenyum miris menyadari hal itu.

♫♥♫

Sudah beberapa hari sejak Nayna izin tidak bekerja atas dasar perintah Raka. Ia pikir Raka mengatakan pekerjaannya tidak akan menjadi terlalu banyak hanya karena absen selama dua sampai tiga hari, tapi apa ini? Nayna menghela napas kesal. Ia merasa dibohongi oleh Raka.

"Lihat saja, nanti dia akan kuberi pelajaran!" Sumpahnya begitu duduk di kursi kerjanya.

Perlahan, ia mulai menyibukkan diri dengan pekerjaannya. Satu per satu berkas yang menggunung itu ia teliti. Raut mukanya tampak serius.

Drrrrttt... drrrrttt... drrrrttt....

Ponselnya bergetar dan menyala. Tampaknya ada panggilan masuk. Nayna melihatnya, dari nomor tak dikenal. Ia pun memutuskan untuk mengabaikan panggilan itu sampai akhirnya nomor itu kembali menelepon ponselnya. Nayna menghela napas, lalu mengangkat teleponnya.

"Ini siapa, ya?" Tanyanya dengan kesal.

"Halo?"

Tiba-tiba Nayna terdiam. Ia menghela napas berat. Pada suatu titik, ia menyadari: ia tak bisa mempertahankan segalanya bersamaan.

Love Disease (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang