Senja sudah hampir tenggelam dalam gelapnya malam. Berganti dengan gemintang yang terlihat semakin memudar karena polusi udara. Jam pulang sudah lewat tiga jam yang lalu, tapi Nayna masih saja sibuk di mejanya. Sesekali ia mengetik sesuatu pada keyboard dengan sticker kupu-kupu itu, atau memeriksa beberapa berkas yang menggunung.
Sudah seminggu sejak malam saat Nayna bertemu secara tidak sengaja dengan Raka di taman itu. Dan sejak saat itu pula Nayna mendapatkan pekerjaan yang tiada hentinya. Semacam hukuman yang harus diterimanya karena telah berlaku seenaknya pada bosnya.
"Aaaarrrrgggghhh!!!! Aku sudah nggak tahan lagi!" Nayna mengacak-acak rambutnya yang sudah tampak seperti benang kusut. "Cukup sudah!!" Nayna menggebrak meja. Otomatis hal itu membuat tumpukan berkas di mejanya nampak seperti tanah longsor. Berjatuhan.
Nayna bangkit dari duduknya dan berjalan cepat menuju ruangan Raka. Ia akan melakukan protes!
Raka sedang menerima telepon saat tiba-tiba Nayna masuk ke ruangannya tanpa permisi. "Cukup!!" Teriak Nayna.
Raka yang terkejut dengan kedatangan Nayna hanya melongo tak mengerti. Apa lagi saat melihat penampilan Nayna yang cukup 'mengenaskan' itu.
"Halo? Pak Raka? Halo?" Ucap orang di seberang panggilan.
"Nanti saya hubungi lagi." Raka menutup teleponnya, lalu menatap lurus Nayna yang sedang berdiri dengan wajah galak di depannya.. "Ada apa?"
"Aku... aku sudah nggak kuat lagi." Lirih Nayna.
"Apa maksud kamu?" Tanya Raka yang masih belum mengerti.
"Kamu sengaja, 'kan ngasih aku pekerjaan sebanyak itu gara-gara aku pernah nendang kaki kamu dan nuduh kamu stalker. Iya,'kan? Aku tahu kamu mau balas dendam, tapi nggak kayak gini juga caranya. Kamu udah keterlaluan banget, tahu!" jelas Nayna dalam satu tarikan napas.
"Ha?"
"Jangan pura-pura bodoh, deh. Kamu nggak lihat apa penampilanku yang udah kayak zombie?!" Ujar Nayna dengan emosi yang tidak tertahankan.
"Lo ngomong apaan sih?"
"Jangan ngasih kerjaan sebanyak itu lagi... aku capek..." Nayna merengek layaknya anak kecil. Ia bahkan sampai duduk di lantai saking lelahnya.
"Ngapain lo duduk di situ?" Raka keheranan. "Kalau cuma kerjaan kayak gitu aja udah ngeluh, gimana perusahaan mau maju? Kayaknya Ayah bener-bener udah salah milih orang, deh." Lanjut Raka sambil berjalan menghampiri Nayna.
Nayna mendongakkan kepalanya menatap Raka yang berdiri tepat di depannya. "Aku cuma ngerasa capek... apa nggak boleh? Mungkin ini konyol, tapi aku nggak sehebat itu. Aku juga punya batas kekuatan sebagai manusia. Aku... bukan robot."
Raka terdiam. Entah kenapa ia merasa pernah mendengarkan kata-kata seperti itu. Memorinya serasa berputar-putar dalam otak. Mencari kepingan kenangan yang tidak ingin diingatnya lagi. Kenangan tentang seseorang yang bahkan tidak bisa ia miliki.
Raka mengulurkan tangannya ke hadapan Nayna. Tetapi Nayna hanya menatap uluran tangan itu bingung. "Ayo." Ajak Raka.
"K-ke mana?" Tanya Nayna yang masih kebingungan.
"Sudah ayo..." Raka menarik tangan Nayna dan membantunya berdiri. "Do you like ice cream?"
"Ha?" Nayna menatap Raka dalam bingung yang dibalas dengan senyuman manis Raka.
♫♥♫
"Makasih ya buat ice cream-nya." Ucap Nayna pada Raka saat baru saja keluar dari kedai ice cream di salah satu mal di Jakarta. "Tapi... saya masih bingung, kenapa Bapak tiba-tiba ngajak ke sini? Di jam kerja pula." Lanjutnya, yang hanya dibalas senyuman sinis oleh Raka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Disease (TAMAT)
RomanceReza, nama yang hampir tujuh tahun ini tidak pernah dilupakannya. Nama yang sudah terlalu dalam terpahat dalam hatinya. Sebuah nama yang selalu membuatnya terombang-ambing dalam pusaran laut yang dalam. Lalu menenggelamkannya tanpa bekas. Nayna meng...