“Enak aja ngatain orang bodoh. Emangnya dia pikir dia siapa?” Nayna terus mengomel sepanjang jalan menuju rumahnya.
Langkahnya terhenti saat ia melihat Putri berdiri di depan pintu rumahnya sedang menempelkan smartphone pink-nya ke telinga kirinya dengan wajah kesal. Seperti sedang berusaha menghubungi seseorang.
“Ada apa dengannya?” Gumam Nayna, merasa heran.
Nayna membuka pintu gerbangnya, lalu berjalan mendekati Putri yang sekarang menatapnya dengan kesal.
“Tumben kamu nggak langsung masuk, Put?” Tanya Nayna dengan wajah innocent-nya.
Putri menggeram, “gimana aku bisa masuk kalau pintunya kamu kasih kata sandi kayak gini?!” Putri berteriak saking kesalnya.Nayna menutup kedua telinganya sambil meringis. Membuat Putri menyumpah dalam hati. Ingin rasanya ia menimpuk kepala temannya itu sesekali.
“Iya, iya sorry...” ucap Nayna sambil mengetik kata sandi untuk pintunya.
Klik.
Akhirnya pintu pun terbuka. Putri yang sudah tidak sabar, langsung masuk begitu saja. Nayna hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah sahabat kecilnya itu.
“Ya ampun, Nayna…!!!” Putri menjerit begitu membuka pintu kamar Nayna. Baju-baju berserakan di mana-mana, bulu-bulu – yang Putri tebak berasal dari bantal dan guling Nayna – beterbangan ke seluruh penjuru kamar. Puluhan tisu sisa pakai berceceran, bahkan sprei toska motif kupu-kupu favorit Nayna pun terpisah dari ranjang queen size-nya. Apa baru saja ada gempa di sini?
Nayna melongokkan kepalanya ke dalam kamar, lalu tertawa terbahak-bahak begitu melihat ekspresi shock Putri. Kalau saja sekarang ia membawa kamera. Tapi sayang sekali karena saat ini kameranya sedang rusak. Semalam ia membanting benda kesayangannya itu dengan kejam ke salah satu sudut kamarnya.
Putri menatap Nayna yang masih tertawa dengan prihatin. Ia tahu, Nayna tidak benar-benar tertawa saat ini. Dan tebakannya benar, karena detik berikutnya, tiba-tiba saja Nayna menangis.
“Na… kamu nggak apa-apa, ‘kan?” Putri memeluk Nayna yang hampir terjatuh. Temannya itu kini terlihat sangat rapuh. Dan Putri sama sekali tidak menyukai hal itu.
“What happen, hm?” tanya Putri yang masih memeluk Nayna erat. “Please, jangan kayak gini, Na… Please…” Putri memohon. Tapi Nayna masih saja menangis. Malah semakin keras.
Putri menghela napas, “okay, tell me when you calm.” Putusnya.
♫♥♫
Putri keluar dari dalam taksi di depan sebuah rumah. Wajahnya terlihat sangat marah. Ia mengintip dari balik gerbang. Sebuah red lamborgini sedang terparkir di dalam. Putri pun membuka pintu gerbang dan berjalan dengan yakin menuju pintu rumah itu.
Ia memencet bel dengan tidak sabar sampai akhirnya pintu terbuka. Seorang wanita paruh baya menatapnya dengan heran.
“Ooh… mbak Putri, toh… silakan ma…” Putri langsung nyelonong masuk bahkan sebelum wanita itu menyelesaikan kalimatnya.
Ia berjalan menaiki tangga dengan yakin. Seakan sudah mengenal seluk-beluk rumah itu dengan baik. Ia membuka pintu sebuah kamar tanpa mengetuk terlebih dulu. Kemarahannya semakin terlihat jelas saat ia melihat tubuh setengah telanjang seorang lelaki yang tertutup selimut dengan sempurna. Putri menarik selimut itu dengan kasar sampai tubuh itu terjatuh dari tempat tidurnya.
“Akkhhh…!!” lelaki itu menjerit. Ia bangun dan menoleh dengan kesal pada Putri. Ternyata lelaki itu adalah Reza.
Putri bergeming. Ia benar-benar marah sekarang.
“Bisa nggak, sih ngebanguninnya dengan cara yang lembutan dikit? Gue baru aja tidur tadi subuh, tahu!” Reza mengomel. Ini bukan kali pertama Putri membangunkannya dengan cara sekasar ini. Tapi, melihat ekspresi Putri yang sama sekali tidak bersahabat, cukup membuatnya bertanya-tanya. “Ada apa?” Tanya Reza yang tidak bisa menyembunyikan rasa penasarannya.
“Ada apa?” Putri mengulangi pertanyaan Reza dengan kesal. “Kamu masih tanya ada apa?! Tiba-tiba Nayna jadi kayak gitu dan kamu masih tanya ada apa?!” Putri berteriak saking kesalnya.
Reza tertegun, “Nayna… kenapa?”
“Aku baru aja dari rumah Nayna. Kamu tahu apa yang aku lihat di sana? Nayna benar-benar kayak mayat hidup! Kamarnya berantakan dan dia kelihatan sangat-sangat memprihatinkan. Menurut kamu, kenapa dia jadi kayak gitu? Dia bilang kemarin dia lihat kamu sama Marissa dan anaknya di mal. Bukannya kamu sendiri yang bilang ke aku kalau kamu nggak bakal berurusan lagi sama Marissa?!” ujar Putri dalam satu tarikan napas. Wajahnya merah padam saking marahnya. Ia tidak percaya Reza bisa sebodoh itu. Tampil di depan umum bersama Marissa dengan anaknya yang memanggil dirinya Ayah? Apa-apaan itu?!
Reza menghela napas, lalu terduduk di sisi ranjangnya dengan lemas. Ia menutup wajahnya dengan kedua tangan. Tampak frustasi.
“Kak Reza!”
“Stop, Put!” Bentak Reza sambil menatap Putri. Matanya tampak memerah. “Can you leave me alone, please?” Lanjutnya setengah memohon.
“Aku harap kakak bisa bersikap seperti laki-laki yang selalu aku dan Nayna kagumi dulu.” Ucap Putri sebelum pergi dan membanting pintu kamar Reza dengan keras.
“Arrrggghhhh…!!!” Reza mengacak rambutnya sendiri dengan frustasi. “Kenapa semuanya jadi semakin rumit?” hatinya menceracau.
♫♥♫
Putri masuk ke dalam taksi yang masih menunggunya di depan rumah Reza. “Jalan, Pak.” Perintahnya.
Taksi pun berjalan. Putri mengalihkan pandangannya ke luar jendela. Ia mengingat pertemuannya dengan Reza barusan.
“Can you leave me alone, please?”
Kata-kata itu, serta cara Reza menatapnya. Ia tidak bisa melupakannya. Dadanya terasa sesak. Matanya terasa panas. Dan sebelum ia sempat merasakan apa yang ia rasakan, air mata sudah jatuh membasahi pipinya.
“Kenapa kamu nggak milih aku aja, Kak?” Lirihnya. Ia teringat perasaannya saat itu. Saat ia mendengar tentang kepindahan Nayna ke Amerika.
Sedih. Ia memang merasa sedih. Tapi ia juga tidak bisa memungkiri perasaan senang yang menyusup ke hatinya. Ia merasa senang karena akhirnya ia memiliki kesempatan untuk menunjukkan hatinya pada Reza. Ia tahu ia terlihat seperti seorang pengecut yang memanfaatkan kepergian Nayna ke Amerika untuk mendekati Reza. Ia terlihat sangat munafik dan picik. Tapi ia juga tidak bisa melakukan apapun. Tidak ada orang yang bisa mengendalikan perasaannya sendiri. Bahkan meski perasaan itu terlarang adanya.Ia mencintai Reza. Dan itu tidak bisa ia pungkiri. Sebelumnya Putri memang selalu membantu Reza untuk mendekati Nayna, dan ternyata berhasil. Nayna dan Reza akhirnya menjadi pasangan kekasih. Ia sangat senang saat mendengar Nayna bercerita tentang bagaimana Reza menyatakan perasaannya. Tapi lambat laun, perasaan senang itu berubah menjadi rasa cemburu.
Putri membenci saat-saat itu. ia benci dengan dirinya yang tidak ikut senang dengan kebahagiaan Nayna. Ia benci saat ia harus berpura-pura bahagia di depan Nayna dan Reza. Ia benci saat-saat itu hingga akhirnya berita kepindahan Nayna sampai di telinganya.
Mungkin orang-orang akan menganggap Putri teman yang menjijikkan saat tahu jalan pikiran Putri saat itu. Bahkan Putri sendiri tidak menyangka ia bisa sepicik itu. Menganggap kepergian temannya sendiri sebagai berkah dan kesempatan.
Lalu Putri pun mulai mendekati Reza. Mendengar semua cerita, juga penyesalannya. Saat itulah Putri menyadari, betapa dalam dan kuat perasaan Reza pada Nayna. Dan betapa ia menjadi sangat jahat jika harus merebut perasaan itu.
Bertahun-tahun Putri berusaha melawan perasaannya sendiri. Berkencan dangan banyak pria lalu mencampakkan mereka di tengah jalan. Menghukum diri sendiri dengan hidup seperti buaya betina.Semua orang mengecamnya, menghinanya, dan terlihat sangat jijik terhadapnya. Tapi di balik itu semua, tidak ada yang tahu apa yang ada dalam pikirannya. Tidak ada yang tahu apa yang ada dalam hatinya. Sampai suatu saat Reza mengatakan sesuatu yang masih diingatnya sampai sekarang. Kata-kata yang akhirnya ia jadikan alasan untuk berhenti, dan hidup sebagai Putri Dwi Drupadi yang sebenarnya.
♫♥♫Hai... Lama ya updatenya? Maafkanlah daku yg moody ini. 😅
Btw makasih buat yg masih mau baca cerita ini. Hope you like it. 😊
Salam rocker,
Idzanami19
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Disease (TAMAT)
RomanceReza, nama yang hampir tujuh tahun ini tidak pernah dilupakannya. Nama yang sudah terlalu dalam terpahat dalam hatinya. Sebuah nama yang selalu membuatnya terombang-ambing dalam pusaran laut yang dalam. Lalu menenggelamkannya tanpa bekas. Nayna meng...