Patah untuk kembali tumbuh

68 10 0
                                    

Aku: "Eh Na, lihat deh arah jam 10. Ada Kak Revan."
Lina: "Hm.. Yeah.. Kenapa?"
Lina menjawab sambil memasukkan siomay ke dalam mulut. Aku pun turut memakan bakso yang masih tersisa setengahnya.
Aku: "Lo ngerasa gak sih dia sering curi-curi pandang gitu?"
Aku bertanya lagi setelah satu suap masuk ke mulut dan berhasil kutelan.
Lina: "Lo suka sama Kak Revan ya, Ca?"
Lina menjawabku dengan pertanyaan lagi. Saat itu aku tak bisa menebak apa yang lina pikirkan. Raut wajahnya sedikit berubah. Tapi kupikir itu hanya karena ia tak suka acara makan siomaynya terganggu dengan pertanyaanku.
Aku: "Tadinya sih biasa aja. Cuman baper aja gue, tiap kali gak sengaja lihat, dia juga kayak ngelihatin gitu. Terus pas kepergok, dia kayak salting gitu." Jawabku jujur.
Lina: "Banyak baca novel sih lo. Ketinggian jadi kan ekspektasinya." komentar Lina pendek.
Aku: "Ih Lina pedes amat sih ngomongnya. Siapa sih yang gak seneng ditaksir Kakak kelas famous." ucapku.
Saat itu obrolan berhenti, kita menghabiskan sisa makanan dalam diam. Lina dengan pikirannya. Dan aku dengan bayangan-bayangan kalau aku jadi pacarnya Kak Revan. Semudah itu bahagia.
Aku melirik arlojiku, 5 menit lagi bel masuk bunyi. Lina masih berkutat dengan siomaynya, sedangkan baksoku sudah tandas. Akupun secara refleks melirik kembali ke arah meja Kak Revan. Saat itu Kak Revan dan satu temannya --entahlah, aku lupa siapa nama temannya-- telah berdiri. mungkin hendak kembali ke kelasnya.
Dan mereka akan melewati meja ini. akupun menunduk, pura-pura sibuk dengan ponsel. Tapi saat melewati mejaku, aku malah sedikit mendongak dan mendapati matanya yang melirik ke meja kami. Dan sepertinya ia sadar aku perhatikan, ia melihatku dan tersenyum. Aku berdeham salah fokus.

Setelah beberapa langkah menuju pintu keluar kantin, kulihat Kak Revan berbalik dan berjalan ke arah mejaku. Jantungku tiba-tiba seperti ada konser dadakan. Kulihat Lina yang cuek dan masih memakan sisa siomaynya.
Revan: "Ehem.. Lina.. " panggil Kak Revan pada Lina.
Aku menatap Kak Revan dan Lina bergantian. Otakku mulai menduga-duga. Lina menatapku dahulu sebelum matanya beralih pada Kak Revan.
Lina: "Apa?" jawab Lina pelan.
Revan: "Sorry kemarin gue gak bales chat lo, abis kuota." ucapnya sambil tertawa kecil, terlihat sekali ia berusaha menghilangkan kegugupannya.
Kulihat Lina yang mengangguk kaku.
Revan: "Yaudah gue ke kelas duluan yaa." ucapnya pada Lina, lalu tersenyum tipis padaku.

Dan aku mulai mengerti semuanya. Aku tersenyum tipis, lalu berusaha tertawa menatap Lina.
Aku: "Kenapa gak lurusin dari tadi sih, kalau ternyata lo deket sama Kak Revan. Gue kan jadi baper Lin, untung gue belum naksir beneran." ucapku dengan suara tercekat. Sepertinya aku telah berbohong karena rasanya ada sedikit sesak di dadaku..

Lina menatapku serba salah. Aku tau saat melihat tatapan jujur Lina. Aku tersenyum tipis berusaha meyakinkan Lina lewat tanganku yang menggenggam tangannya. Jelas, aku tak bisa marah. Aku memahami perasaan Lina, tak ada yang salah dengan sebuah perasaan. Yang salah disini hanyalah ekspektasiku. Benar kata Lina. Maaf Lina, ternyata aku tak cukup peka.

Baiklah, tak apa. Patah hati hal biasa, karena esok hari akan ku temukan seseorang yang tak membuatku lelah-lelah berekspektasi lagi, karena realitanya sudah membuatku bahagia.

By: Winda Khoirin Nissa
Sabtu, 21 Juli 2018
08:58 WIB

Kau PuisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang