#16

20.6K 2.7K 345
                                    


Jungkook duduk termenung diatas salah satu sofa kosong disudut bar. Menyesap dalam satu batang tembakau, kemudian menghembuskan asapnya perlahan. Sesekali menenggak alkohol dari gelas bening kecil; sembari menjentikkan batang rokok ditepi asbak untuk membuang abunya. Tatapan mata kosong, angannya berkelana memikirkan kilas balik kejadian beberapa jam lalu, saat dirinya dilecehkan tanpa perasaan oleh dosen kimia dalam kutip kekasihnya sendiri.

Rasanya menyakitkan, bukan raganya, melainkan bagian dari hati yang terdalam. Taehyung memakinya, menyiksa raganya, bahkan ia diusir layaknya barang bekas yang tidak berguna setelah puas memakainya.

Hingga malam semakin larut, Jungkook tidak kembali ke rumahnya. Pemuda itu memutuskan untuk bermalam disalah satu kamar hotel yang berada disekitar bar untuk menenangkan diri. Tidak cukup siap jika harus bertemu ibunya yang sudah jelas hanya akan membicarakan pertunangan gila seperti yang sempat ia setujui beberapa waktu silam.

Sebenarnya sekitar satu minggu lalu, sesaat setelah Tiffany kembali dari America dan wanita itu tanpa basa basi menghampiri Jungkook kedalam kamar dengan raut yang tampak bahagia lebih dari biasanya, Jungkook sedikit curiga tetapi enggan bertanya.
Ada rasa heran yang berlalu lalang dalam fikiran, sayangnya suasana hatinya sedang dalam kondisi tidak baik untuk bertanya banyak hal. Pusat fikirannya hanya tertuju pada surat undangan pernikahan Taehyung dan Kristal yang membuatnya sesak sendiri.


Semacam merasa tidak terima, ingin marah. Tetapi sadar ia tak berhak. Taehyung punya hak memilih jalan menuju bahagianya.
Maka ketika Tiffany menyarankan supaya pertunangannya dengan Eunha dipercepat, Jungkook hanya mengangguk dan menggumam setuju. Baginya sudah tidak ada harapan untuk kembali dengan Taehyung setelah apa yang telah ia lakukan selama ini.

Jungkook hanya sadar diri, bahwa dirinya terlalu brengsek untuk menjadi pasangan pria berhati tulus layaknya Kim Taehyung.




Bahkan didalam hotel, kedua matanya pun enggan terpejam. Hanya menjadikannya perih dan pegal ketika ia memaksa memejam mata. Jungkook hanya salah perhitungan, ia mengira berpisah dengab Taehyung bukanlah hal yang berat. Mengingat dirinya yang cukup tampan dan terkenal dikalangan mahasiswi, tidak akan sulit membuatnya mendapat pasangan pengganti Taehyung. Fikirnya.


Akan tetapi kenyataan memang tidak melulu sesuai dengan realita. Sebab yang terjadi saat ini bukanlah Jungkook yang biasa saja ketika dibuang Taehyung, melainkan seorang pemuda mengenaskan yang hanya bisa sok tegar, sok kuat, sok baik-baik saja meski faktanya relung hatinya sesak seperti tertimpa bebatuan berat. Disaat seperti ini ia baru sadar bahwa kehadiran Taehyung sangat berpengaruh untuk kehidupannya.

















"Ma, tolong. Tunggu beberapa bulan lagi, aku tidak siap."

Tepat seperti dugaan, Tiffany sudah duduk manis disofa ruang keluarga menunggunya pulang. Tidak ada pertanyaan tentang semalam menginap dimana, wanita itu hanya bertanya sudah mandi atau belum; tepat ketika Jungkook melangkah didalam rumahnya. Lantas memerintah cepat ganti baju, tanpa penolakan. Setelahnya Jungkook hanya mengangguk untuk kemudian melangkah menuju kamar dan mengganti pakaian lebih formal sesuai perintah ibunya.


Sekitar lima belas menit, Jungkook keluar dari kamar untuk kemudian menghampiri ibunya diruang keluarga dan turut mendudukkan diri disofa kosong tepat berhadapan dengan sang ibu. Bahkan belum sempat Jungkook membuka suara untuk melayangkan pertanyaan, Tiffany sudah lebih dulu menjelaskan bahwa lima menit lagi harus berangkat menghadiri jamuan makan malam dirumah keluarga Jung.


Relation ㅡ kth+jjkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang