Goodbye Kursi roda.

1.4K 216 12
                                    

Syifa Hanasalsabilah.

Tuhan sudah memberikan aku banyak kebahagiaan, termasuk kebahagiaan berada diantara orang-orang yang sayang dan cinta padaku. Seberapa banyak yang menganggapku lemah tapi aku tidak peduli, dan sekarang aku membuktikan pada mereka bahwa aku juga bisa.

**

Dokter Haris menatap takjub ke arahku dengan tersenyum bangga, perlahan aku meninggalkan kursi roda itu lalu melangkah sedikit demi sedikit untuk menggapai sang Dokter yang mengisyaratkan ku untuk berjalan menghampirinya. Katanya, dengan melihat perubahanku yang signifikan ia merasa keajaiban benar-benar tertuju padaku.

Dokter Haris adalah salah satu dokter umum untuk keluargaku yang menangani segala macam penyakit. Dia sangat lihai mengetahui tentang apa saja yang membuat kita sakit dan dengan mudah memberi resep untuk menangani penyakit yang kita derita, termasuk cacat kakiku saat ini. Sebelumnya dokter Haris memang pernah merawat mamah yang punya kelainan pada jantungnya, dan alhasil setelah mengikuti semua sarannya, mamah bisa terbebas dari sakitnya itu. Dan meninggalnya mamah kalian sudah tau, bahwa hal itu murni kecelakaan.

"Wah, kamu hebat Syifa. Bagaimana bisa kamu melakukan itu dengan kurung waktu yang tidak begitu lama?" kata Dokter Haris, aku sempat tersenyum kikuk dibuatnya.

Sebenarnya aku juga masih bingung bagaimana harus mengatakan pada dokter Haris, masa hanya karna sentuhan Rizky lalu dengan cepat kakiku bisa berjalan-jalan seperti ini?  Atau karna pengaruh feeling ku yang terbilang lebih hidup saat bersama Rizky? Entahlah, aku hanya menerka saja.

"Mungkin satu minggu lagi, kamu tidak perlu menggunakan kursi roda mu itu,"

Tidak peduli seberapa lama aku berdiam diri dikursi roda ini, jika bersama pria itu aku merasa hidup. Merasakan ada yang benar-benar tulus mencintaiku saja itu sudah menjadi tujuan utama aku masih bernafas didunia.

-

Aku tidak pernah mengira Rizky akan memperlakukan ku dengan sangat istimewa, membawa aku ke tempat yang tidak pernah terpikir untuk kesini dengan keadaan yang tidak normal. Mengambil gambar ku ditengah padang ilalang lalu memakan sandwich bersama yang dibawanya tadi. "Kamu senang?" sempat-sempatnya Rizky bertanya aku senang apa tidak berada disini. Tentu ia juga tahu jawabannya apa. Seminggu ini, aku memang merasa lebih banyak mendapat perhatian darinya.

Terbersit, dibalik kebahagiaan ini aku merasa haru saat tau Rizky menyiapkan hal yang tidak pernah ku duga sama sekali. Sebuah tempat cincin yang dibalut kain berbahan beludru berwarna ungu muda, lantas dibuka sudah bertengger cincin emas didalamnya. Sebelumnya aku sempat ragu dengan apa yang kulihat ini. Rizky tak segan untuk berjongkok dihadapanku sembari menyodorkan cincin itu lalu berkata. 'Please, be my fiance,' satu kalimat yang diuacapkan terbata-bata namun tetap jelas, aku menangkup wajahku sendiri. Tidak percaya.

Sosok Rizky yang pertama ku kenal yaitu penolong dan sedikit pengganggu kini menjelma menjadi Rizky yang dewasa, bersikap bak Raja yang sedang jatuh Cinta lalu meminang salah satu Ratu yang dicintainya itu.

Berapa lama, 1 menit, 2 menit ternyata aku mendiami Rizky selama hampir lima menit, aku termangu dihadapannya. entah apa yang ingin ku katakan tidak lagi bisa terucap mulus begitu saja. Aku terlalu bahagia. Kulirik Rizky sudah memperlihatkan wajah memelasnya beberapa kali, lalu kembali menunduk dengan posisi yang sama.

Melihat kondisi kakiku yang ikut bergetar hebat, dan sudah kupastikan hal ini karna ke-gugup-an ku yang tidak biasa.

"Sorry, tapi untuk saat ini aku enggak bisa," ucapku akhirnya.

Ternyata tidak begitu mudah untuk menerima Rizky untuk aku menjadi tunangannya dengan kondisi fisik yang tidak sempurna. Ada banyak yang ku fikirkan setelahnya, bagaimana kalau kedua orangtuanya tidak merestui kita, lalu bagaimana kalau teman-temannya menertawakan Rizky mempunya tunangan yang cacat. Cukup Rizky menjadi seorang penyemangat ku saja, jangan sampai karna perasaanku ini justru membuat beberapa pasang mata menatap Rizky rendah.

"Tapi kenapa?"

"Rizky, kita baru kenal beberapa bulan dan kamu tau kondisi aku seperti apa?"

"Aku enggak peduli, yang aku tau aku nyaman sama kamu Syifa," kata Rizky yang kali ini ikut menggenggam kedua tanganku kuat.

"Bukan, kamu memang enggak peduli sama orang-orang, tapi aku peduli sama kamu. Aku enggak bisa ngeliat orang seperti kamu yang tulus akan menjadi bahan olok-olok karna bertunangan dengan perempuan sepertiku. Rizky, berjanjilah.. Untuk apapun itu, kamu akan Setia dengan ucapanmu. Maksudku, tunggu aku.. Tidak lama lagi," aku yang berusaha memberi pengertian padanya, setelah wajah keputus asaan jelas terpampang disana, dia pasti merasa kecewa dengan keputusanku.

"Rizky," panggilku lirih. Aku mendekatkan kursi roda ku, lalu kembali memegang pergelangan tangannya yang terasa dingin. "Aku janji, aku berusaha semampu ku untuk belajar berjalan lagi, setelahnya tanpa kamu meminta untuk aku menjadi tunangan kamu, aku yang akan mengingatkan moment ini,"

Akhirnya, setelah lama membujuknya, ia setuju. Lalu kembali memperbaiki posisi jongkoknya dihadapanku, mencium kedua punggung tanganku lembut: "jangan ada laki-laki lain yang kamu pikirkan selain aku," kata Rizky berusaha berucap normal se normal-normalnya dengan hati yang masih sedikit merasa kecewa karna penolakan dariku.

-

Dokter Haris menepuk pundakku lembut, seraya melangkah menuju ambang pintu utama rumahku. "Saya pamit," katanya. Jangan tanya kak Lisa ada dimana, hari ini dia sangat sibuk untuk bertemu klien di kantornya, dan Rizky juga sama. Dia sudah menelfonku dan tidak bisa datang untuk mengajari ku berjalan. Tentu hanya hari ini saja, Rizky meninggalkan ku karna memang ada sesuatu sangat penting yang harus dikerjakannya, aku tidak peduli itu apa, yang aku tau Rizky tidak pernah berbohong padaku sekalipun.

"Ada bibik kan? Enggak apa-apa kalau aku meninggalkan kamu disini?"

"Enggak kok dokter, makasih udah mau repot-repot datang dan mengambil waktu RS dokter,"

"Sudah menjadi tanggung jawabku juga kan, jangan ungkit masalah ini. Kamu dan keluargamu ini sudah menjadi hidup aku yang sangat penting, semoga setelah kita bertemu nanti kamu tidak lagi duduk disini, melainkan sudah menyambutku dengan berjalan elegan seperti kakakmu. Lisa," katanya panjang lebar. Aku tersenyum sendiri. Lalu, ia pun meninggalkan ku diruang tamu, aku menatap punggung dokter Haris yang perlahan menghilang dari balik pintu.

**

Aku mengayunkan kursi roda ku menuju meja buku yang ada dikamarku. Hari ini rasanya aku sangat merindukan untuk membuat jari-jariku menari diatas buku dengan menggunakan pulpen

Tak menunggu lama, tanganku dengan lihai mencari buku diary dan membukanya perlahan.

Baiklah.

Coretan tinta ini untuk Rizky. Laki-laki sabar dan hebat dalam mengikuti semua moodku yang berubah-ubah.

Senyuman, kebahagiaan yang kembali terukir dalam hatiku. Kau tau? Ada banyak kesedihan yang sudah tidak lagi nampak diwajahku, ia menggantinya dengan tawa. Sekarang, atau nanti akan sama. Rizky yang berhak untuk menyambut pelukan ku saat kaki ini benar-benar melangkah sempurna. Aku bahkan tidak sabar akan hal itu tiba, dan semoga tidak lama lagi.

My Love, Rizky.

Tbc!

Bunga Untuk SyifaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang