Rizky mengepal kedua tangannya, dengan helaan nafas yang terdengar berat. Lalu untuk beberapa saat kedua tangannya kembali memegangi setir mobil. Di sisi kiri duduklah dengan tenang seorang perempuan berwajah pucat, dengan syal yang membaluti seluruh lehernya melihat ke arah lelaki itu.
Syifa mengaitkan anak rambutnya, dan kemudian memegangi tangan lelaki itu yang terlihat ragu. Menyadari itu, Rizky berbalik senyum di wajahnya tidak lah ramah seperti biasanya. Ia sudah berusaha terlihat tenang namun kenyataan dia tidak akan setenang suasana kemarin saat menyampaikan bahwa dirinya akan baik-baik saja.
Lihatlah wajah pucat Syifa, itu sangat menakutkan untuk Rizky membawa nya ke pantai dengan suasana sore begini. Namun kembali pada janjinya beberapa hari yang lalu, kapan pun Syifa ingin Rizky selalu siap membawanya pergi.
"Kita sudah sampai," Syifa terlihat girang ketika mendengar deruh ombak yang jaraknya tidak jauh dari mobil mereka di hentikan. Sedikit menyuruh Rizky memburu untuk membuka kenop pintu mobil yang terkunci.
Baiklah, tidak ada salahnya. Bukankah dengan perasaan senang, semuanya akan baik-baik saja?
-
"Kami mau pesan dua kelapa muda," Syifa memberi kan kembali menu itu, lantas tersenyum ke arah pramusaji yang menawarkan menu setelah mereka mengambil tempat duduk.
"Setelah ini aku mau jalan-jalan,"
"Kamu jangan terlalu capek sayang, kamu baru keluar dari rumah sakit." Rizky mengingatkan. "Lagian kamu kenapa sih ngebet banget mau ke pantai, kan kita bisa pergi lain kali. Liat tuh wajah kamu pucat banget," lanjutnya dengan melihat khawatir ke arah istrinya.
Syifa tersenyum. Dia punya banyak alasan kenapa harus pergi di saat-saat seperti ini. Salah satunya dengan suasana hati yang buruk, perasaan yang bergejolak untuk bersenang-senang, tidak lama. Hanya untuk mengingatkan momen bahwa Rizky selalu memberinya yang terbaik kapanpun itu.
Uhuk... Uhuk...
Malam itu Syifa terbangun dari tidurnya, ia berlari menuju toilet ketika gatal di tenggorokannya tidak lagi bisa ia tahan.
Hueek..
Syifa menghela napas. Sesaat lalu tertegun. Memandangi westafel yang sudah berlumuran darah, lebih tepatnya baru saja perempuan itu mengalami muntah darah.
Debaran jantung Syifa memompa dua kali, wajahnya pasi saat ia yakin yang dilihatnya benar darah. Cepat-cepat perempuan itu menyalakan keran air untuk menghilangkan jejak darah disana. Lalu kembali berjalan dengan pelan ke arah ranjang. Terlihat seorang lelaki yang tertidur disisinya, mata Syifa mulai berembun, untuk beberapa saat berikutnya sebuah kristal bening jatuh tanpa bisa tertahan lagi. Syifa terisak, bahkan takut.
Dokter Haris pernah menceritakan efek dari kanker yang di alaminya jika sudah berada di tahap yang paling parah. Syifa harus waspada dan menjaga-jaga ketika ia sudah memuntahkan darah segar. Bahkan seharusnya ia kembali konsultasi jika itu terjadi.
Tidak!
Syifa menggeleng.
Wanita itu tidak ingin mati, ia tidak ingin mati dengan cepat. Bukankah dirinya punya waktu dua bulan untuk menikmati hidup? Seharusnya tidak ada darah disana. Seharusnya bukan hari ini ia melihat darah itu.
Syifa tau apa yang akan di lakukannya setelah ini. Tentu saja dirinya akan meminta pada Rizky untuk Rizky membawanya ber jalan-jalan ke pantai, persetan dengan rumah sakit. Ia tidak akan tau kapan tuhan memanggilnya. Lihat saja, bukan kah itu pertanda dia akan meninggalkan Rizky untuk selamanya? Pantai adalah keinginan terakhir perempuan itu. Setelah ini, dia tidak akan meminta apapun pada suaminya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bunga Untuk Syifa
FanfictionTAMAT Cerita KyFa. Tidak ada makhluk yang menginginkan jika harus selalu bergantung pada seseorang, bahkan oleh kerabat dekat sekalipun. Tapi bagaimana jika hidupmu mengharuskan untuk selalu membutuhkan bantuan? Bahkan hal sekecil apapun. Dan jika...