BUS 30

158 22 10
                                    

Tidakkah ini menyakitkan?

Rizky berencana untuk tidak masuk kerja hari ini di karenakan ingin menemani Syifa di rumah, menikmati meminum secangkir teh di sore hari, sembari memandangi bunga-bunga di pekarangan rumah mereka. Namun apa yang terjadi, bagaikan langit Rizky runtuh seketika, badai besar menghantam dirinya bertubi-tubi menyaksikan orang yang paling dia jaga, terbaring lemah di ranjang rumah sakit.

Kenapa?

Tangannya terkepal kuat, berharap-harap cemas. Lelaki itu terduduk menatap kosong lurus ke depan.

Jelas. Apa yang di takutinya akhirnya terjadi juga. Syifa tidak akan sanggup bertahan untuk waktu yang lama. Rizky menyesali menuruti semua keinginan Syifa kemarin perihal tidak penolakannya untuk mendapatkan penanganan khusus di rumah sakit kanker dokter Stefani.

Rizky merasakan matanya yang mulai berembun, sampai setitik itu jatuh tanpa bisa ia halangi lagi.

-

"Aku sudah siapkan makan siang untuk kita sayang, segera makan..." Raut wajah nya berubah panik ketika melihat Syifa yang sudah berada di bawah ranjang, ia terjatuh setelah menggulingkan dirinya untuk mencari posisi yang nyaman. Syifa masih bisa berucap meminta obat padanya sebelum akhirnya penglihatan perempuan itu menggelap.

Namun rasanya membawa Syifa ke rumah sakit saja tidak cukup, Rizky tidak sempat memberikan obat pereda pada istrinya yang langsung tidak sadarkan diri itu. Oh tuhan! Rizky baru saja merasa tidak berguna, membiarkan setiap kesakitan istrinya berlangsung begitu saja.

Lisa yang baru saja tiba di rumah sakit, dengan langkah terjuntai ia pun menghampiri Rizky. Tidak bertanya, Lisa tau sorot mata itu sudah memberi jawaban bahwa Syifa sedang tidak baik-baik saja. Syifa adiknya yang paling ia sayang sedang berjuang di dalam sana. Apalagi yang harus ia tanyakan? Itu hanya akan membuat luka di hati Rizky semakin menganga.

"Maafin aku kak," Rizky mengeluarkan suaranya yang parau, tubuhnya gemetar hebat, raut wajah ketakutan itu sudah tergambar jelas disana. Rizky tidak menyembunyikannya.

Satu persatu anggota keluarga berkumpul ada ayah dan ibu Rizky yang juga baru tiba. Mereka menguatkan putranya, menatap mata itu begitu dalam.

"Papah tau ketakutan mu, nak.!" Ayah Rizky merangkul pundak putranya dengan menepuk, meminta agar bahu itu harus tetap kuat. Namun yang terjadi Rizky malah terisak seperti anak kecil, ia tidak lagi bisa menahan diri. Terlalu sakit bagi Rizky untuk melihat Syifa yang terbaring di dalam sana.

Dokter Stefani keluar dari ruang penanganan Syifa, meminta untuk seseorang mengobrol dengannya perihal kondisi yang di alami pasien.

Dia tau siapa orang yang tepat untuk menyampaikan itu. Ia pun meminta Rizky mengikuti dirinya, berbicara di ruangan yang sedikit lebih tertutup.

-

"Saya mohon maaf kepada anda tuan Rizky. Tapi.." dokter Stefani menjeda kalimatnya. Mengundang rasa penasaran lelaki semakin mencuat.

"Tapi apa?"

"Begini.. awalnya kita menyetujui untuk Syifa menjalani pengobatan di rumah sakit ini, sembari menunggu kapan dia bisa menjalani operasi pengangkatan kanker di otaknya, namun ternyata kondisi pasien tidak begitu baik menjalani operasi, bisa saja dengan mengambil tindakan itu justru membahayakan pasien.." terang dokter Stefani.

Pukulan telak bagi Rizky ketika mendengar itu, apakah ini pertanda Syifa tidak akan bisa menjalani operasi dan segera pergi dengan penyakit itu? Tidak!

"Lakukan apapun yang terbaik untuknya dok, bukankah dokter bilang akan ada jalan untuk istriku kembali pulih."

"Mengingat kanker yang sudah memasuki stadium empat, kita hanya menunggu keajaiban. Terang saja pak Rizky, saya tidak berani mengambil resiko yang besar jika harus mengoperasi pasien sekarang. Saya tidak bisa menjanjikan banyak untuk kesembuhannya."

"Lalu apa yang harus saya lakukan sekarang, dok? Apa saya harus pasrah melihat kondisinya?"

"Berilah penenangan untuk pasien jika beliau telah melalui masa kritisnya, dia akan bertahan beberapa bulan." Dokter Stefani tertunduk beberapa saat lalu kembali mengangkat kepalanya. "Atau mungkin hanya dua bulan waktu yang tersisa, melihat kondisi pasien yang semakin menurun," sesalnya.

Hati Rizky terkoyak, penuturan itu jelas kabar yang sangat buruk baginya. Mungkinkah Syifa tidak ingin menjalani pengobatan itu karna ia sudah tau apa yang terjadi padanya?  Lalu bagaimana Rizky akan memberi tahukan semua pada istrinya jika dia membuka mata, bukankah sangat kejam jika Syifa tau kapan dia akan mati?

Oh tuhan! Rizky tidak lagi bisa menahan diri, dadanya sesak. Ia bahkan tidak tau untuk bagaimana bernafas dengan baik saat ini. Kabar buruk itu sudah mampu membuat pertahanannya runtuh.


***

Sudah beberapa bulan berlalu, ia tidak melihat Syifa dengan diamnya itu, kehilangan kesadaran Syifa  membuat Rizky kembali mengingat momen yang lalu. Lelaki itu tidak bisa berbuat banyak melainkan menemani Syifa disana. Seperti dulu.

Kali ini berbeda, ucapan dokter Stefani seakan-akan membuat ia ikut runtuh, sampai kapan mata itu tertutup Rizky juga tidak tau.

Semuanya serba mendadak, ia belum sempat menikmati kebersamaan di pinggir pantai pada malam hari seperti yang sudah mereka rencanakan beberapa Minggu yang lalu.

Berapa kali Rizky menegarkan diri, namun alih-alih melakukannya yang ada semakin membuat ia tidak berdaya.

Rizky menggenggam tangan yang di baluti selang infus itu, mencium punggung tangan milik istrinya, lantas menangis sesenggukan disana.

"Dasar pembohong!! Bangunlah Syifa. Kamu yang bilang kesembuhan mu ada kalau kamu merawat ku.!" Rizky bertutur sendiri. "Aku mohon jangan menakuti ku seperti ini, sayang.! Aku akan melakukan apapun untukmu, jadi ku mohon jangan diam!" Rizky tidak lagi bisa menahan diri, ia hanya terus berceloteh meski tau tidak akan ada jawaban dari pemilik tubuh itu.

Malam ini Rizky kalut, ia berjanji pada dirinya sendiri tidak akan kembali sampai melihat mata wanita itu terbuka.


TBC!!

Kejar tahun baru harus selesai. Menutup cerita ini dan memulai cerita baru yang tidak kalah asiknya. A storm of love, di baca aja dulu siapa tau tertarik. Hehe

Bunga Untuk SyifaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang