BUS 28

179 29 8
                                    

Hay. Ada yang menunggu! Yuk di baca aja. Daripada penasaran. Tinggalkan like nya ya. Hehhe











"terima kasih hidangannya sayang." Rizky menarik kursi lantas segera duduk, sorot matanya sudah menyapu seisi meja makan yang banyak tersedia untuk makan malam mereka. Lalu setelah itu dia menyadari jika makanan sebanyak ini, berapa lama waktu yang Syifa butuhkan untuk menyelesaikannya?

Rizky mengangkat kepalanya, makanan yang sangat mengundang rasa lapar itu berhenti dilihatnya lantas berganti dengan menatap istrinya yang juga ikut duduk disana. Wajahnya pucat, ia terlihat kelelahan.

"Sayang..."

"Makanlah Rizky, aku sudah menyiapkan ini sebelum jam tujuh,"

"Kau menyiapkan ini sendiri?"

Syifa menggeleng. "Aku di bantu oleh bibik." Tangan perempuan itu kini memegangi sendok nasi dan dengan cepat dirinya menaruh sesendok nasi ke piring Rizky, ikut dengan beberapa lauk dan juga sayuran.

"Syifa aku bisa mengurus diriku sendiri. Makan lah sayang," Ucapan Rizky yang begitu lembut sedikit membuat perempuan itu tersenyum tipis lalu mengangguk kecil. Tidak ada lagi obrolan, hanya suara sendok dan garpu yang saling beradu di atas piring.

Rizky menikmati setiap suapan yang masuk ke dalam mulutnya, ia tidak menyangka jika Syifa bisa melakukan masak memasak dengan sangat baik.

Dalam keheningan itu beberapa kali Syifa menatap Rizky diam-diam. Terlihat wajahnya begitu takut, bangga serta bimbang. Ia bahkan tidak menyangka Laki-laki yang dulu sangat tidak disukainya kini menjadi seorang suami yang sangat baik dan sabar. Lantas, bagaimana mungkin dia akan meninggalkan laki-laki penyemangat hidupnya jika suatu saat keadaan itu memburuk.

Syifa melirik makanan itu, dan berjanji akan melakukan yang terbaik yang ia bisa disisa akhir hidupnya.

"Aku sudah menemui dokter Stefani lagi, katanya dalam waktu dekat ini dia akan mengirim kamu dan menyiapkan kamar yang terbaik di rumah sakitnya. Kamu akan menjalani pengobatan intensif..."

"Aku tidak mau,"

Syifa menyela pembicaraan Rizky, tanpa menatap ke arah lelaki itu. Ia yakin terlihat wajah kecewa Rizky disana setelah mengatakan kalimat itu. Sementara kedua tangan perempuan itu masih asik memotong sayuran dengan menggunakan sendok. Entah itu berpura-pura atau untuk menghindari pertanyaan Rizky selanjutnya.

"Tapi sayang..."

"Aku akan baik-baik saja di sini, dengan kamu. Aku akan mengurus keperluan kamu dan segala macam untuk kebutuhan kamu," Syifa masih tidak ingin menatap lelaki dihadapannya.

"Aku ingin kamu sembuh sayang. Aku tidak masalah kalau tidak di urus dengan kamu,"

Tanpa terasa bulir air mata perempuan itu jatuh membasahi kedua pipinya, ia terisak rongga dadanya seakan di penuhi dengan kesakitan yang sedari tadi ia tahan.

"Itulah mengapa aku ingin menjadi seperti istri lain. Rizky, aku merasa sembuh dekat dengan kamu. Aku sembuh jika mengurus kamu."

Syifa yang masih kukuh dengan ucapannya membuat Rizky kebingungan. Apa yang sudah dia rencanakan bahkan menjadi rumit karna keadaan istrinya sekarang dan kali ini ia benar-benar menghentikan suapannya. Kedua mata itu saling beradu, tidak ada lagi ucapan dari Rizky maupun Syifa. Tapi helaan nafas lelaki itu sudah menyadari istrinya sendiri bahwa ini tidaklah dengan mudah ia terima.

"Aku akan baik-baik saja," Syifa yang akhirnya menyadari sikapnya yang terlalu keras membuat Rizky kurang nyaman. Tangannya yang menyentuh punggung tangan lelaki itu lantas membuat perubahan di wajah Rizky. Setidaknya sedikit lebih nyaman dari sebelumnya.

Bunga Untuk SyifaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang