Bisa?

1K 188 12
                                    

1 bulan kemudian..

Sudah menjadi rutinitas sang kakak setiap ingin berangkat kerja. Ia menyempatkan untuk mengajar Syifa melangkah sebelum Rizky datang diwaktu yang tertentu. lisa tersenyum ramah lantas sedikit merapikan jas kantor yang sudah dikenakannya. Lalu setelah itu, kedua tangannya terangkat seolah mengisyaratkan sang adik untuk beranjak dari kursi roda itu.

Bisa. Tanpa bantuan Lisa sekalipun Syifa terlihat melangkah sangat lihai versi orang cacat kaki sepertinya. "Aku bisa kak," lirih Syifa perlahan-lahan berjalan menghampiri Lisa. Begitu seterusnya sampai kedua kakinya terasa pegal dan ia pun mendudukkan dirinya diatas sofa. Syifa menghela kuat dan tertawa se-kencang mungkin.

"Tanpa kakak sentuh sedikitpun, adikku memang hebat!" puji Lisa sembari merangkul pundak Syifa, dan ikut mencium kedua pipi sang adik. Lagi, gadis itu beranjak dari sofa lalu melakukan pergerakan ulang menuju yang kali ini ke meja makan.

Berhasil.. Berhasil.. Syifa merasa girang akan hal itu, seperti dia tidak lagi membutuhkan kursi roda untuk pagi ini. Lisa membuktikan sendiri tentang apa yang Syifa lakukan.

"Kak. Aku beneran udah bisa jalan, sepertinya sekarang tidak perlu pake kursi roda ini kak. Syifa yakin betul Tuhan sudah ijinin aku pakai kedua kaki ku lagi." ujar Syifa seraya menjauhkan kursi itu dari hadapannya lantas tetap berdiri disamping meja makan. Namun, alih-alih Lisa mengangguk untuk keputusan yanh ia ambil. Yang ada perempuan itu kembali mengambil kursi roda lalu ikut mendudukkan sang adik diatasnya. Lisa memeluk Syifa lalu kembali mencium pipi gadis itu. Sementara raut wajah Syifa terlihat tak suka akan perintah Lisa.

"Itu persepsi kamu dek, kan kita belum check-up ke dokter Haris."

"Tapi kak, aku ngerasa enggak butuh lagi sama kursi ini. Aku yakin kalau pagi ini aku benar-benar bisa melangkah dengan baik. Buktinya, sejak tadi aku enggak nyentuh pundak kakak buat papah aku kan?" tanya Syifa yang kali ini berusaha meyakinkan Lisa.

Percuma saja. Meski dinasehati Syifa tidak lagi bisa menerima perintah kakaknya, ia terlalu bahagia karna kedua kakinya. Meski begitu, Lisa masih akan tetap berkonsultasi pada dokter Haris tentang perkembangan Syifa. Lisa hanya punya kesempatan bertemu dokter itu setelah jam pulang kantor. Semoga hari ini tidak ada lembur. Pikirnya.

**

Sepanjang hari Syifa tak lagi terlihat duduk dikursi roda tersebut. Gadis itu sudah terlalu asik berjalan sekitar rumah menggunakan kakinya. Sementara sang bibik masih terus memantau Syifa sekedar untuk menjaga saja. Tentu karna kekhawatirannya bisa kapan saja terjadi.

Kembali pada Syifa. Hari ini ada dua kabar untuknya, bahagia dan sedih. Pertama karna kaki itu, dan kedua...

Rizky tidak datang. Meski hari sudah hampir siang Syifa masih terus menunggu Rizky di depan pintu rumahnya, dengan berdiri sembari melihat keluar ke jalan. Kalau-kalau Rizky sudah ada dipintu gerbang ia akan berlari menghampirinya, memperlihatkan perkembangan kakinya untuk pemuda itu. Pasti akan membahagiakan. Namun, alih-alih memperlihatkan justru membuatnya semakin lelah dan memilih masuk kedalam rumah.

Bak ditelan bumi, ini untuk yang pertama kali Rizky tidak memberi kabar. baik dalam menelfon atau mengirim pesan singkat. Syifa memandang kedua kakinya, terpancar kekecewaan karna ketidakhadiran Rizky akan kebahagiaan yang dirasakannya itu. Ah, kenapa harus memikirkan kekecewaan yang sebenarnya tidak begitu memberatkan. Tentu, masih ada cara untuk memberitahu Rizky dengan menelfon pemuda itu lebih dulu.

Syifa : kamu enggak kesini? Aku ada kabar baik. 😊
Send!

Setelahnya. Gadis itu kembali menyimpan ponselnya lalu beralih pandang melihat sang bibik yang sejak tadi berdiri dihadapannya. Syifa tersenyum lantas mengisyaratkan asisten rumah tangga itu berucap.

"Anu non. Makan siang sudah siap"

"Oh, terimakasih." kata Syifa lantas kembali bangkit dari tempat ia duduk dan lagi melangkah dengan penuh semangat. Baginya, saat ini hal yang paling menyenangkan yaitu saat dirinya melihat kedua kaki itu beraktifitas. Sedangkan sang bibi, masih sangat merasa was-was akan keberanian Syifa yang terus mengandalkan kakinya yang baru merasakan pergerakan tanpa jeda.

📖📖

Untuk kali kedua. Rizky kembali berduka ketika adik kesayangannya harus menghembuskan napas terakhirnya. Di Rumah sakit "Peduli Kanker". Tidak ada yang bisa dikatakan selain rasa pilu yang menggerogoti hatinya. Aliya. Tubuh Aliya terbujur kaku diatas tempat tidur Rumah sakit tanpa merespon pergerakan orangtua angkatnya yang menangis disisinya sembari menggoyangkan tubuh Aliya sekuat mungkin dan itu percuma. Lagi, teman-teman yang juga mengalami sakit yang sama harus menangis melihat kematian Aliya. Lalu ada beberapa dari mereka benar-benar dihantui dengan rasa takut yang luar biasa. Kapan saja, mereka akan seperti Aliya karna penyakit menyedihkan itu.

Namun, meski begitu Aliya tidak lagi harus merasakan sakitnya suntik jarum yang setiap hari ditahannya membuat air matanya mengalir deras tanpa mengeluarkan suara tangisnya sedikitpun. Demi menjaga sang kakak untuk tidak ikut bersedih akan kondisinya yang semakin memprihatinkan. Kematian lebih membahagiakan untuk gadis kecil seperti dirinya. Konon, akan menjadi bidadari-bidadari kecil di atas langit sana. Pikir Rizky.

Tanpa sadar. Kembali air mata pemuda itu membanjiri sekitar wajahnya, ketika pihak rumah sakit sibuk menyiapkan mobil Ambulance untuk membawa mayat Aliya pulang ke rumah. Dan juga, terlihat sang ayah yang sangat sibuk berbincang dengan beberapa dokter untuk kepengurusan administrasi.

Sedangkan ibu Rizky masih tidak ingin terlepas dari tempat tidur gadis kecil itu. Lalu saat itulah Rizky bertindak memberi pengertian sang mamah untuk memberi celah dokter mengurus mayat Aliya.

"Mamah enggak bisa biarin adik kamu pergi Rizky, dia tidak boleh tinggalin mamah!" ucap Dona (ibu Rizky) histeris.

"Mah. Semua orang juga tidak mau melihat Aliya pergi. Tapi, kehendak Tuhan tidak boleh kita bantah. Kita harus ikhlas mah," lirih Rizky yang kali ibu tidak bisa menahan air matanya yang lagi-lagi ikut jatuh membasahi kedua pipinya. Keluarga Rizky tentu terpukul akan kepergian Aliya, hanya saja hal ini tentu tidak harus membuat mereka semua larut secara terus-menerus.

Skip_

Syifa kembali membaringkan tubuhnya perlahan diatas kasur, menatap langit-langit kamarnya untuk sekedar membuang sedikit kekecewaan tentang Rizky. Beberapa kali gadis itu mengecek notifikasi dari Rizky. Tapi tetap saja, tidak ada balasan disana.

Bahkan hari sudah sore masih juga tidak ada kabar. Bagaimana kalau Rizky tidak lagi ingin menemuinya karna beberapa alasan? Atau Rizky memang tidak ingin diganggu? Pikir Syifa.

Drrrttt drrttt..

Suara getar ponsel itu kembali membangkitkan gairah Syifa berharap kali ini pesan dari Rizky. Saat membuka pesan itu sempat membahagiakan dirinya karna apa yang diharapkannya memang benar terjadi. Namun, dalam waktu yang bersamaan mampu membuat Syifa bungkam. Beberapa kali Syifa mengulang membaca pesan dari Rizky untuk memastikan... Dan benar...

Rizky: maaf, karna aku baru ngabarin kamu syifa. Hari ini Aliya pergi untuk selama-lamanya.

Tbc!

Akhirnya lanjut lagi tulisan ini. Fokus cerita BUS untuk next chapter. Happy reading all. Tinggalkan jejak demi kelancaran cerita ini please.. 😍😍

Bunga Untuk SyifaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang