MALAIKAT PENOLONG

5.3K 271 4
                                    

Kabur! Pandanganku tiba-tiba kabur. Kepalaku terasa sakit dan pusing. Aku berusaha keras untuk tetap membuka mata, berkali-kali aku kucek mataku biar tidak kabur, tapi tidak bisa. Dan akhirnya akupun kembali terjatuh. Setelah itu aku tidak merasakan apa-apa lagi.

Perlahan aku kembali membuka mata. Kulihat disekelilingku. Aku berusaha untuk duduk dengan sekuat tenagaku. Ada tiang infus yang menyambung di tangan kananku lagi. Mataku tertuju pada sosok yang tertidur di sofa. Zee ! Akmu melihat dia tertidu dengan lelap di sofa. Sekali lagi aku bertemu dengan dia. Apakah dia Malaikat penolongku? Dia menolongku sekali lagi untuk hari ini. Siapa orang ini ? Kenapa dia begitu baik padaku. Kupandangi Zee baik-baik dari kepala sampai kaki. SEMPURNA ! Tinggi kurang lebih 170cm, memiliki kulit kuning langsat, berambut hitam tebal bergaya androgini mirip seperti artis korea "mungkin dia penggemar k-pop." Gumamku sambil senyum sendiri. Hidung mancung sempurna dengan bentuk tulang hidung yang runcing (membuatku langsung memegang hidungku sendiri yang memang benar-benar tenggelam), bibirnya yang tipis berwarna merah dan sedikit gelap "Perokok pasti." Gumamku lagi sambil sedikit tersenyum. Memakai jaket kulit berwarna coklat dan pas di badannya, memperlihatkan dadanya yang sedikit bidang. "Tunggu ! Sedikit?" Sedikit aku mulai berfikir, tapi tiba-tiba buyar karena aku tersadar bahwa aku sedang di rawat diruangan super VVIP.

"Sial ini kamar VVIP!" Aku langsung melepas selang infus dan "Auw!" Darah mengucur dari tanganku, dan membangunkan tidur Zee.

"Lia? Kamu ... ?" Zee tiba-tiba terbangun dan mendekat ke arahku.

"Aku harus pergi Zee, aku gak bisa dirawat ditempat seperti ini, daripada untuk bayar rumah sakit lebih baik buatku makan satu minggu dengan adikku." Aku beranjak pergi.

"Hei ! Tunggu!" Zee menahan langkahku.

"Aku yang akan bayar tagihan rumah sakitnya. Sekarang kamu duduk, aku panggilkan suster dulu biar tanganku diobatin dan infus dipasang kembali."

"Tapi Zee ?"

"Udah kamu diam. Aku panggil suster dulu. Kamu tunggu disini !"

Zee keluar memanggil perawat untuk kembali menginfusku. Tidak butuh waktu lama setelah itu suster keluar diikuti Zee yang ikut keluar tanpa pamit.

"Bisa-bisanya dia pergi gitu aja tanpa bilang mau kemana, trus dia nyuruh aku tetep disini tu ngapain? " Gerutuku.

Aku mencari keberadaan ponselku. Aku membuka-bukanya kembali. Kublokir nomer  Ardan dari ponselku. Rasa hatiku masih sesak sekali mengingat penghiatan dari Ardan.

"Nih minum dulu! " Kata Zee yang baru saja memasuki kamar rumah sakit dengan membawa beberapa kantung plastik berisi makanan dan minuman.

"Kamu keluar tadi beli ini ? " Tanyaku.

"Lha iya. Kemana lagi ? Kabur ? Kamu takut aku kabur ? " Tanyanya yang seolah tau jalan fikiranku.

"Kamu tu siapa sih sebenarnya ?" Tanyaku pada Zee sambil menyerupuh teh hangat.

"Maksudmu?" Tanya Zee balik sambil memakan tempe mendoan yang dia beli.

"Kamu mata-mata ya ?" Tanyaku penuh selidik.

"Hah ?"  Zee sedikit menaikkan suaranya.

"Kenapa ?"

"Hahahahahhahah .... " Zee tertawa dengan sangat keras.

"Ih aku nanya serius malah diketawain sih ?" Tanyaku sebel.

"Ya kamu lucu, emang ngapain aku mata-matain kamu ? Kamu tuh siapa ? Artis ? Atau pejabat ? Kurang kerjaan!" Kata Zee seolah menghinaku.

"Kenal kamu aja enggak. Kalau kamu gak nabrak mobilku juga aku gak bakalan kenal kamu, gimana mau mata-matain kamu ?" Tanyanya lagi. Kali ini wajahnya mendekat tepat di depan wajahku sebelum akhirnya dia melempar plastik berisi gorengan itu ke atas meja.

"Trus kenapa kamu mau nolongin aku ?"

Zee menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia mengisap rokok elektrik yang dia kalungkan di dadanya.

"Pertama, aku bukan orang yang suka tabrak lari, meskipun bukan aku yang salah. Kedua aku gak mau berurusan sama polisi karena aku gak ada SIM. Ketiga aku gak mau ya hidup gak tenang karena arwahmu gentayangan kalau aku kabur!"

"Aku masih hidup !" Kataku dengan wajah cemberut.

"Hahahahaha. Yang keempat, aku tuh suka gak tega kalau liat cewek, apalagi cewek kampung kaya kamu galau sendirian ! Apalagi galaunya karena di selingkuhin!" Katanya sambil menunjuk wajahku.

Keterlaluan sekali dia bilang aku cewek kampung. Tapi aku sedang tidak ada mood untuk meladeni bahan guyonannya. Masalahku sudah cukup berat, aku gak mau kalau akan semakin rumit dengan jawaban-jawaban bodoh Zee.

"Cowok itu banyak kali gak cuma satu, ngapain harus ditangisin, pakai rebutan segala lagi. Kaya orang gak laku aja !"

Kulirik Zee, muncul banyak pertanyaan di dalam otakku, bagaimana bisa dia bicara seperti itu ? Dia tau semua kejadian yang aku alami hari ini. Semua benar dan tidak ada yang salah satupun. Bener-bener seperti stalker, dia bahkan tau aku putus sama Ardan.

"Kerjaan itu banyak Lia, asal banyak kemauan pasti kamu juga akan mendapat perkerjaan."

Bagaimana Zee juga tau aku kehilangan pekerjaanku? Kepalaku semakin pusing dengan berbagai macam pertanyaan dari diriku sendiri mengenai Zee.

"Darimana kamu tau kalau aku juga habis di pecat ?"

"Aku tadi baca sms di ponselmu. Sorry! bukan berniat untu kepo, tapi aku ingin mengabari keluargamu, tapi ...."

"Adikku sedang ada acara di sekolahan, dia juga jarang pulang ke rumah. Ibu dan ayahku juga tidak tinggal dirumah, keluarga kami terpencar. Tidak ada yang akan kesini, percuma juga kamu kabarin keluarga aku. Ga ada hasilnya."

Hening... Zee diam setelah aku memutus ucapannya. Adikku memang jarang pulang, dia lebih menikmati waktunya diluar layaknya anak muda pada umumnya, pulang hanya untuk minta uang dan ambil seragam sekolah. Ibuku jelas tidak mungkin, karena ibuku diijinkan pulang 3 bulan sekali oleh majikannya. 

"Kerja di rumah makan mau ?" Tanya Zee memecah keheningan kami.

"Rumah makan ?" Tanyaku penuh antusias.

"Kalau kamu mau bisa aku cariin di tempat temenku, kebetulan aku punua temen dia buka kaya semacam warung makan tapi konsepnya cafe gitu, ya cuma warung makan kecil sih, gaji juga enggak gede, tap..."

"Mau!" Aku memotong penjelasan Zee. Saat ini aku tidak akan memilih pekerjaan apapun.

"Apapun itu aku mau, yang penting aku bisa dapat kerjaan. Soal gaji aku ga perduli besar atau kecil. Buat aku yang penting aku kerja dan bisa buat aku makan setiap harinya."

"Oke. Itu soal gampang. Kapanpun kamu mau aku bisa langsung antar kamu kesana. Yang penting kamu fokus dulu sama kesembuhan kamu ya."

"Makasih ya Zee. Maaf udah sempet curiga sama kamu."

"Gapapa. Santai aja Lia. Cepat sembuh ya."

Hari ini aku keluar dari rumah sakit setelah 3 hari dirawat. Segala biaya rumah sakit Zee yang tanggung. Hubunganku dengan Zee semakin dekat. Selama 3 hari ini dia yang merawat dan menungguiku. Aku benar-benar berhutang budi padanya. Adikku semalam menjengukku, tapi hari ini dia tak bisa menjemputku pulang karena ada acara OSIS di sekolahnya

cinta yang sakit(gxg) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang