Ardan mengajakku pergi ke rumah makan langganan kita sewaktu masih pacaran dulu. Dia sengaja mengajakku kesini untuk menenangkan fikiranku.
"Sebaiknya kamu pindah tempat kerja aja Lia."
"Kenapa ?"
"Nanti kalau kamu disana kamu akan dipengaruhi orang itu lagi, kamu akan diajak lesbian. Apa kamu gak mikir sama keluargamu ?"
Perkataan Ardan ada benarnya juga. Tapi ini tak semudah apa yang dikatakan Ardan. Masalahnya bukan hanya Zee, tapi Clara pekerjaanku juga banyak hal yang akan menjadi pertimbanganku."Ini hidupku, aku bukan anak kecil. Dan aku tidak perlu kamu untuk menasihatiku."
"Aku masih perduli sama kamu Lia." Kata Ardan meraih dan menggenggam tanganku.
"Tapi aku udah gak perduli sama kamu."
"Kamu beneran mau jadi lesbian ?"
"Iya atau tidak itu bukan urusan kamu. Dan satu hal lagi, Zee tidak pernah berusaha mempengaruhiku untuk menjadi seorang lesbian."
"Lalu ? Kamu sendiri ? Karena dia kaya ? Jadi kamu mau-mau aja diajak dia lesbian ? Demi uang Lia ? Matre sekali kamu, demi uang mau menjadi seorang pendosa dengan cara lesbian!"Aku berdiri dan menyiram Ardan sengan segelas es teh manis yang Ardan pesankan buatku.
"Aku beruntung bisa putus dari kamu. Seandainya aku jadi lesbian pun itu pilihanku sendiri. Bukan karena patah hati karena ditinggal kamu selingkuh. Atau karena Zee kaya dan ataupun karena aku matre. Oiya aku berterima kasih karena udah diselingkuhin sama kamu, aku jadi kenal Zee orang yang lebih baik dan menghargai seseorang, tidak kaya kamu . Sekarang aku jadi tau kamu seperti apa, bertahun-taun bersama ternyata juga belum bisa membuatmu mengerti bagaimana aku dan kepribadianku." Aku beranjak meninggalkan Ardan.
"Lia aku .... !" Ardan menarik tanganku dan aku langsung menepisnya.
"Jangan pernah muncul lagi di depanku!"****
Semua kejadian yang kualami akhir-akhir ini seperti sudah diatur. Seperti sebuah skenario yang sudah dirancang. Dari Dara menemuiku menceritakan bagaimana dia dan Zee, lalu Zee yang nembak aku entah sudah keberapa kali, lalu Ardan yang akhirnya tau bahwa Zee adalah seorang perempuan. Harus bagaimana ini ? Apa keputusan yang harus aku ambil. Zee apakah dia marah atau kecewa padaku ? Dari kemarin dia belum menghubungiku.
Aku melihat jam tanganku, masih jam 09.30. Masih ada waktu satu setengah jam lagi aku masuk kerja. Ini hari rabu dan Zee ada ujian jam 10. Kupikir sekarang dia sudah dikampus. Kubelokkan arah motorku kearah kampus Zee, aku ingin memberikan penjelasan padanya. Meskipun aku tidak tau penjelasan apa yang akan aku sampaikan, dan untuk apa aku menjelaskannya. Tapi kurasa ini perlu.
Zee satu kampus dengan Ardan. Jadi aku tak kaget jika Ardan tau siapa Zee dan latar belakang Zee. Zee, Clara dan Dara 1 kampus juga. Kalau gak salah Zee ambil jurusan komunikasi. Sedangkan Clara dan Dara mengambil jurusan FISIP. Gedung kuliah mereka berdekatan. Aku memutari salah satu universitas negeri di kota kami yang begitu besar ini. Mencari-cari dimana gedung kampus Zee.
"Clara!" Kebetulan aku melihat Clara sedang keluar kelas, aku memanggilnya untuk menanyakan dimana gedung Zee.
"Lia ? Ngapain disini ? Ada apa ?" Clara menghampiriku.
"Aku mau ketemu sama Zee, ada hal yang perlu aku bicarakan sama Zee."
"Zee kampusnya sebelah sana." Tunjuk Clara dibelakang gedung Clara.
"Coba kamu langsung kesana aja Lia." Kata Clara.
"Oh .. Gitu, yaudah aku samperin Zee dulu. Kalo udah selesai nanti aku langsung ke cafe boleh ya Cla ?"
"Oke Lia."Aku menaiki motorku kembali, mencari gedung Zee sesuai dengan petunjuk yang diberikan Clara tadi. Tak butuh waktu lama, cukup 5 menit dan aku sampai. Kuparkirkan motorku, dan aku mulai berjalan mencari Zee. Rasanya deg-degan sekali. Begini ya suasana kampus ? Dulu aku sangat bermimpi menjadi anak kuliahan. Aku ikut tersenyum melihat para mahasiswa dan mahasiswi yang sedang mengobrol di kampus entah itu masalah pekerjaan, kehidupan pribadi atau bergosip, rasanya aku ingin menjadi bagian dari mereka. Ash aku lupa niatku kesini untuk apa, aku tak punya waktu banyak untuk berbicara dengan Zee. Semenjak kemarin aku akhirnya tidak masuk kerja aku juga memilih untuk pulang ke rumahku sendiri. Entah kenapa Zee juga tidak menghubungi atau mencariku. Aku memutar-mutar mencari keberadaan Zee, tetap tak kutemukan diantara kerumunan banyak orang yang duduk di barisan kursi depan fakultas komunikasi. Aku terus berjalan ke belakang gedung, hingga akhirnya aku melihat Zee duduk di kursi taman, di sebelahnya ada Dara. Dara memegang tangan Zee dan sesekali mengelus-elus bahu Zee. Aku tak bisa mendengar apa yang mereka bicarakan, yang pasti aku ingin pergi dari sini ketika aku melihat Dara memeluk Zee. Perkataan Dara beberapa hari lalu seolah kontras dengan apa yang aku lihat. Benarkah aku hanya pelampiasan ? Benarkah kata Dara jika tak bersamaku maka Zee akan berlari ke Dara ? Aku melangkahkan kakiku perlahan mundur menjauh dari Zee dan Dara. Tanpa sadar aku menangis. Kubuka tasku dan kucari kunci motorku, tapi tak kutemukan. Sial !
"Lia ! Hei ! Kenapa ? Udah ketemu sama Zee?" Clara menghampiriku.
Aku tak menjawab pertanyaan Clara, langsung kupeluk dia.
"Hey .... Kenapa ? Kok kamu nangis ? Kenapa Lia ayo cerita dulu jangan nangis dulu."
"Dara sama Zee .... "
"Kenapa mereka ?"
Aku menggeleng terisak tak bisa menjawab pertanyaan dari Clara. Aku bingung harus mulai darimana untuk bercerita.
"Oke Lia. Kamu masuk mobilku yuk kita bicara di mobil, motormu biar nanti kusuruh Anton ambil."Aku mengangguk dan mengikuti Clara masuk ke mobil Clara. Di mobil aku menceritakan semua yang terjadi. Dan aku juga cerita masalah Dara yang datang menemuiku beberapa kali disaat Clara dan Zee ke cafe dan apa saja yang Dara bilang padaku.
"Kayanya Zee gak kaya gitu deh. Ya aku emang belum pernah pacaran sama Zee jadi gak bisa ya tau gimana Zee kalau pacaran, tapi kupikir Zee memang tidak seburuk yang diceritakan Dara."
"Tapi semua seperti kebetulan, Ardan yang tiba-tiba tau bahwa Zee adalah seorang lesbian, kemudian Dara yang kulihat kembali berduaan lagi sama Zee, meski kemarin Zee menyanggah semua pemikiran burukku padanya, kejadian hari ini bukan sesuatu yang terencakan Cla ?"
Clara terdiam tidak menjawab pertanyaanku. Entah karena dia yang memang tidak tau harus menjawab apa, atau memang karena dia tidak punya jawaban untukku.
"Sebenarnya kamu sama Zee itu udah ada ikatan belum sih ?"
Kali ini aku yang terdiam dan tak bisa menjawab pertanyaan Clara. Aku hanya mampu menggelengkan kepala dan menghapus air mataku sebagai jawaban dari pertanyaan Clara.
"Oh kalian belom pacaran ?"
"Belom Clara."
"Gini deh Lia maaf ya kalau aku ngomong gini. Kalian kan belum pacaran ya jadi menurut aku Zee masih punya hak mau dengan siapa dia bertemu, dia masih bebas melakukan apapun dan dengan siapapun, karena kalian kan memang belum ada ikatan ? Kecuali kalau emang kalian udah pacaran ya kamu berhak marah atau tidak suka jika Zee dekat sama orang lain."
Deg ! Pernyataan Clara kali ini benar-benar membuka mataku. Aku terlalu berlebihan pada Zee, aku seharusnya tak bersikap seperti ini. Aku tak memiliki ikatan dengan Zee, Zee sudah berkali-kali nembak aku, tapi aku tak kunjung memberikan jawaban kepadanya, jadi wajar jika Zee bertemu dengan Dara, karena status Zee bukan pacarku.
"Sebenarnya kamu suka gak sih saa Zee?" Tanya Clara.
Lagi. Aku tak tahu jawaban apa yang harus kuberikan pada Clara, sementara aku sendiri tak tau rasa apa yang kurasakan pada Zee, rasa yang menggebu-gebu dalam hatiku saat bersama Zee, rasa rindu yang mendalam saat Zee tak ada disampingku, rasa takut Zee kehilangan Zee, rasa cemburu jika Zee memberikan perhatian lebih pada orang lain. Apakah ini rasa cinta ? Atau hanya kebiasaan karena aku sudah sering bersama Zee ?
"Aku gak tau Clara. aku gak tau apa yang aku rasakan pada Zee ini rasa apa, aku hanya takut. Aku belum punya keberanian seperti kamu dan teman-teman kamu."
"Kamu takut jika kamu mengakui perasaanmu pada Zee lalu semua orang akan menghujat dan menghinamu?"
Aku mengangguk.
"Kamu kemakan omongan Dara berarti. Mau aku aja ke bang Fay ?"
"Buat apa ?"
"Kamu perlu belajar banyak hal dari dia. Santai aja, seperti yang kubilang, bang Fay tidak akan menjerumuskanmu kok . Dia akan memberikan nasihat yang akan membantumu."
Aku mengangguk.
"Kuantar kamu kesana, hari ini kamu boleh libur, biar aku yang di cafe."
"Makasih Cla."
KAMU SEDANG MEMBACA
cinta yang sakit(gxg)
Teen Fictionpertemuan Lia dengan Zee membuatnya melupaka sakit hatinya kepada Ardan sang mantan yang telah menghianati cintanya. Zee banyak membantu Lia dalam hal apapun termasuk cinta dan materi . Hingga pada akhirnya Lia tau bahwa Zee adalah seorang perempuan...