MUSUHAN

2.5K 123 10
                                    

Zee mengejarkau, tapi aku terus berlari. Aku tidak  mau berhenti dan berhadapan dengan Zee. Betapa kecewa aku pada Zee. Ternyata dia tidak sebaik yang aku bayangkan.

"Lia .... Lia dengerin aku. Ini gak seperti yang kamu bayangin." Zee menarik tanganku hingga aku berhenti.

"Lepasin aku ! Aku gak mau ketemu kamu lagi. Kamu gak jauh beda dari Ardan. Aku benci kamu." Aku memberontak melepas tangan Zee.

"Dara bohong. Aku gak pernah tidur sama dia." Zee masih mencoba menjelaskan. Dia memegang kedua bahuku.

"Bohong!" Teriakku. 

"Aku serius. Please jangan kaya gini Lia, peercaya sama aku. Aku gak bohong sama kamu."

"Gak bohong ? Bukti udah ada. Bahkan Dara  mengakuinya. Kamu yang bohong." 

"Dara bohong. Dia sengaja berkata bohong agar aku dan kamu bertengkar. Please dengerin penjelasan aku dulu." 

"Aku pergi buat memantapkan hati aku tapi kamu sama Dara malah berduaan ? Keterlaluan ya kamu !" Aku melangkah pergi meninggalkan Zee. 

"Bang Fay bilang sama aku kalau aku suruh ngasih kamu waktu sendiri, aku pergi. Aku nunggu kamu buat hubungin aku. Tapi apa ? Kamu diemin aku. Dan soal Dara aku bisa jelasin. Kasih aku kesempatan. Kamu diemin aku begini rasanya tu aku kaya mau mati." 

"Lebay !" 

"Lia aku mohon percaya sama aku. Aku sayang sama kamu. Kemarin, hari ini, dan seterusnya." Kata-kata Zee kali ini mampu menghentikan langkahku. Aku tatap matanya yang sayu, mata Zee yang teduh itu sembab seperti habis menangis semalaman.

"Basi !"

"Lia aku bisa jelasin, iya aku sama Dara emang ngeroom, tapi kita rame-rame, Dara mabok berat kubawa dia kerumah, karena aku udah ngantuk berat, posisi itu udah jam 3 pagi, lalu dia aku tidurin di kamar tamu, aku tidur dikamarku sendiri, kamar kita Lia." 

"Bohong!"

"Aku serius, dan soal Dara yang angkat telpon kamu itu, asli aku gak tau. Aku baru tau dari Clara tadi sebelum aku ngejar kamu. Aku lagi dikamar mandi, ponselku di depan tv ruang utama."

"Bohong ! Bohong ! Bohong !" Kupukul dada Zee hingga berbunyi bug-bug, mungkin sangat sakit, tapi aku tak perduli seberapa sakit yang Zee rasakan, hatiku lebih sakit dari itu. Zee menarikku dan memelukku.

"Lia percaya sama aku kan ? Serius aku gak tidur sama Dara."

"Aku butuh bukti. Sebelum kamu bisa buktikan ke aku jangan pernah temui aku !" Kulepas pelukan Zee dan kutinggalkan dia kembali.

****

Aku kembali bekerja hari ini . Aku merasa bersalah pada Clara karena demi aku dia kemarin menutup cafenya, meskipun para karyawan lain lebih seneng karena dapat libur tambahan. Moodku masih belum kembali, tapi setidaknya aku harus profesional. Aku tidak bisa terus menerus memanfaatkan kebaikan Clara demi diriku, aku harus bisa membedakan mana urusan pribadi dan mana urusan kerjaan. 

"Halo Lia selamat siang." Sapa bang Fay. 

"Eh kalian halo bang Fay, Anita, Jo, Maria. "  Sapaku dengan tersenyum.

Sebenarnya ada Zee, tapi sengaja tak kusebut namanya.

"Lho ? Ada satu lagi kok gak disebut ?" Tanya Bang Fay heran.

"Lagi marahan bang, biasalah pasangan gak jelas." Celetuk Jo.

"Oh hehehehe ...... Sudah jangan marahan . Kaya anak kecil aja. Ayo pada pesen apa?"

Setelah semua memesan makanan aku segera mempersiapkan semuanya untuk kuberikan pada bagian dapur. Aku tetap duduk dimeja kasir. Bingung mau keluar menemui mereka atau tidak karena ada Zee disana.

"Hei kok masih disini? Ayo keluar, kan belum ada yang datang." Ajak Clara yang menghampiriku di meja kasir.

"Gak ah Cla, males ada Zee, kamu aja sana, aku disini aja Cla nunggu kasir." Jawabku. 

"Tapi kan ada bang Fay dan yang lain. Jangan karena ada Zee kamu jadi gak mau ketemu sama teman-teman yang lain. Ayolah." Kuterima ajakan Clara.

"Tinggal dua nih kursi yang kosong, samping Zee atau samping gue nih ?" Tanya Jo sambil ketawa, aku tau dia sedang bercandain aku.

Aku melihat ke arah Jo sebel. Kemudian melihat yang lain juga ikut ketawa. 

"Kalau sebelah gue, ijin dulu nah sama bos Clara, gue sih mau-mau aja. Tapi nyonya boleh enggak ?" Jo emang humoris, dia suka becandain orang, dan emang rame sih orangnya.

Clara menungguku untuk duduk. Rasanya gak mungkin juga aku duduk di dekat Jo mengingat ada Clara juga, dan akhirnya aku duduk di samping Zee.

"Ciet ........ " Yang lain pada heboh. Bang Fay senyum, Zee? Gak tau karena aku sengaja  membelakanginya.

"Uwislah jadian wae. Kelamaan keburu Zee diambil Dara loh." Jo kembali berceletuk dan itu membuat aku kembali mengingat peristiwa kemarin. 

Aku memutar dudukku, kupandangi Zee yang ikut melihatku dia lalu menunduk sambil menggaruk kepalanya yang entah gatal atau tidak.

"Jo.. Sudah. Itu hak mereka mau gf.an apa tidak. Jangan dipaksa. Kalau Lia gak mau sama Zee yaudah, jangan dipaksa. Kita doakan Lia tetap dapat pasangan yang terbaik. Dan Zee juga jangan sedih. Mati satu tumbuh seribu."

"Hahahahhaa ...... " Semua ketawa. Termasuk Zee.
Aku memutar badanku lagi menghadap Zee dan kucubit pinggangnya agar dia tidak ikut tertawa.

"Auw.... " Zee menggeliat sambil melihatku. 

"Ikut aku!" Kataku pada Zee. 

"Yang lain aku pamit kebelakang dulu ya ?" Aku pamit diikuti oleh Zee. 

Jangan tanya gimana teman-teman yang lain, mereka semua tertawa terbahak-bahak melihat Zee mengekor dibelakangku seperti seorang anak itik. 

*****

"Kamu kenapa tadi ikutan ketawa waktu bang Fay bilang mati satu tumbuh seribu ?" Tanyaku begitu kami sampai dibelakang meja kasir. 

"Ya kan lucu, yang lain ketawa aku juga ketawa dong."

"Jadi maksudnya kamu mau bilang kalo aku gak mau sama kamu masih banyak gitu diluar yang mau sama kamu ?"

"Ya kan kamunya gak mau sama aku, masak iya aku ngejar kamu terus. Yaudah aku cari yang lain."

"Ih jahat ! Jahat ! Jahat !" Kupukul-pukul dada Zee hingga berbunyi bug-bug.

"Lia... Lia dengerin." Zee menatap aku serius.

"Lia ... Percaya sama aku, aku gak ada apa-apa sama Dara, aku berani sumpah kalo aku beneran gak tidur sama Dara. Aku gak bisa buktiin sama kamu, karena Dara sendiri gak mau kuajak kesini buat ngomong sama kamu. Dia emang sengaja biar kamu benci sama aku, dan gak mau sama aku. Kamu ngerti kan ?"

"AKu juga gak kemana-mana selain ke bang Fay atau dirumah aja Lia. Aku bingung harus gimana lagi ngeyakinin kamu." Zee meraih tanganku. 

"Lia .... Mau kan maafin aku ?" 

Aku mengangguk pelan. 

"Sekarang apa kamu udah mau nrima aku jadi pacar kamu ?"

Lagi, ini kali ketiga Zee nembak aku. Aku ingin bilang mau. Tapi mulutku berat sekali untuk mengucapkan hal itu. Aku hanya bisa menatap Zee tanpa bisa memberikan jawaban kepadanya.

cinta yang sakit(gxg) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang