(15)

1.8K 94 1
                                    

Aku menghampiri Ayah yang baru saja selesai sosialisasi bersama Kepala Sekolahku.
"Ayah mau langsung pulang?"

"Iya, kamu?"

"Kayaknya Ay masih di sekolah dulu deh Yah, soalnya ada yang mau Ay urus. Nanti kalau udah mau pulang rumah, Ay SMS Ayah."

"Kamu pulangnya bareng Kak Rizky ya."

"Kenapa nggak Ayah yang jemput?"

"Ayah mau ke kota lagi sayang, sebenarnya tadi jam 8 Ayah udah ditunggu disana. Tapi Ayah minta izin buat datangin undangan kamu."

"Hm."

"Nggak apa kan?"

Aku mengangguk pelan, ingin rasanya membantah. Kenapa belakangan ini Ayah terus-terus ke kota. Tapi semuanya hanya imajinasiku semata, karena aku juga memikirkan Ayah yang rela pulang pergi hanya untuk mencari nafkah.

Nadya yang baru saja pulang dari beli cemilan menghampiriku "nggak pulang sama Ayahmu?"

"Ayah ada urusan ke kota."

"Ke kota lagi?" Nadya yang sudah kuceritakan kepadanya tentang Ayahku yang selalu ke kota berbicara dengan nada sedikit menyelidik.

"Iya, demi kami dia rela pulang pergi."

"Apakah sebelum menjadi pegawai di kantor kelurahan, Ayahmu juga pergi ke kota?"

Aku terdiam sejenak, memikirkan Ayah yang sebelum menjadi pegawai di kantor kelurahan.
"Sepertinya tidak." setelah memikirkan cukup lama, ingatanku tidak akan salah jika sebelum itu Ayah tidak sering ke kota kecuali jika urusan mendadak atau hanya bersilaturahmi dengan keluarganya yang ada disana.

"Kamu harus cepat mencari tahu!" ucap Nadya.

"Maksudnya? Apa yang harus aku cari tahu?"

"Mencari tahu jika..."

"Nadya, ayo pulang!" perkataan Nadya terpotong oleh Ibunya yang baru saja keluar ruangan serba guna.

Nadya mengangguk "aku duluan ya Ay, hari ini aku mau pergi acara khitanan sepupuku."

"Iya, bye." aku melambaikan tangan kepada Nadya yang sudah di atas motornya.

•••

"Kalau kamu terus bersikap seperti ini, apakah kamu tahu jika anak kita curiga atau tidak? Cobalah buka akal sehatmu itu. Anak-anak kita sudah dewasa, tahu mana yang baik dan buruk. Jangan berlaku seperti orang yang berstatus tidak mempunyai istri." langkahku terhenti di ruang keluarga rumahku saat mendengar ucapan Ibu. Hatiku tertohok dengan kalimat yang baru saja dia ucapkan "jangan berlaku seperti orang yang tidak mempunyai istri".

apa maksud Ibu? batinku.

Aku tersadar jika Ayah ternyata belum pergi ke kota. Apakah karena pertengkaran ini lagi?

Sepulang sekolah begitu melelahkan, ditambah lagi dengan pertengkaran kedua orang tuaku, rasanya hari ini sangat lelah. Batinku lelah, jiwaku lelah, dan otakku juga lelah yang terus memikirkan perkataan Nadya.
Apa yang sebenarnya terjadi? Kedua orang tuaku tidak pernah bertengkar seperti ini.

"Ayra, kenapa masih berdiri disitu?" Kak Rizky yang baru saja pulang membeli bensin melihatku mematung di ruang keluarga.

aku beranjak ke kamarku, mengabaikan pertanyaan Kak Rizky.

Aku enggan masuk ke kamar, langkahku seolah ingin berpijak di kamar Ayah dan Ibu. Menanyakan apa yang selama ini terjadi? Mengetahui apa yang tidak kuketahui. Namun lagi-lagi aku berpikir bahwa itu adalah khayalanku saja. Aku tidak mungkin mencampuri urusan kedua orang tuaku, namun ini juga masalah keluarga. Apakah aku tidak berhak tahu itu? Dan jika aku menanyakan yang selama ini terjadi, itu tetap saja tidak akan bisa lolos dari bibirku. Karena tangis tak dapat tertahan jika berhadapan dengan masalah kedua orang tuaku. Begitu terpukulnya aku jika menanyakannya, apalagi sampai mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.

Gadis Kecil Ayah [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang