Dua hari tidak masuk sekolah membuatku rindu kepada semuanya. Kelas baru, teman baru, dan juga bukuku. Hampa rasanya jika tidak menulis dalam sehari, meskipun begitu ada banyak keluhan yang keluar dari bibirku jika mendapatkan tugas begitu banyak.
Sebenarnya Ayah belum memberi izin agar aku sekolah hari ini. Tapi tubuhku benar-benar sudah sehat, walaupun kadang masih suka sakit kepala. Tapi selama kita masih bisa berjalan dan menghirup udara segar kenapa cuma bermalas-malasan di rumah, lebih baik mencari ilmu yang berguna untuk diri sendiri dan orang lain.
Kakiku kembali berpijak pada sekolah kebanggaan ini.
"Kamu hati-hati di sekolahnya, jangan suka makan sembarangan kalau jajan." ucap Ayah yang mengantarku ke sekolah.
Aku hanya mengangguk lantas mencium punggung tangannya. "Ay sekolah dulu. Wassalamu'alaikum."
"Iya, wa'alaikumussalaam."
"Eh Ay?" panggil Ayah lagi yang membuatku harus berjalan ke arahnya kembali.
"Kenapa Yah?"
"Uangmu cukup?"
"Cukup kok, Ibu tadi ngasihnya lima ribu."
"Nih Ayah tambah, tapi ingat jangan makan sembarangan!" Ayah memberikan uang Rp 10.000 kepadaku.
Aku hanya tersenyum lantas berterima kasih padanya.
Kakiku melangkah cepat ke arah kelas, "Assalamu'alaikum." Salamku saat sampai di depan kelas.
"Wa'alaikumussalaam." Jawab Arinda.
"Eh Ayra, udah sehat?" tanyanya."Alhamdulillah udah Rin. Masih kamu yang datang?" Tanyaku.
"Iya nih,"
Aku cukup akrab dengan Arinda, sebab Ibu dia adalah guru di sekolah dasarku dulu.
"Ada tugas enggak?" tanyaku sanbil menyimpan tas di dalam laci meja.
"Ada, banyak banget!" jawabnya sambil bercermin di kaca jendela kelas.
"Yahhh, pasti aku ketinggalan banyak nih."
"Enggak apa-apa kok Ay, kamu bisa pinjam salinan dari teman."
"Nyontek dong kalau gitu."
"Alah, pasti rata-rata murid di kelas ini belum kerja satu tugas. Termasuk aku." Arinda menyengir kuda.
Aku hanya tertawa menimpali perkataannya.
Bel masuk telah berbunyi, aku segera duduk kembali di kursi yang dua hari ini tidak kududuki.
"Ay, kamu yang pimpin doa." ucap Hayan-ketua kelasku.
"Kenapa aku?" tanyaku bingung.
"Kan kamu seksi keagamaan, jadi wajib kalau kamu yang pimpin." Jawabnya, tadinya aku hendak bertanya kepadanya lagi. Namun urung saat ketukan meja dari Pak Fai membuatku harus segera memimpin doa.
"Ayra!" panggil Pak Fai setelah memeriksa tugasku yang ia beri.
"Se..Seratus..." jawabku tak percaya. "Ahh, aku dapat nilai seratus!" ucapku senang. Bagaimana tidak? Ini kali pertama aku mendapatkan nilai bagus pelajaran Bahasa Inggris seumur hidupku.
"Bagi dong Ay." ucap Azan yang tugasnya belum selesai.
"Enggak mau!" jawabku sambil menjulurkan lidah padanya.
•••
Hari ini aku sangat bahagia. Nilaiku di pelajaran hari ini rata-rata bagus, belum lagi punya teman sekelas yang langsung akrab denganku. Awal ketemu kupikir sangat sulit dekat dengan mereka, namun ternyata tidak sama sekali.

KAMU SEDANG MEMBACA
Gadis Kecil Ayah [SUDAH TERBIT]
Nonfiksi[Cerita diangkat dari kisah nyata] Mereka bilang cinta pertama mereka adalah Ayah. Mereka bilang laki-laki yang tidak pernah menyakiti adalah seorang Ayah. Tapi kenapa tidak denganku? Kenapa justru Ayah adalah patah hati pertama dalam hidupku? Satu...