Obat dari masalah adalah ikhlas dan berdamai. Hari ini aku sudah berjanji pada diriku untuk ikhlas menerima semuanya, tapi ingat! Bukan menerima keluarga baru, melainkan kenyataan hidup yang pahit. Aku ikhlas demi Ibu dan demi kehidupanku yang harus terus berlanjut.
"Allah memberikan kita ujian bukan karena benci sama kita, melainkan dia menyayangi kita, sangat menyayangi kita. Ingat sayang! Tidak ada orang yang di muka bumi ini mengaku beriman lalu mereka tidak diuji, justru dari keimanannyalah dihadapkan dia pada masalah, sebagaimana dia bertahan dan tetap beriman pada Allah. Berikan keluasan pada hatimu untuk menerima semuanya dengan ikhlas, walaupun itu masih berbekas, walaupun itu masih teramat sakit. Ada hidup yang harus Ay jalani untuk membahagiakan semua orang yang menyayangi Ay. Buktikan kepada dunia jika Ay anak yang hebat, bisa tersenyum dalam keadaan apapun. Ay juga harus ingat! Kalau Ayah tetaplah Ayahmu, dia tidak akan menggantikan posisi itu sebagai statusmu dengannya. Hanya Ibu yang tidak lagi memiliki hubungan apapun dengannya. Kelak jika Ay sukses, pikirkanlah kebaikan Ayah selama ini, sampingkan ego dan sakit hatimu, karena bagaimanapun surgamu ada di kedua orangtuamu. Mengerti sayang?" ucap Ibu saat itu.
Aku menangis dalam pelukan Ibu. Beruntungnya aku memiliki Ibu sepertinya, Ibu yang benar-benar hebat untukku.
"Kamu bisa melakukannya?" tanya Ibu setelah aku melerai pelukan dengannya.
Aku mengangguk perlahan, "Insyaa Allah, Ay pasti bisa."
Ibu memelukku kembali, "Semoga Allah memberi kita kekuatan untuk menghadapi masalah apapun."
Aku mengamini doa Ibu dalam hati.
•••
Semuanya terjadi begitu cepat, atau aku saja yang tidak pernah merasakan waktu berputar dengan cepat.
Hari ini pertemuan kedua, ya, bersama Ayahku. Bukan cuma aku yang bertemu dengannya, tapi juga kakak-kakakku ikut.
Kami menemuinya setelah acara diadakan di rumahku. Acara lamaran Kak Ara. Kak Ara ingin sekali menemui Ayah sebelum pernikahan dilangsungkan. Dan tentu saja aku akan ikut, aku telah ikhlas menerima semuanya.
Entah harus lega atau apa, yang pasti saat ini Ayah menangis dalam pelukanku. Mengatakan kata rindu yang seharusnya dalam pertemuan pertama ia ucapkan, namun tak apa. Yang terpenting adalah aku yang sudah ikhlas dan akan membuktikan jika aku anak yang bisa membahagiakan kedua orangtuanya. Walaupun mereka sudah berpisah.
Setidaknya aku ingin mereka melihatku sukses nanti, setidaknya mereka bisa mendampingi foto bersama saat wisudaku nanti, setidaknya Ayah dan Ibu akan menghabis masa tuanya bersamaku walaupun tak bersamaan. Aku harap kelak di Surga, Allah menyatukan Ayah dan Ibu kembali.
Terimakasih Allah, walaupun berat kulalui akhirnya aku bisa berdiri dengan tegap. Tangisku masih berderai, tapi bukan tangisan luka melainkan tangis kerinduan saat-saat bersama. Mungkin itu lebih baik daripada lirihan.
🌸🌸🌸
Maaf, karena partnya pendek
KAMU SEDANG MEMBACA
Gadis Kecil Ayah [SUDAH TERBIT]
Non-Fiction[Cerita diangkat dari kisah nyata] Mereka bilang cinta pertama mereka adalah Ayah. Mereka bilang laki-laki yang tidak pernah menyakiti adalah seorang Ayah. Tapi kenapa tidak denganku? Kenapa justru Ayah adalah patah hati pertama dalam hidupku? Satu...