Hari pendaftaran telah tiba. Hari dimana pertama kalinya kakiku berpijak di sebuah sekolah ternama yang menjadi sekolah panutan dari sekolah lain. Walaupun sekolahku di Desa, tapi sekolah itu adalah bangunan pertama yang berdiri di kabupaten kami, oleh karena itu sekolahku adalah sekolah ternama.
Waktu pengambilan formulir, aku tidak ikut bersama Ayah, itu sebabnya aku baru pertama kali melihat sekolah ini.
Sekolah ini cukup besar, berapa ruangan dari luar terlihat oleh pandanganku.
"Ayo cepat masuk! Nanti keburu nama kamu dipanggil." ucap Kak Ara,
Hari ini aku diantar Kak Ara, sesuai janjinya dulu yang pernah kukatakan padanya.
Mataku melihat sekitar. Kok banyak banget sih yang datang? Gerutuku dalam hati. Ya iyalah banyak, kan pendaftaran Ay, semua juga pengen kali sekolah di sini. Lanjutku lagi. Benar-benar pemikiran konyol. Aku terkekeh sendiri.
"NADYA!" teriakku saat melihat sosok Nadya dan berapa sahabatku yang lain.
"Hei! Sama siapa kesini?" tanyanya sambil berjalan menghampiriku.
"Sama Kak Ara. Kamu?"
"Sama Fitrah, Aini, dan Ika."
Aku hanya ber-oh ria menanggapinya.
Hal yang sudah kuhindari telah terjadi. Berdesakkan masuk ke ruangan guru untuk memberi daftar formulir. Aku sempat berdecak kesal. Bagaimana tidak? Saat puasa hari pendaftaran di adakan. Bukankah lebih baik jika selesai bulan Ramadhan saja.
Aku duduk di depan pintu ruang kepala sekolah. Kenapa sampai aku tau? Di atas sisi kiri pintu itu ada sebuah plat bernamakan ruangan tersebut.
Aku tambah kesal saat tau nomor pendaftaranku 126. Tidak seperti sahabatku yang lain seperti Nadya, Fitrah, Aini dan Ika. Mereka berempat sudah mendaftar duluan sebelum aku.
Semua telah pulang ke rumahnya masing-masing setelah memberi formulir.
"Nad, temenin aku ya. Masa kamu tega sih biarin aku sendiri disini."
"Disini bukan cuma kamu sendiri kok Ay, tuh ada berapa orang lagi." katanya seraya menunjukkan satu per satu orang yang tersisa di ruangan yang sama denganku. "Masih ada Kak Ara juga kok yang nemenin kamu." lanjutnya lagi.
Aku menghela napas. Sekilas aku menatapnya dengan pandangan kasihan, berharap dia mau menemani. Dan benar saja, Nadya mau menemani aku sampai pulang. Fitrah, Aini, dan Ika sudah pulang duluan.
"Nad, ke gazebo itu yuk!" ajakku seraya menunjuk gazebo yang dekat ruangan guru.
Nadya mengangguk. Kami berdua duduk di gazebo sambil menunggu namaku dipanggil.
"Woy Ay!"
Aku menoleh saat namaku dipanggil. Yang memanggilnya adalah Audy, Kakak kelas setahun dariku.
"Eh Dy, belum pulang?" kataku tidak memanggil dengan sebutan 'Kakak'. Di karenakan dia satu kompleks denganku, dan itu membuatku terbiasa memanggil namanya sehari-hari.
"Dikit lagi. Oh iya ada yang mau aku kasih tau." raut wajah Audy seketika nampak serius.
"Apa?"
"Kamu tau Wakil Ketua Osis disekolah ini, kan?"
Aku menggeleng. Ini hari pertamaku ke sekolah ini, tidak mungkin langsung minta kenalan pada Wakil Ketua Osis.
"Dia menyukaimu."
"APA?" ucapku kompak dengan Nadya. Bagaimana tidak? Wakil Ketua Osis yang tidak aku kenal menyukaiku. Benar-benar aneh!
"Iya bener, tadi pas kamu duduk di depan pintu ruang kepala sekolah dia lihatin kamu mulu. Terus nanya ke aku. Yaudah aku jawab."
KAMU SEDANG MEMBACA
Gadis Kecil Ayah [SUDAH TERBIT]
Non-Fiction[Cerita diangkat dari kisah nyata] Mereka bilang cinta pertama mereka adalah Ayah. Mereka bilang laki-laki yang tidak pernah menyakiti adalah seorang Ayah. Tapi kenapa tidak denganku? Kenapa justru Ayah adalah patah hati pertama dalam hidupku? Satu...