(10)

2K 92 0
                                    

Aku berhasil, berhasil menempati posisi pertama pada prestasi pertama di kelasku. Demi apapun aku sangat bahagia, senyuman selalu terukir di wajahku. Ditambah dengan kehadiran tiap wali murid di sekolahku membuat suasana indah ini sangat aku impikan.

Ayah tersenyum senang saat rapor prestasi kuterima dengan menjabat tangan serta mencium tangan wali kelasku.

"Selamat sayang, semoga ke depannya bisa meningkat lagi." ucap Ayah sambil mengelus kepalaku yang tertutup hijab.

Aku hanya mengaminkan yang diucapkannya dan tersenyum manis kepadanya.

"Beli es cream yuk." Ajak Ayah setelah pulang sekolah.

"Tapi uang aku sudah habis. Ibu tadi ngasihnya cuma lima ribu."

"Enggak apa, Ayah beliin buat kamu. Special hari prestasi yang kamu dapat."

"Beneran?" ucapku kegirangan.

"Iya sayang, udah yuk."

Aku dan Ayah saling menggenggam tangan beriringan berjalan. Sekali-sekali ada tawa yang menghadiri pembicaraan kami, kebahagiaan antara gadis kecilnya, putrinya dan juga sebagai penyemangatku selalu.

Aku mencintai dan menyayangimu Ayah, semoga keluarga kita dapat berkumpul di surga-Nya kelak. Doaku dalam hati.

•••

"Ibuuuu." teriakku saat masuk rumah.

"Ay, lepas sepatunya dulu. Kalau lantainya kotor bisa-bisa kamu dimarahi sama Kak Ara." ucap Ayah yang masih melepas sepatunya.

Aku menuruti dan melepaskan sepatu dari kakiku.

"Kenapa teriak-teriak?" tanya Ibu yang sedang membuat kue.

"A..Ayra dapat prestasi pertama di kelas, Ay berhasil menandingi Hayan, Ay juga menetapkan kembali posisi Ay." ucapku kesenangan.

"Alhamdulillah, selamat ya sayang. Tingkatkan lagi kalau bisa!" ucap Ibu sambil mencium pipi kananku.

"Terima kasih Bu. Insyaa Allah Ay bakal tingkatkan lagi." ucapku semangat.

"Oh iya, Ayahmu mana? Panggil dulu gih sayang, udah Ibu siapin tuh makan siangnya."

"Iya Bu, Ay panggil Ayah dulu ya." ucapku dan beranjak bangkit dari duduk.

Aku melangkahkan kaki ke kamar Ayah namun dia tidak ada, aku kembali ke ruang tamu namun tidak ada juga.

Seketika mataku menangkap sosok Ayah yang sedang berbicara melalui telpon di halaman rumah. Dengan perasaan penasaran aku memaksakan diri untuk curi dengar, namun itu membuatku takut. Aku tidak ingin ikut campur urusan Ayah, namun rasa penasaranku lebih dari rasa takutku.

"Jangan membuatku pusing! Tunggu saja aku kesitu, setelah itu kita bicarakan masalah ini." ucap Ayah dengan seseorang yang ditelponnya itu.

"Masalah apa yang Ayah maksud? Apakah masalah dengan Ibu? Tapi tadi wajah Ibu tidak menampakkan kemarahan sama Ayah, apalagi saat menyuruhku untuk memanggilnya." ucapku pada diri sendiri di balik pintu ruang tamu.

"Kenapa kamu di situ?" tanya Ayah saat melihatku dekat pintu ruang tamu.

Untung saja aku tidak kaget. "Disuruh Ibu manggilin Ayah makan siang." ucapku akhirnya.

Ayah hanya mengangguk lantas berlalu dari hadapanku.

•••

"Apakah kau tidak takut jika nanti punya ibu tiri?"

"Apa maksudmu? Siapa kau?" tanyaku cemas,

"Jawab saja pertanyaannya Ayra!"

"Tidak, aku tidak mau punya ibu tiri."

Gadis Kecil Ayah [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang