"Yah, nanti pulang aku sama Nadya dan sahabatku yang lain, ya?" ucapku sambil memakai dasi di depan cermin. Hari ini adalah hari ulang tahun Republik Indonesia ke-72.
"Enggak boleh! Kamu pulang sama Ayah." ucapnya tegas.
Aku menoleh ke arah Ayah yang sedang memakai parfum, "kenapa?"
"Hari ini hari ulang tahun Kemerdekaan Indonesia, jalanan pasti macet. Kalau kamu pulang jalan kaki terus ketawa-ketawa sama temanmu di jalan, bisa-bisa enggak lihat kendaraan. Mana panas gini, nanti kamu sakit lagi."
"Tapi Yah, sekali aja." ucapku memohon.
"AYRA!"
Aku tersentak kaget saat Ayah membentakku, jika seperti ini tidak mungkin aku melawannya lagi. Perkataannya sudah final, dan tidak bisa diganggu gugat!
Aku bernapas panjang lantas keluar dari kamar Ayah, dan memakai sepatuku.
"Kamu harus mengerti sayang, Ayah melarangmu karena demi kebaikanmu. Ayah tidak mau kamu kenapa-napa, jadi pulangnya sama Ayah saja. Nanti kalau malam penutupan acara HUTRI Ayah janji bakal bawa kamu." ucap Ayah yang duduk disampingku.
Aku tersenyum ke arahnya dan mengangguk semangat. Ayah selalu hebat di mataku, perhatian dan kasih sayangnya tak pernah luput darinya untukku selalu, gadis kecilnya. Betapa beruntungnya aku ditakdirkan mempunyai Ayah sepertinya. Pria yang tidak pernah berhenti membuatku bahagia, cinta pertamaku dan semangatku untuk terus menempuh pendidikan hingga sukses. Hingga Ayah dan Ibu bangga atas hasil kerja kerasku nanti.
•••
"Yah, foto bareng yuk!" ucapku sambil memegang handphone.
"Nggak ah, Ayah udah tua gini enggak perlu selfi-selfi lagi. Udah gak tenar lagi." cibirnya.
Aku tertawa lepas "Apa sih Yah, tenar atau enggak Ayah tetap ganteng kok."
"Pintar gombal ya anak Ayah. Ayo Dek Selfinya."
Aku hanya tersenyum lantas mengambil foto bersama Ayah.
"Mau beli cemilan?" tanya Ayah saat kami telah memasuki lapangan untuk upacara.
"Ay lupa bawa uang,"
"Nih." ucap Ayah sambil menyodorkan uang senilai Rp 20.000.
Aku mengambilnya lantas berjalan mendekati warung yang dekat dengan lapangan. Saat membeli cemilan mataku menangkap sosok Nadya dan sahabatku yang lainnya.
"NADYA!" teriakku.
"NADYA!!" teriakku sekali lagi saat Nadya tak mendengarkannya.
"NADYAAAA!!!" teriakku hingga memanggil namanya panjang sekali.
Nyebelin. gerutuku dalam hati.
"Di samperin aja atuh Neng, dari pada suaranya abis manggil-manggil temannya." ucap pemilik warung itu.
Aku hanya menyengir kuda lantas berterima kasih untuk cemilan yang baru saja kubeli.
"Nadya," panggilku sekali lagi dengan napas memburu. Aku berlari mengejarnya saat dia tidak kunjung mendengar suaraku.
"Eh Ayra, kamu kenapa? Dikejar setan? Padahal ini siang loh." Ucapnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gadis Kecil Ayah [SUDAH TERBIT]
Nonfiksi[Cerita diangkat dari kisah nyata] Mereka bilang cinta pertama mereka adalah Ayah. Mereka bilang laki-laki yang tidak pernah menyakiti adalah seorang Ayah. Tapi kenapa tidak denganku? Kenapa justru Ayah adalah patah hati pertama dalam hidupku? Satu...