-Dua

94 34 38
                                    

Clekkk!

Suara kamera dari handphone tiba-tiba terdengar. Aku melirik ke arah sumber suara itu dan mendapati Aprilia sedang memasang senyuman jahil ke arah layar handphone. Kebiasaannya yang suka selfie memang sulit untuk dibuang. "Hihhhh...dasar anak centil!"ujarku dalam hati sambil melirik tajam ke arahnya.

Aku kembali fokus pada materi pelajaran pagi ini. Bisa duduk di salah satu Universitas ternama di Indonesia merupakan hal yang tak ternilai harganya. Tujuanku kuliah adalah untuk menjadi orang yang berguna bagi semua orang yang membutuhkan. Mungkin, begitu banyak orang-orang yang tidak beruntung sepertiku. Bisa kuliah sekaligus bekerja menjadi guru freelance di salah satu tempat kursus di Bekasi. Aku harus selalu bersyukur dan hal itu tetap menjadi yang utama. Bagaimana Allah akan memberikanku rezeki yang lebih? Sedangkan di setiap nikmat yang di beri olehNya tak pernah ku syukuri. Bisa-bisa aku termasuk orang yang kufur akan nikmat-Nya. Naudzubillahimindzalik..'

"Anak-anak, besok pengumpulan tugas makalah terakhir bagi yang belum mengumpulkan hari ini. Saya tunggu di ruang dosen paling lambat pukul 09.45. Saya kira cukup sekian untuk hari ini. Selamat melanjutkan aktivitas kalian."ujar Pak Heru selaku salah satu dosen di Fakultas Matematika yang sampai saat ini menjadi bulan-bulanan beberapa mahasiswi disini. Wajar, dia masih jomblo! Hihi.

"Baik, Pak. Terimakasih."seru beberapa di antara kami menanggapi ucapan Pak Heru yang langsung bergegas keluar kelas.

Hari ini kita semua pulang cepat. Waktu masih menunjukkan pukul 11.45. Aku mengajak Aprilia, Reina, dan Gladis untuk pergi ke masjid menunaikan shalat dzuhur yang sebentar lagi adzan akan berkumandang.

"Masjid yuk, gais."ujarku sambil menghampiri Aprilia, Reina, dan Gladis.

"Ayuk, shalat ya?"tanya Reina padaku sambil tersenyum.

"Iya, yuk."jawabku sambil merangkul mereka bertiga menuju keluar kelas.

Di jalan menuju masjid, Aprilia masih saja sibuk dengan handphonenya. Anak satu ini memang benar-benar hobby berselfie ria. Dia selalu ingin mencuri perhatian pacarnya, Aldi.

"Pril, sibuk banget sih!"tegurku sambil mencubit pelan lengan tangannya.

Aprilia menoleh ke arahku lalu melontarkan tawanya yang sedikit meledekku."Haduh, jomblo gak usah iri ya. Aku kan lagi edit photo tau! Biar aa Aldi liat."ujarnya.

Reina dan Gladis ikut membauri teguranku, mereka ikut meledek Aprilia yang baru saja jadian dengan Aldi dua pekan lalu."Yaelah, lagi baru-baru aja sok mesra-mesraan. Nanti udah putus main kata-kataan! Ya kan?"sahut Reina yang menatap ke arahku dan Gladis, sambil mengerutkan dahinya.

"Iya, liatin aja nanti kalo putus. Kita ketawain bareng-bareng!"sahut Gladis sambil tertawa ikut meledek.

Aku hanya tersenyum melihat tingkah mereka yang saling meledek satu sama lain. Aprilia memang tidak sama seperti prinsipku, Reina, dan Gladis yang memilih tidak pacaran sebelum menikah. Kami mempunyai prinsip jika cinta yang baik akan datang di waktu yang baik.

Kami bertiga tahu, bahwa apa yang di lakukan oleh Aprilia itu salah. Tapi bukan dengan menghakimi seseorang kita dapat merubahnya menjadi lebih baik. Berilah ketenangan dan kelembutan serta kesabaran dalam memberikan ilmu agama perlahan padanya. Insyaa Allah, Allah akan tunjukkan jalan yang benar.

Tak terasa main ledek-ledekan sepanjang jalan, akhirnya kami sampai di masjid. Kami berempat mengambil air wudhu dan bersiap untuk shalat.

"Pril, handphonemu simpen dulu ya. Ini udah adzan, yuk persiapan shalat."ujarku pada Aprilia dengan nada sedikit merendah.

Kembali untuk Pergi...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang