-Dua Belas

31 11 4
                                    


Rinai hujan menyapu langit. Menangis haru bersama keanggunan bibir-bibir para pendo'a yang berlumuran dosa.

Hari ini adalah hari paling spesial bagi sebagian santri putri Rumah Tahfidz Ar-Rahmaan yang telah lulus ujian test hafalan Qur'an 30 juz, termasuk aku.

Tanah basah menyirami kesabaran seluruh santri yang dulunya berkelahi dengan sejuta ujian dan cobaan demi menggapai gelar yang dirindukan langit. Akhirnya kami semua melepas rasa syukur karena telah khatam 30 juz. Aku berusaha sekuat tenaga untuk memberikan yang terbaik. Disaat hati mengejar akhirat, dunia juga pasti mengekor di belakangnya.

Semua hadirin menyimak acara wisuda dengan penuh hikmat. Aku ditemani oleh Ibu dan Kevin serta beberapa sahabat karib. Meskipun aku menginginkan Ayah hadir hari ini, namun aku tidak bisa terus menyalahkan keadaan.

Semua santri putri diwisuda oleh pimpinan Yayasan Rumah Tahfidz Ar-Rahmaan. Lalu di ikuti oleh beberapa serangkaian acara berikutnya. Ada tamu spesial dalam wisuda hari ini. Di hadiri oleh ustadz Khoirul Umam, ustadz yang sangat ingin aku temui sejak dulu, atas izin Allah aku bertemu dalam kesempatan yang mulia.

Beliau sedikit memberikan nasihat dan intermezo untuk menyemangati para penghafal Al-Qur'an yang memiliki cita-cita dan impian untuk masa depan, karena sekarang sedang ngetren-ngetrennya para penghafal Al-Qur'an dibelahan dunia manapun.

Semoga ini adalah langkah awal membumikan Al-Qur'an pada setiap profesi masing-masing dan menjadi dasar untuk membangun peradaban visi yang besar. But, the most important thing adalah meluruskan niat kepada langit demi sebuah investasi akhirat."sebagian nasihat yang di curahkan olehnya dalam acara wisuda. Rasa syukur tak henti-henti dipanjatkan saat aku bisa melihat dengan jelas beliau dari dekat.

"Adakah salah satu santri yang bersedia maju ke depan?"pinta ustadz di atas podium.

Aku melirik ke arah kanan dan kiri, ternyata belum ada yang berniat mengangkat tangan. Dengan cepat, aku mengangkat tangan kananku tinggi-tinggi. Sontak ustadz melihat ke arahku dan menyuruh maju ke depan.

"Siapa namamu?"saat ustadz bertanya, jantungku sangat berdegup kencang. Aku agak merasa grogi. Karena pertama kalinya dalam hidup Allah izinkan aku bertemu dan berbicara langsung dengannya.

"Nadira ustadz.."jawabku.

"Namanya bagus. Nadira punya Impian di masa depan?"

"Punya ustadz. Nadira ingin menjadi pengusaha pakaian syar'i yang seluruh pekerjanya seorang penghafal Al-Qur'an."ujarku bersemangat.

"Maa Syaa Allah. Kerennn! TOP banget. Sekarang ustadz mau tanya lagi. Apa motivasi kamu menjadi seorang penghafal Al-Qur'an?"

"Agar bisa memberi syafa'at mahkota yang akan di pakaikan di kepala Ayah dan Ibu. Nadira gak bisa balas semua jasa mereka, hanya itu yang Nadira bisa berikan. In syaa Allah."

"Luar biasa. Ustadz sangat setuju dengan kamu. Semoga semua impian, cita-cita, bahkan do'a seluruh santri putri sekalian bisa di kabulkan Allah Subhanahu Wata'ala. Tetap istiqomah dan terus minta di teguhkan oleh Allah dalam menjaga benteng pertahanan. Siap semuanya?"tanya ustadz mengarah pada seluruh audience.

"Siap ustadz."seru semua hadirin yang sedang duduk memperhatikan kami.

"Nadira, siap??"

"Siap ustadz. In syaa Allah."

"Maa Syaa Allah. Sekarang silahkan kembali ke tempat duduk ya Nadira. Terimakasih atas waktunya sudah mau berdiri di sini."

"Sama-sama ustadz."ujarku sambil tersenyum ke arahnya.

****

Setelah serangkaian acara selesai, kami diperbolehkan untuk foto bersama orang tua, sanak saudara, dan teman-teman dekat yang ikut hadir di tempat yang telah di sediakan oleh panitia.

Kembali untuk Pergi...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang