-Sembilan

42 12 5
                                    


Alarmku berdering pukul 03.00. Aku beranjak dari tempat tidur dan mengambil wudhu untuk shalat tahajjud. Kevin, Ayah, dan juga Ibu terlihat sudah bangun dan akan melaksanakan shalat tahajjud juga."Vin..udah ambil wudhu?"tanyaku pada Kevin yang sedang berdiri di depan kamarnya sambil membuka lembaran Al Qur'an.

"Sudah mbak, barusan. Mbak Dira, test hafalan Qur'an kamu kapan?"

"Hari ini. Lebih tepatnya nanti sore habis dari kampus, temenin aku ya ke Rumah Tahfidz."

"Siaapp. Do'akan aku ya mbak. Biar bisa nyusul, aku baru sampai Surah Sad. Masih jauh banget."

"Iya..pasti aku do'ain. Sama-sama mendo'akan yah."Kevin mengangguk pelan. Aku pergi mengambil wudhu di kamar mandi belakang.

Lalu aku melaksanakan shalat tahajjud. Salah satu kewajiban yang ditanamkan oleh orang tua sejak kami kecil. Dimana shalat sunnah menjadi suatu kewajiban bagi kami. Shalat tahajjud sangat penting, karena Allah bisa memudahkan segala urusan kita. Membimbing kita pada ketaatan dan di lindungi dari bahaya yang menimpa. In Syaa Allah.

"Ya Allah..disepertiga malam ini aku memohon ampunan atas segala dosa-dosa Ayah Ibuku, adikku, keluargaku, dan seluruh kaum muslimin dan muslimat di dunia ini. Berilah kami ampunanMu ya Rabb. Berilah kami kemudahan dalam hidup, hindarkanlah kami dari fitnah dunia dan akhirat. Serta pertemukanlah kami, satukanlah kami kembali dalam SurgaMu. Allah..Allahu Robbuna Laa Nusyriku Bihi Syai'a. Allahumma Shalli Ala Muhammad Wa'ala Ali Muhammad. Astagfiruka Wa'atubu Ilaih. Allahumma Aamiin..Allahumma Aamiin..Allahumma Aamiin."aku berdoa kepada Allah sang penguasa bumi dan akhirat. Sungguh, waktu paling romantis dalam kesunyian hanya kita rasakan saat shalat tahajjud. Rasanya seperti benar-benar berbicara langsung dengan Allah.

Setelah semua selesai, aku dan Kevin menunggu Ayah dan Ibu keluar dari kamar. Karena Ayah akan berangkat pagi ini ke Bandung menjalankan tugas negara.

"Mbak Dira, Kevin.."Ibu berteriak keras seakan memanggil kami yang dikiranya sedang ada di dalam kamar. Kami berdua menoleh dan menjawab panggilan Ibu.

"Iyaaa Bu. Dira sama Kevin ada di ruang tamu."jawabku dengan suara keras.

Ibu dan Ayah keluar kamar bersamaan. Mata ibu terlihat sembab seperti tidak ingin di tinggal oleh Ayah. Aku bisa merasakan apa yang Ibu rasa, walaupun aku dan Ibu berbeda posisi. Namun aku juga tidak ingin merasakan semua ini.

Kami berdua lari dan memeluk erat Ayah."Ayaaaaaaaaaah..."air mataku menetes deras dalam pelukan Ayah, diikuti oleh Kevin yang menahan air matanya untuk jatuh.

"Nanti Ayah pasti balik lagi. Pokoknya kalian jaga Ibu baik-baik ya. Jangan pada nakal disini. Dan buat mbak Dira, semangat test hafalan Qur'annya hari ini. Maaf Ayah gak bisa menemani. Semoga lulus dengan hasil terbaik."Ayah berderai air mata dipipinya. Beliau terus saja mengusap-usap lembut bahu kami berdua.

"Ayah kapan balik lagi?"aku mendongak menatap wajah Ayah.

"Tahun depan. In syaa Allah Ayah akan kabarkan pastinya. Sabar ya nak."

"Huhuhu. Dira kangen pasti!!!"

"Ayah, do'ain Kevin ya biar lulus UNBK tahun depan. Sama do'ain Kevin juga biar bisa nyusul Mbak Dira hafalan 30 juz."

"Iya sayang. Anak-anak Ayah semuanya hebat, cerdas, sholeh, dan sholehah. Siapa dulu dong Ibunya?"Ayah melirik Ibu yang sedang tersenyum haru melihat kami dan mengusap lembut kepala kami. Lalu kami melepaskan pelukannya dan mengantarkan Ayah sampai ke depan rumah.

Aku dan Kevin bukan sepasang anak kecil. Tapi kami sangat dekat dengan Ayah. Karena beliau selalu punya cara untuk membuat keluarganya bahagia."Semoga Allah selalu melindungimu Ayah."batinku.

Kembali untuk Pergi...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang