Aku dan Aprilia memasuki perpustakaan dengan langkah yang ragu, selama hampir tiga tahun kuliah disini aku jarang sekali ke perpustakaan. Aku mencari buku-buku motivasi untuk menjadi pengusaha muslimah di masa depan. Sedangkan Aprilia hanya membuntuti kemanapun aku mencari buku itu."Pril..."
"Apa Ra?"
"Belum terbiasa sendiri ya sampai sekarang?"
Aprilia berjingkat saat mendengar pertanyaanku. Dia pun menoleh. Dia juga terlihat cukup bingung mengapa aku bertanya akan hal itu."I..i..ya Ra."hembusan nafas panjang dia keluarkan. Setelah aku mendapatkan buku yang ku mau, aku mengajaknya duduk.
"Nanti lama kelamaan juga terbiasa, Pril. Kamu sabar aja ya."
Baru saja Aprilia ingin membuka mulutnya hendak berbicara lagi, namun terdengar cibiran orang-orang yang sedang membicarakannya.
"Kok tumben ya Aprilia gak sama gengnya?"
"Siapa sih emang gengnya?"
"Itu loooh, Alysa dan kawan-kawan."
"Ya iya lah, gimana mau di ajak nongkrong bareng lagi. Yang mau temenan sama dia kan cuma Nadira dan sejenisnya."
"Iya betul! Mereka males temenan sama Aprilia, soalnya tiap saat kerjaannya ceramah mulu!"
"Hahaha."mereka tertawa terbahak-bahak di akhir percakapannya. Rahang Aprilia terlihat mengeras, bibirnya terketup rapat. Dia berusaha untuk meredam emosinya. Namun beberapa saat kemudian, Aprilia kembali tersenyum, jenis senyum yang di paksakan, dan aku hanya bisa mengelus punggung tangannya sambil tersenyum ke arahnya.
"Kamu yang sabar ya Pril. Awalnya pasti pahit, cacian udah jadi makanan sehari-hari, jadi kamu gak usah gubris mereka."ujarku sambil mengusap bahu Aprilia."Harusnya kamu seneng banyak yang caci kayak gini, soalnya ribuan malaikat mendo'akan orang yang dicaci maki."
"Beneran, Ra?"
"Beneran dong. Waktu aku kajian, motivator disana bercerita tentang kisahnya Abu Bakar yang dicaci maki dan dari situ aku malah seneng kalo ada orang yang mencaci maki. Tapi kita harus sabar Pril, jangan ngedumel juga dalam hati."
Aprilia mengangguk mengerti. Dia beranjak mencari buku motivasi dalam berhijrah. Sementara aku tetap dikursiku membaca buku yang sudah ku ambil sebelumnya.
****
"Gimana nih Ra?"tanya Reina saat duduk di depan kelas ruang ujianku.
"Lancar gak ujian terakhir hari ini?"
"Alhamdulillah. Lancar, Rein. Aku pengen cepet-cepet lulus tau."
"Cie, pengen cepet-cepet nikah ya sama aa Rian."dia tertawa sambil menatap centil ke arahku.
"Kamu nih apa-apaan sih? Perasaan kak Rian terus. Dia itu cuma laki-laki modus. Lagipula aku juga gak sengaja ketemu dia."
"Huuussssh. Jangan sembarangan kamu Ra. Buktinya aja dia seorang Hafidz Qur'an, alumni pula ditempat kamu mengaji. Nahloh!"
"Biarin aja. Memang kalo dia seorang Hafidz Qur'an sudah perfect segala-galanya gitu? Iya?"
"Em..setidaknya dia punya ilmu kan Ra? Aku sih yakin kalo jodoh kamu dia. Hahaha."
"Tau ah. Terserah kamu. Sekarepmu wae."
"Cie..cie..memerah gitu mukanya. Oh ya, hari ini kamu pulang ke rumah atau mengajar?"
"Aku libur mengajar selama ujian. Jadi, sepertinya aku langsung pulang."
"Baiklah, yuk kita pulang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kembali untuk Pergi...
Teen FictionKetika Nadira jatuh cinta yang pertama kali dalam hidupnya. Membuat begitu banyak cinta yang datang mendekat. Namun sayangnya, dia hanya tertarik pada seorang pria yang tak sengaja Allah pertemukan dalam suatu tempat. Cintanya semakin rumit. Membua...