-Lima

43 19 5
                                    


"Ssss..dinginnya luar biasa."desisku sambil menggosok-gosokkan tangan dan menempelkan pada wajah agar terasa hangat.

Pagi ini terasa begitu dingin tak seperti biasa, desau angin mengibarkan jilbabku yang kini tengah berjalan di koridor kampus. Aku mencoba menebarkan senyuman pada setiap orang yang ku temui, terlihat begitu ramah. Aku masuk kedalam kelas yang bertuliskan 'B 105' disana sudah tertempel selembar kertas di pintu masuk dan tertera namaku juga beberapa teman yang lain. Sesampainya di kelas, aku berhenti sejenak, ludahku tercekat melihat hanya ada satu orang di kelas. Aldi, sedang apa dia ada di kelas ini? Pertanyaan ini mulai menghantui pikiranku. Aku berusaha menyembunyikan keterkejutanku padanya dan berjalan menuju tempat dudukku tanpa memperdulikan Aldi yang tengah duduk di depan.

Tiba-tiba Aprilia ikut menyusul masuk ke dalam. Dia juga sangat terkejut melihat Aldi yang sepertinya sudah menunggunya sejak tadi.

Aprilia hanya menyimpan tasnya, lalu hendak keluar lagi. Dia tak ingin berduaan dengan seseorang yang masih dia cintai, karena dengan imannya yang tak seberapa ini dia tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi.

"Lo kenapa sih selalu ngehindar dari gue?"kata Aldi terdengar begitu dingin dan membuat Aprilia menoleh.

Saat mata mereka bertemu, getaran hangat memenuhi hatinya. Mata yang selalu menunduk dan menghindarinya itu bisa dia lihat dengan jelas sekarang, mata yang dulu selalu menatapnya penuh cinta.

Sebenarnya aku merasa tidak enak ada di tengah-tengah mereka. Namun aku berusaha untuk berpikir positif. Selama mereka tidak merasa terganggu dengan adanya aku, aku memilih tetap menemani Aprilia di kelas. Sebab laki-laki dan perempuan tidaklah pantas berduaan di ruangan sebesar ini.

"Sorry Al, aku harus pergi ke toilet."Aprilia masih mencoba menghindar.

"Gue gak paham sama lo Pril, lo masih terus ngehindar dari gue, salah gue apa? Lo ngomong aja sama gue biar gue perbaikin kesalahan gue."

Tak ada sahutan dari Aprilia. Dia sempat melirik ke arahku lalu menunduk dalam-dalam, lantai menjadi objek pandangannya daripada Aldi yang ada di depannya.

"Saat lo minta putus, gue terima. Walaupun gue masih bingung sama alasannya. Tapi gue gak bisa liat lo terus kayak gini sama gue. Lo bisa ramah sama semua orang, sedangkan gue? Lo gak pernah ngelirik gue sedikitpun seolah-olah gue orang yang hina. Sebenci itu lo sama gue?"

Aprilia mendongak, hatinya begitu lirih melihat Aldi yang tersiratkan luka.

'Kamu salah Al. Mana mungkin bisa aku membenci orang yang selalu ku sebut dalam do'aku?'Batin Aprilia menjerit.

"Seingatku, aku udah jelasin kenapa aku putusin kamu waktu itu. Aku udah bukan Aprilia yang dulu, aku udah berubah Al. Jadi aku mohon hargai perubahanku ini."Aprilia berhenti dan memejamkan mata sejenak."Aku mohon jangan ganggu aku lagi Al, jauhi aku."

Rahangnya mulai mengeras. Dadanya naik turun. Aldi paling tidak bisa melihat seseorang yang memohon seperti ini dengan mata yang berair.

"Lo yakin, Pril?"

"Iya, karna bagaimanapun aku udah berubah. Dan kamu hanya masa lalu yang harus aku tinggalkan."jawabnya tegas.

Aldi melihat ada keseriusan di wajahnya. Dia menghembuskan nafasnya gusar karena ada sesuatu yang menghimpit paru-parunya.

"Oke, kalo itu yang lo mau. Gue gak akan pernah ganggu lo lagi. Tapi Aprilia, lo harus inget. Sekalinya gue menjauh, gue akan menjauh selamanya, sekalinya gue pergi, gue gak akan kembali lagi. Catat itu sebagai peringatan."

Aldi langsung keluar kelas dengan amarah yang sedang menguasainya. Meninggalkan Aprilia yang kini terduduk lemas di kursinya.

Aku segera menghampirinya. Biar bagaimanapun aku adalah orang yang selalu ingin membuatnya berubah menjadi lebih baik.

Kembali untuk Pergi...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang