-Empat Belas

29 11 4
                                    


"Akhirnya kalian baikan lagi. Aku seneng banget."

"Hm..Dira memang perempuan yang baik. Aku beruntung punya teman seperti kamu Ra."

"Kamu bisa aja. Aku juga sangat beruntung punya kamu."aku menatapnya sambil tersenyum bahagia.

"Oh ya, Gladis. Besok kamu gak masuk? Kenapa?"

"Aku mau ikut suamiku pergi ke luar kota, Pril. Ada tugas dadakan di sana."

"Oh gitu. Baiklah. Dira, bawa dagangan apa hari ini?"

"Aku jualan kue bolu pisang. Masih ada nih, masih banyak."

"Aku tawarin ya ke anak-anak di kelas sebelah?"

"Boleh..boleh."aku memberikan kotak kue ku pada Aprilia. Dia masuk ke dalam kelas dan menawarkan daganganku pada teman-teman.

"Gladis...Dira mau tanya."

"Tanya apa?"

"Menikah itu gimana rasanya?"

"Menikah itu nikmat sekali Ra. Semua terjaga dalam pahala bukan dosa. Saling pandang, pegangan tangan, bahkan semuanya berpahala. Maa Syaa Allah deh."

"Maa Syaa Allah. Terus kamu suka berantem gak sama suami?"

"Kalo berantem sih enggak. Cuma tahan ego masing-masing aja. Perdebatan itu ada kok, bagaimana kita sendiri aja menyikapinya. Jangan jadi beban. Yang penting pilihlah agama nya yang baik Ra, menikah itu ibadah yang sangat lama bahkan terlama seumur hidup."

Seketika aku kepikiran oleh Ahmad. Dia memang punya profesi yang membuat banyak perempuan enggan menolaknya. Namun agama yang ada padanya belum cukup membuatku merasa di pimpin sebagai makmumnya. Sebab aku tahu bagaimana ilmu agamanya, sejak kecil sampai SMA aku satu sekolah dengannya. Dia suka mengucilkan diri dan tidak mau bergaul dengan siapapun. Di tambah malas jika belajar ilmu agama."Oh gitu yah? Kalo misalnya menikah dengan laki-laki yang ilmu agamanya di bawah kita? Bagaimana?"sambungku.

"Kalo bisa jangan, Ra."

"Kenapa???"

"Kamu pasti akan beranggapan bahwa kamu yang akan membantunya belajar agama. Namun pada kenyataannya malah kamu yang terwarnai menjadi jauh dengan ilmu kamu sendiri."

"Masa sih? YaaAllah.."

"Ra, nafsu itu mudah di benarkan. Dan mudah juga di sesali di kemudian hari. Hati-hati kamu. Jangan tergesa-gesa, mintalah petunjuk Allah melalui istikharah."

"Hmm..Iya kamu benar. Terimakasih banyak ilmunya Gladis. Aku sangat terbantu."

"Sama-sama. Memang siapa yang lagi mencoba melamarmu?"

"Enggak..hehe. Enggak ada kok. Lebih tepatnya belum."

"Halah. Bohong nih, semoga cepet-cepet ngundang ya!"Gladis tertawa ke arahku.

"Hehe. Aamiin..aamiin.."

****

Reina menarik tangan Aprilia dan memberi isyarat pada aku dan Gladis untuk ikut menarik Aprilia agar segera pergi dari sini. Mau tidak mau Aprilia mengikuti langkah temannya dengan mata yang terus mengekor menatap Aldi dengan tajam bahkan tak melihat padanya.

"Kenapa kalian ngajak aku pergi sih? Tadi Aldi nungguin siapa di kelas itu?"

"Enggak kok Pril. Aldi lagi nunggu.."

"Nunggu temen tongkrongannya biasa. Kayak gak tau Aldi aja sih, dia kan temennya banyak."potong Reina dengan cepat.

"Tapi tadi dia senyum-senyum ke arah jendela kelas tau. Aku liat banget kok."

Kembali untuk Pergi...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang