Kepulanganku dari Jogja ternyata masih menyisakan badan yang terasa pegal-pegal hingga saat ini. Aku melakukan pemanasan dengan berlari kecil disekitar perumahan, karena sejak kecil aku tidak pernah suka di pijit.Suasana sejuk beserta aroma pagi hari yang menenteramkan jiwa membuat aku dibawanya dalam ketenangan. Mungkin esok atau lusa aku sudah tidak ada lagi di kota ini. Meninggalkan sejuta kisah dengan tempat yang sudah aku tinggali sejak tahun 1998. Memang benar apa yang dikatakan guru Fisika ku waktu SMA, bahwa sudah menjadi hukum Alam kalau disetiap pertemuan pasti akan ada perpisahan.
Sembari berlari kecil, otakku memutar memori masa lalu waktu bersama semua sahabat kecilku yang masih lengkap sempurna. Kita selalu main bersama-sama bahkan tidak kenal waktu sampai harus dimarahi Ayah dan Ibu. Hampir semua jenis permainan tradisional kita mainkan bersama. Semua terasa begitu indah. Masa-masa dimana belum tahu bagaimana tujuan hidup sebenarnya.
Lalu aku melewati lapangan bola yang biasa dijadikan lahan bermain galaksin atau bulutangkis. Hmm..sekarang kita semua telah banyak yang berubah. Seiring berjalannya waktu kita semakin dewasa, semakin paham apa yang harus kita lakukan dan apa cita-cita terbesar dalam hidup. Aku senyum-senyum sendiri mengingat semua itu. Hidup itu memang hanya sekali. Sekali merasakan menjadi anak-anak, sekali merasakan menjadi anak remaja, sekali merasakan menjadi orang dewasa, dan sekali juga merasakan pernikahan. Aamiin..
"Mbak Dira!!"seperti ada yang memanggil dari arah belakang punggungku, aku berhenti dan menoleh ke arahnya.
"Ehh, Diana. Lari pagi juga?"aku setengah terkejut melihat Diana dan Ahmad sedang berlari juga disekitar perumahan. Diana adalah adik dari Ahmad yang dulunya juga pernah satu pengajian dengan kami. Walau aku dan Diana tidak begitu akrab, tapi ketika berpapasan dijalan kami selalu bertegur sapa.
"Iya, Mbak. Bareng yuk."dia tersenyum ke arahku dan aku sedikit mengarahkan mataku pada Ahmad bermaksud sedikit menyapanya dengan senyuman.
"Bareng aja, Nad. Yuk."sambungnya.
Aku menganggukkan kepala dan ikut berlari di belakang mereka. Tak lama posisi Ahmad yang berada didepanku kini mundur beberapa langkah membersamai langkahku. Aku menoleh ke arahnya yang sedang menatap lurus arah kita berlari."Mad..maaf yah soal kejadian waktu kamu kerumah aku."
"Hm..gapapa kok, Nad. Aku paham. Kamu tenang aja gak usah dipikirin."
"Sekali lagi aku minta maaf. Mungkin Allah punya rencana lain yang lebih baik."badanku berubah keringat dingin, sepertinya aku merasa tidak nyaman berbicara seperti ini.
"Nadia..dari dulu gak pernah berubah. Terlalu memikirkan apa yang orang lain gak terlalu pikirkan."dia tertawa lalu melanjutkannya lagi."Sudah Nadd, aku merasa pasrah kepada Allah. Yang pasti aku sudah berusaha."
"Iya, Mad. Oh ya..."
"Iya kenapa?"
"Aku pulang duluan ya. Soalnya aku udah lari lebih pagi dari kalian."
"Sendirian Ra?"
"Iya, sendirian. Kevin sedang hafalan Qur'an di rumah sama Ibu."
"Mmm...oke deh. Sampai ketemu di lain waktu ya, Ra!"
"Iyah. Aku duluan ya, Mad, Diana.."
"Iya, Mbak Dira."
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam."
****
"Jangan sampai ada yang tertinggal ya nak."
"Oke Ibuuuu! Dira semangat banget nih."kami bersiap-siap membawa barang bawaan untuk pindahan kami ke Bandung sore ini. Barang yang dibawa hanya perlengkapan pribadi, baju, dan surat-surat penting. Semua barang dirumah ini tetap pada tempatnya seperti biasa. Penantian ini akhirnya segera berakhir setelah aku diwisuda dan Kevin diterima di Universitas Padjajaran Bandung. Dia mengambil jurusan Apoteker disana. Atas izin Allah semua berjalan sesuai seperti yang diinginkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kembali untuk Pergi...
Novela JuvenilKetika Nadira jatuh cinta yang pertama kali dalam hidupnya. Membuat begitu banyak cinta yang datang mendekat. Namun sayangnya, dia hanya tertarik pada seorang pria yang tak sengaja Allah pertemukan dalam suatu tempat. Cintanya semakin rumit. Membua...