"Kudengar siang tadi kau ditembak oleh Kapten Min ya, hyung?"
Jungkook mendudukkan diri di depan Jimin yang sedang membereskan alat-alat tulisnya dengan malas. Jam pelajaran sudah berakhir sepuluh menit yang lalu, dan kini seluruh siswa di kelasnya tengah bersiap-siap untuk pulang.
Berbeda dengan Jungkook yang tampak begitu antusias, Jimin justru memasang tampang masam. Sama sekali tidak terbersit raut kebahagiaan di wajahnya, sebagaimana yang Jungkook bayangkan.
"Tolong jangan bahas itu, Kook." Jimin mendesah berat, menjejalkan semua alat tulisnya ke dalam tas dengan asal sebagai bentuk pelampiasan kekesalannya. "Kau membuat mood-ku semakin hancur."
Seolah mengabaikan keluhan Jimin, Jungkook malah semakin gencar bertanya. "Kau menerimanya?"
"Bagaimana aku menolak jika dia tidak memintanya?" sambar Jimin ketus, menatap Jungkook dengan tajam seolah adik kelasnya itu telah melontarkan pertanyaan yang salah.
Jungkook mengerutkan dahinya. "Apa maksudmu, hyung?"
"Dia memaksaku, lalu pergi begitu saja sebelum aku sempat protes."
Gelak tawa Jungkook langsung pecah setelah mendengar jawaban Jimin. Beruntung, sebagian besar siswa di kelas itu sudah pulang, menyisakan mereka berdua dan beberapa siswa lain yang masih melaksanakan tugas piket.
"Bodoh! Bilang saja kau menerimanya karena kau memang menyukainya," goda Jungkook. "Kudengar dari Taetae-hyung, sudah sejak kalian satu sekolah saat masih SMP?"
"Tahu apa memangnya kekasih brengsekmu itu tentangku?" sangkal Jimin cepat. Ia melipat kedua tangannya di depan dada. "Dengar, ya. Aku tidak tahu apa yang dikatakannya padamu, tapi semua itu salah besar. Menyukai, katamu? Tolong jangan membuatku tertawa. Asal kau tahu saja, aku dan dia dulunya adalah musuh bebuyutan," jelasnya, dengan sengaja memberi sedikit penekanan pada dua kata terakhir.
"Wah~ Jadi hubungan kalian semacam love-hate relationship begitu ya?" goda Jungkook lagi. "Cukup menarik."
Jimin memutar bola matanya malas. "Terserahlah kau mau menganggapnya apa, aku tidak peduli. Yang jelas, semuanya tidak seperti yang kau pikirkan."
Jungkook terdiam sejenak, meresapi kata-kata Jimin. "Kalau katamu kalian dulunya saling bermusuhan, lalu apa yang membuat kalian malah berpacaran sekarang?"
Terlepas dari keinginannya untuk menggeplak kepala adik kelasnya yang masih saja merecokinya dengan pertanyaan-pertanyaan menyebalkan itu, Jimin diam-diam setuju dengan Jungkook. Sejujurnya, dia sendiri juga bingung. Ia tidak habis pikir mengapa sikap Yoongi padanya tiba-tiba berubah seratus delapan puluh derajat. Padahal seingatnya, lusa mereka masih sempat cekcok saat tanpa sengaja berpapasan di depan ruang khusus untuk klub tari.
Apakah kepala pemuda itu tidak sengaja terbentur tiang ring basket saat pertandingan kemarin?
Atau, apakah memang benar dugaannya kalau Yoongi hanya menjalankan tantangan bodoh dari teman-temannya?
Menyadari kegelisahan Jimin, Jungkook mencoba memberi usul. "Jika kau masih ragu, kenapa tidak coba kautanyakan saja padanya, hyung?"
Jimin mendengus. "Dia saja kabur sebelum aku sempat bereaksi."
Mereka berdua terdiam sejenak sebelum Jungkook tiba-tiba menjentikkan jarinya. Jimin mengernyit ketika melihat senyum lebar yang kini menghiasi wajah sang junior, seolah pemuda itu baru saja diberkati dengan sebuah ide paling cemerlang di dunia. "Bagaimana jika kau mencoba bertanya pada teman-temannya? Aku yakin sekarang mereka sedang berkumpul di gym indoor."
Jimin terdiam, merenungi usul Jungkook sekali lagi.
...
A/N:
Ini lanjutannya, yeorobun-deul.
Selamat menikmati :)
[POSTED: 30.08.2018]
[EDITED: 08.02.2019]
KAMU SEDANG MEMBACA
Story of Suga & Chim || YoonMin [✔]
Fanfiction[Judul sebelumnya: Diary of Sweet and Swag] Kisah cinta ketua klub basket yang dingin dan cuek dengan anggota klub tari yang manis namun galak. Suga dan Chim. "Sebenarnya kau serius tidak sih mau pacaran denganku?" "Kalau aku tidak serius, mana mung...